04

108 13 5
                                    

04| Gombalan Maut

———

Kalau Areta mungkin sampai Jakarta bahkan jam sepuluh saja belum ada, berbeda dengan dirinya yang sampai kost-an nya di Jakarta pukul sebelas malam. Mana di jalan sempat kebanan, dan ditambah cuaca yang tidak menentu. Terhitung tiga kali Daffa lepas dan pakai mantol karena hujan seakan mempermainkannya.

Daffa tidak marah karena Areta memilih naik pesawat dan membiarkan dirinya motoran sendiri di perjalanan pulang ke tanah rantaunya. Soalnya kalau Areta malah bareng dengan dirinya, Daffa akan merasa tidak tenang, juga mengkhawatirkan kondisi gadis itu di pagi harinya.

Sebagai gantinya, pagi-pagi buta — rekor terpagi — di hari senin Daffa sudah berada di depan pintu rumah mewah itu karena ingin mengembalikan helm milik gadisnya. Karena biasanya cowok itu akan datang ke rumah paling tidak jam sebelas — menunggu jam-jam kantor yang memungkinkan untuk bisa ditinggal — , dan sekarang masih jam setengah tujuh. Setelah menunggu beberapa saat setelah bel rumah ia pencet, keluarlah si pemilik rumah yang sudah rapi dengan setelah seragam kerjanya.

"Daffa? Pagi banget?"

Areta tampak fresh, dandanan natural yang mungkin baru saja di aplikasikan di wajahnya tampak cantik, seperti tidak menggunakan make up apapun. Hanya bibir saja yang terlihat sedikit berwarna cerah. Daffa tak tau, kalau dipagi hari Areta akan tampak lebih cantik berkali-kali lipat.

"Heh! Malah bengong. Masuk sini."

Sadar, cowok itupun nyengir. "Kalau nggak datang pagi kamu nggak ada helm, dong."

"Kamu masuk jam berapa emang?"

Mereka berdua jalan kearah dapur, dimana disana sudah ada Azril yang juga sudah rapi pakaiannya.

"Jam delapan." Balas Daffa, lantas duduk di samping Azril. "Gimana, kuliahnya, Zril?"

"Aman, sih. PKL gue sekarang setelah kemarin numpuk tugas akhir. Sambil kadang revisi juga, pusing anjir." Jawab Azril.

"PKL dimana?"

"Kanwil DJP Jakpus."

"Wuishh, keren nih calon adek ipar, calon pekerja kantoran. Sekarang aja PKL pasti dapat gaji udahan itu."

Jawaban Daffa membuat Azril langsung tersedak kuah makanan. "WHATS?? Maksudnya calon adek ipar?"

Dan, sepertinya Daffa keceplosan. Menyengir, dia dan Areta langsung saling pandang. "Kelepasan." Ucapnya pada Areta.

"Yaudah, sih, lagian besok juga bakal tau.". Balas Areta santai sambil berjalan kearah meja makan, memberikan piring tambahan untuk Daffa karena dia yakin, cowok itu belum sarapan. "Belum sarapan, kan, makan sekalian, gih."

"Tunggu, jelasin dulu toh ini. Kalian berdua mau nikah gitu?" Tuntut Azril.

Areta tak langsung menjawab, malah lagi-lagi dengan senyum manisnya memamerkan cincin permata putih yang melingkar di jari manisnya. Melihat itu membuat Daffa senyum-senyum sendiri.

"He proposed to me." Ucap Areta, lalu mulai sibuk mencentong nasi untuk diletakkan diatas piringnya.

Azril menganga, namun tak lama kemudian ia heboh bertepuk tangan. "Akhirnya datang juga momen dimana lo berani melangkah satu langkah lebih maju." Ujar Azril. "Harusnya dari dulu, Kak Daf."

𝐀𝐧𝐨𝐭𝐡𝐞𝐫 𝐉𝐨𝐮𝐫𝐧𝐞𝐲; 𝐖𝐢𝐭𝐡 𝐇𝐢𝐦Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang