꧁ 03| Minta Restu ꧂———
Mau tahu tidak, duduk berhadapan dengan kedua orang tua Areta saat ini jauh lebih menegangkan dibandingkan saat dirinya harus berdiri di hadapan empat dosen penguji saat sidang akhir sebelum kelulusannya empat tahun yang lalu. Kalau dirinya ini diibaratkan sebagai tokoh komik, pasti wajah Daffa sudah sangat membiru pucat, keringat banyak membanjiri kepala sampai leher, dan cara duduknya yang sudah dibuat sangat kaku dengan senyum kaku yang dibuat-buat.
Grogi banget. Perutnya lebih terasa mulesnya daripada tadi siang saat hanya meminta Areta untuk menikah dengannya. Apalagi melihat tampang ayah dan ibunya Areta yang kebingungan karena menunggunya bicara. Sudah begitu, Areta malah duduk santai saja di sampingnya seakan sedang meledek dan menggodanya tanpa ada niat mau membantu mencairkan suasana.
"Ada apa, ya, Nak Daffa?" Tanya Feira yang sudah gemas karena Daffa tidak kunjung-kunjung bicara. "Katanya Areta ada yang mau diomongin?"
Daffa berdeham sejenak untuk menetralkan kegugupannya. "Sebelumnya saya minta maaf, Om, Tante, kalau ini terkesan dadakan. Tapi saya yakin dengan niat saya ini. Saya mau menyampaikan niat baik saya untuk anak Om dan Tante, yaitu Areta. Kalau saya pengen melamar anak Om dan Tante untuk dijadikan istri."
Daffa melirik sekilas pada Areta, dan gadis itu malah cengengesan seperti anak gak tahu apa-apa. Daffa kembali menatap lurus ke depan, menunggu respon dari kedua orang tuanya sang gadis. Daffa bisa merasakan kekagetan yang dialami oleh mereka, terutama Ayahnya. Namun, kekagetan itu sedikit berada di bawah level ekspektasinya.
"Melamar anak saya, ya, Daf?" Tanya lelaki di depan Daffa.
"Iya, Om." Jawab Daffa menahan gugup.
"Yakin? Anak Om itu nggak bisa apa-apa padahal."
Areta sontak merengut mendengar tuturan Ayahnya yang santai saja bilang dirinya tidak bisa apa-apa.
"Saya kenal Areta sudah lama, Om. Ya meski nggak sering bertemu, tapi saya yakin Areta itu anak yang baik dilihat dari cara kita berkomunikasi. Saya sayang sama Areta, pengennya dekat terus, pengen menjaga. Sebenernya juga saya sadar kalau saya cinta dan sayang sama anak Om dan Tante sudah sejak lama. Setengah tahun setelah pertemuan pertama kita di Purwokerto dulu. Tapi saya nggak bisa maju karena dulu Areta masih bersama Tara. Saya cuma diam saja, asal dia bahagia dengan cowok pilihannya, ya itu sudah bikin saya bahagia. Sudah ikhlas saya dulu itu. Tapi sekarang, sejak Tara nggak ada, Areta masih sendiri. Saya pun juga. Bahkan saya rasa malah rasa sayang saya pada Areta malah semakin besar. Dan masing-masing dari kami juga sadar kalau... saling menyukai... begitu. Jadi sekarang ini, di hadapan Om dan Tante, saya minta restu untuk melamar anak Om dan Tante."
"Bener, Kak? Kamu merasakan hal yang sama seperti yang dibilang Daffa itu?" Tanya Jaehyun pada anaknya.
Areta mengangguk kecil. "Iya, Ayah."
"Baik." Jaehyun menyamankan posisi duduknya, sedangkan di sampingnya Feira hanya diam dengan senyuman teduhnya. "Tapi sebelumnya saya mau ngobrol sebentar. Keberatan nggak kira-kira?"
Daffa langsung menggeleng. "Silahkan, Om."
"Dulu waktu istri saya melahirkan Areta, perjuangannya hebat banget. Berapa jam waktu itu, ya.." Jaehyun mengerutkan kening sambil berpikir. "..kurang lebih dua puluh dua jam lamanya. Dari jam dua dini hari sudah mulai kontraksi, dan tengah malam sekitar jam dua belas malam Areta lahir ke dunia. Waktu itu saya bahagia banget, anak pertama yang saya tunggu-tunggu akhirnya berada dalam gendongan saya. Nangis kejar dengan tubuhnya yang lemah dan mungil. Dari situ saya berjanji sama diri saya sendiri, akan terus menjaga dan menyayangi anak saya sebaik mungkin sejak Areta menghirup nafas pertamanya di dunia sampai nanti tugas saya sebagai Ayahnya selesai."
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐀𝐧𝐨𝐭𝐡𝐞𝐫 𝐉𝐨𝐮𝐫𝐧𝐞𝐲; 𝐖𝐢𝐭𝐡 𝐇𝐢𝐦
Romance-'𝐬𝐞𝐪𝐮𝐞𝐥 𝐨𝐟 '𝐫𝐚𝐢𝐧 𝐢𝐧 𝐲𝐨𝐮' ⚠︎[Mature Content]⚠︎ *** "𝐌𝐚𝐚𝐟..." "𝐌𝐚𝐚𝐟 𝐛𝐮𝐚𝐭 𝐚𝐩𝐚, 𝐃𝐚𝐟?" "𝐀𝐤𝐮 𝐧𝐠𝐠𝐚𝐤 𝐚𝐤𝐚𝐧 𝐥𝐚𝐠𝐢 𝐦𝐞𝐦𝐢𝐧𝐭𝐚 𝐤𝐚𝐦𝐮 𝐛𝐮𝐚𝐭 𝐭𝐞𝐫𝐢𝐦𝐚 𝐚𝐤𝐮 𝐣𝐚𝐝𝐢 𝐩𝐚𝐜𝐚𝐫𝐦𝐮... 𝐭𝐚𝐩𝐢 𝐚�...