30

147 13 12
                                    

30| Pea Baby

———

"Reta, udah belum?" Teriak Daffa dari ruang tamu.

"Iya, sebentar."

Rencananya, hari ini Daffa akan pergi ke dealer motor untuk membelikan motor baru untuk Kesha. Tentunya tanpa sepengetahuan adiknya itu, kalau Kesha tahu ya jatuhnya bukan lagi kejutan soalnya. Namun jelas, Bapak dan Ibunya sudah tahu, bahkan darimana saja uang yang Daffa gunakan juga mereka sudah tahu.

Nah, setelah selesai urusan di dealer, baru sepasang pasutri itu akan lanjut ke rumah sakit untuk mengecek kehamilan Areta ke dokter kandungan. Memastikan, sudah berada di minggu keberapa usia kandungan Areta.

"Areta—"

"—Iya ini udah, sabar kenapa, sih?"

Areta keluar dari kamar begitu selesai bersiap. Wanita itu mengenakan celana kulot warna putih, dipadukan dengan blouse warna hitam. Rambutnya dikuncir satu, tak lupa tas selempang sebagai pelengkap barang bawaan.

"Biar nggak terlalu panas di jalan."

"Mas Daffa."

Daffa menoleh cuek pada adiknya. Sebenarnya Daffa masih pura-pura marah dengan Kesha perihal insiden pulang sekolah beberapa hari yang lalu. Ya meskipun aslinya memang masih agak jengkel, sih.

"Hm?"

"Kesha titip kertas folio boleh nggak? Sekalian."

"Kenapa nggak minta tolong sama Fahri?"

Kesha agak tertohok mendengarnya. "Yaudah. Nggak jadi."

"Ayo, Sayang. Berangkat." Daffa keluar rumah begitu saja tanpa menghiraukan sang adik yang menahan kesal dan sedih. Areta kasihan, sih, tapi dia memilih tak ikut campur dulu saat ini.

"Mbak berangkat, ya, Sha. Nanti Mbak beliin folio nya."

"Nggak usah, Mbak. Aku beli sendiri aja. Tapi aku pinjem motornya Mbak Areta boleh nggak?"

"Boleh. Ambil aja kuncinya di kamar, ya. Di atas meja kerjaku, kok."

Kesha mengangguk paham. "Oke. Makasih."

Bapak dan Ibu sedang tidak ada di rumah, jadi Areta tidak perlu izin kepada mereka. Keluar ke teras, ternyata sang suami sudah stand by diatas motor. Memegang helm miliknya dan diberikannya padanya.

"Kok nggak pakai jaket, sih?" Tanya Daffa.

"Nggak usah, ya? Panas soalnya."

"Sekarang. Tapi bisa aja nanti hujan."

"Nggak usah, ya?"

Daffa menghela napas pasrah. Areta tersenyum lebar, mulai duduk di boncengan Daffa dan siap berangkat. Daffa mengendarai motornya pelan-pelan. Hati-hati banget pokoknya. Setiap ada polisi tidur di jalan gang kampungnya, pelannya bukan main. Areta sempat protes, soalnya dia tipe orang yang kalau naik motor dan terlalu pelan kecepatannya, dia jadi gemas sendiri. Tapi begitu ia protes, maka Daffa akan balik balas memprotes. Katanya, cowok itu nggak mau ambil resiko karena dirinya yang lagi hamil.

𝐀𝐧𝐨𝐭𝐡𝐞𝐫 𝐉𝐨𝐮𝐫𝐧𝐞𝐲; 𝐖𝐢𝐭𝐡 𝐇𝐢𝐦Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang