28

137 13 5
                                    

28| In The Rain

———

Ketika Daffa pulang kerja hari ini, di rumah cuma ada Kesha dan Bapaknya. Areta masih belum pulang dari kampus — iya, istrinya itu sudah mulai bekerja di Unsoed sejak minggu lalu — lalu ibunya sedang arisan ibu-ibu PKK di rumah tetangga. Suasana hatinya sedikit kurang baik sebenarnya, memikirkan bagaimana caranya agar dirinya dan sang istri lekas dikaruniai buah hati. Memang sih, hal itu diluar kendalinya. Ada Tuhan yang mengatur dan menghendaki apakah mereka cukup pantas diberi kepercayaan atas itu. Hanya saja, jujur, dia juga sangat ingin menjadi seorang Ayah seperti Chandra, atau teman-temannya yang lain.

Bukan hanya Areta yang merasa tertekan sebetulnya, Daffa pun juga. Bedanya, selalu dia sembunyikan diam-diam. Karena pikirnya, kalau dia juga mengungkapkan keresahannya Areta akan semakin merasa bersalah dan kepikiran.

Daffa sedang duduk menyenderkan kepalanya di kepala sofa ruang keluarga saat tahu-tahu ada Kesha duduk disampingnya.

"Kenapa mukanya kusut?"

Tapi Daffa tak menggagas.

"Oke, kalau nggak mau ngobrol sama adeknya lagi ya nggak papa."

Daffa menoleh seraya mengerutkan keningnya. "Dadi wong wadon koh lebay nemen."

(Jadi cewek kok lebay banget).

"Ya Mas Daffa aku tanya diam aja!"

"Mumet kiye sirah, Sha."

(Pusing ini kepala, Sha).

"Ya kenapa?"

"Masalah orang dewasa."

Kesha berdecak remeh. "Mbuh lah, Mas Daffa sih wis emoh terbuka maring Kesha maning. Kan Kesha niate si apik, pengen dadi kanca ngobrol. Tapi Mas Daffa emoh. Yawis porah."

(Nggak tau, lah, Mas Daffa tuh udah nggak mau terbuka sama aku lagi. Kan niatku baik, mau jadi teman ngobrol. Tapi Mas Daffa nggak mau. Yaudah terserah).

Setelah bicara seperti itu, Kesha langsung meninggalkan kakaknya dengan kaki dihentakkan. Daffa menghela napas berat, dia tahu niat Kesha baik tapi rasanya kurang tepat kalau bicara soal anak dengan orang yang sejatinya masih gadis SMA, kan?

Sampai pada akhirnya, muncullah bapaknya dari dalam kamar mandi. Lalu mendaratkan pantatnya di tempat Kesha tadi duduk.

"Enggane si kenapa kiye balek makaryo rai lusuh kaya keset." Kata Dimas.

(Ini tuh kenapa pulang kerja kok muka murung kayak keset).

"Daffa bingung, Pak."

"Mergane?"

(Karena?).

"..." Daffa sendiri bingung, alasan bingungnya ini karena apa. "Daffa tuh sedih gitu lihat Areta yang murung terus karena kepikiran anak. Kan Daffa nggak bisa ngapa-ngapain selain nyuruh terus sabar."

"Kamu sendiri gimana? Udah kepengen banget istrimu hamil belum?"

"Daffa nikah si dua tahun yang lalu, Pak. Bakalane ngapusi nek Daffa matur ora gelem Areta lekas hamil."

𝐀𝐧𝐨𝐭𝐡𝐞𝐫 𝐉𝐨𝐮𝐫𝐧𝐞𝐲; 𝐖𝐢𝐭𝐡 𝐇𝐢𝐦Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang