50

112 12 3
                                    

50| Bintangnya Sedang Redup 
———

"Well, okay, everything's done, ya. Nanti aku juga pasti ngecek-ngecek lagi, kok, Mas. Serahin aja semuanya ke aku. Pasti beres."

Daffa mengangguk seraya menghembuskan nafas lega. "Oke. Thanks ya, Nes. Udah mau bantuin."

"Halah, kayak sama siapa aja." Agnes, cewek itu tertawa manis hingga membuat matanya berotasi jadi bulan sabit. "Mas Daffa kan Mas kesayanganku dulu. Hitung-hitung buat balas budi."

Daffa tertawa kecil mendengar itu. "Tapi sumpah, aku nggak nyangka kalau kamu berubah banget sekarang."

Agnes menarik salah satu sudut bibirnya. "Berkat kamu juga, Mas. Makasih, ya. Dulu kalau nggak ada Mas Daffa yang—yaaaa, sebut aja pahlawan kesiangan.." Agnes tergelak meledek. "..aku nggak akan jadi Agnes yang kayak sekarang. Oh iya, sejak aku ngomong ke Mami kalau aku ketemu Mas Daffa lagi, Mami titip pesan buat kamu. Katanya kapan-kapan Mas Daffa suruh main ke rumah."

Daffa tersenyum kecil. "Kapan-kapan, deh. Nggak tau kapan tapi."

"Mami kangen senyum kelinci Mas Daffa lagi katanya—wkwkwk."

"Mami sehat tapi? Adek kamu juga, siapa ya namanya?"

"Alhamdulillah, Mami sama Jio sehat."

"Nah, Jio!" Daffa menjentikkan jarinya puas. Membuat Agnes terkekeh manis. "Umur berapa dia sekarang?"

"Dua lima. Nakal puol dia, Mas. Ndugal, urakan, tapi kalau Mami udah berkotbah, jadi kayak tikus kalau ketemu kucing."

"Anak cowok, Nes. Nggak kaget lagi."

Keduanya masih sibuk bertukar cerita membahas masa lalu. Ada banyak yang mereka bisa bahas, karena memang ada cerita tentang mereka di masa lalu — tepatnya, ketika mereka masih di bangku SMA.

Pertemuan mereka kembali ini tak pernah mereka sangka sebelumnya. Itu bermula ketika Daffa sedang ngopi bareng Aji di kafe dekat kantor di sela-sela waktu istirahat, dan mereka bertemu disana. Tidak sengaja. Tidak direncanakan. Apakah Daffa senang? Ya. Bertemu teman lama siapa sih yang tidak senang.

"Is—"

"Daffa?"

Sang empu nama menoleh, tak terkecuali Agnes juga, pada sosok wanita berambut sepanjang bahu dengan pakaian formal dan juga high heels. Tak lupa tas kulit jinjing yang wanita itu gantungkan di lipatan siku tangan.

"Areta?"

Ya, wanita itu adalah Areta Zayba Almira. Yang baru saja dari kampus, tapi memutuskan mampir ke toko kue ini karena lagi pengen beli kue tiramisu.

"Siapa, Mas?" Tanya Agnes.

Daffa yakin seribu persen, bahwa Areta akan salah paham dengan situasi ini. Dan istrinya itu akan ngambek tak lama setelah ini karena cemburu.

Mengabaikan pertanyaan Agnes, Daffa berdiri dan mengumbar senyum. Istrinya terlihat begitu lelah, mungkin pekerjaannya hari ini lumayan banyak. "Mau beli apa? Kebetulan bisa ketemu disini. Sekalian—"

"Tadinya mau beli kue tiramisu, tapi nggak jadi."

"Kenapa? Aku beliin, ya?"

𝐀𝐧𝐨𝐭𝐡𝐞𝐫 𝐉𝐨𝐮𝐫𝐧𝐞𝐲; 𝐖𝐢𝐭𝐡 𝐇𝐢𝐦Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang