Rayyan Pov
Kami sudah sampai di rumah sakit. Anak-anak sudah masuk semua ke ruangan Nayya dirawat. Kondisi Nayya sudah mulai stabil. Alhamdulillah pankreas dan ginjalnya baik-baik saja, hanya efek obat yang dia minum dia akan mengalami gangguan pernapasan untuk jangka pendek.
Aku bersyukur karena Allah sudah mendengar doa dan permintaanku. Aku tidak sanggup kalau harus berpisah dengan Nayya dalam waktu dekat ini. Aku ingin menua bersamanya.
"Dokter Kiki gimana kondisi istriku?" Tanyaku ke dokter yang merawat Nayya.
"Alhamdulillah udah stabil dokter Ray. Udah jangan khawatir, dan juga nanti jangan banyak tanya dulu ya kasian dia nanti pusing. Kita sebisa mungkin kurangi stres dia ya" Jawabnya.
Aku mengangguk dan kembali masuk ke ruangan Nayya.
"Mba, abang, aa nanti kalau mama bangun jangan banyak tanya ya. Kasian mama masih baru pulih" Ucapku ke anak-anak.
"Iya pa abang gak banyak tanya" Jawab Nanda.
"Aa juga gak banyak tanya pa" Sambung Drian.
Sedangkan Ninda hanya diam sambil mengusap lengan Nayya.
"Mba" Panggilku.
Ninda tidak menoleh sama sekali dia tetap mengusap lengan Nayya dan memandangi nya.
"Mba, abang sama aa pergi sama Om Adam dulu gih sarapan. Tadi cuma makan roti nanti sakit perut" Nanda dan Drian menurut dan mengikuti Adam.
"Nin?" Panggil Adam.
"Duluan aja om, mba masih mau disini nanti mba bisa pergi sendiri" Jawabnya.
Adam melirik ke arahku minta persetujuan, aku mengangguk saja kemudian Adam pergi bersama Nanda dan Drian.
"Maafin papa ya mba" Ucapku ke Ninda saat kami sudah tinggal bertiga dengan Nayya.
"Seharusnya papa cerita ke mba, papa harusnya kasih tau mba. Mba udah gede pa, mba disini gantinya kakak untuk jadi anak tertua papa. Kenapa papa gak kasih tau kakak kalau keadaan mama begini" Ucapnya sambil menangis.
"Mba ini anak mama juga pa, apa karena mba anak sambung mama jadi mba sama kakak gak berhak tau keadaan mama?" Ucapnya padaku.
Langsung bergetar rasanya jantungku saat Ninda mengatakan hal itu.
"Astaghfirullah mba, papa sama mama gak pernah bandingin kamu, kakak, abang, aa sama Anin. Kalian semua anak-anak kami. Papa cuma gak bisa kasih tau kalian karena papa takut kalian cemas seperti sekarang ini" Ucapku sambil terduduk disofa.
"Jadi? Sampai kapan rencana papa mau sembunyikan keadaan mama? Sampai mama benar-benar sakit iya?" Bentaknya padaku.
Baru kali ini setelah sekian lama Ninda melawanku, bahkan sudah berani meninggikan suaranya padaku.
"Mba, papa minta maaf. Papa gak kasih tau kakak karena takut ganggu konsentrasi kakak disana, dan kalian papa takut ganggu belajar kalian" Jawabku.
Ninda hanya diam dan mengusap air matanya. Ku dekati dia dan langsung ku peluk.
"Maafin papa" Ucapku.
Ninda tidak menjawab tapi dia membalas pelukanku.
Tak lama setelah kami nangis-nangisan aku mengajak Ninda untuk sarapan.
Aku pamitan ke Nayya yang masih belum sadarkan diri.
"Aku ajak mba sarapan dulu ya ma, kamu cepat sadar ya. Aku, anak-anak dan semua nunggu kamu bangun" Ku cium keningnya.
Ninda mengikutiku dan ikut mencium pipi mamanya.
Aku terharu melihatnya dan juga ada rasa bangga melihat kedekatan Nayya dengan anak-anakku. Nayya bahkan terlihat seperti kakak untuk mereka karena wajahnya sama sekali tidak menua dimakan usia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Be A Stepmother
Historia CortaMenjadi ibu sambung dari 2 orang anak yang salah satunya membenci itu tidak mudah