41

120 13 6
                                    

41| Jatuh

———

Sejak lima hari yang lalu, kegiatan Daffa itu sibuk banget. Kalau bukan weekend ya cowok itu akan bekerja seperti biasa. Berangkat pagi, pulang sore. Kalau sudah, malam harinya akan lanjut pergi ke gedung pertemuan desa guna latihan untuk pertunjukan wayang kulit. Acaranya besok lusa, makanya semua pihak yang mendapat tugas untuk tampil ya didorong untuk latihan terus.

Karenanya, Areta jadi sedikit sebal. Waktunya untuk manja-manja sama suami jadi sedikit banget. Hanya di waktu menjelang tengah malam — itupun kalau dirinya belum ketiduran — kalau tidak ya sore hari sebelum Daffa pergi untuk latihan. Mau protes saja rasanya. Tapi dirinya tidak mau suaminya itu marah lagi. Akhirnya, Areta mau tak mau harus merasa kesepian di rumah.

By the way, Ibuk masih belum pulang dari Jogja. Karena terakhir Bapak tanya kabar lewat telepon, Ibuk bilang kalau keadaan Mbah Uti tidak memungkinkan untuk ditinggal. Apakah hanya Ibuk yang menjaga? Tidak. Ada anaknya Mbah Uti juga yang lain, tapi memang tidak bisa seharian ada disana untuk menjaga, pasalnya beliau juga punya anak yang masih kecil. Tidak bisa ditinggal lama-lama karena rumahnya yang berbeda dengan Mbah Uti. Jadi, karena hal itu juga Bapak rela mengambil izin dari tempat kerjanya untuk menyusul Ibuk ke Jogja selama beberapa hari.

Di rumah jadinya Areta hanya bertiga saja. Kesha, dirinya, dan suami. Makanya, karena Kesha juga seorang siswa kelas tiga yang sebentar lagi ujian nasional, gadis itu sibuk les privat di bimbel. Kalau pulang kadang malam, sudah capek dan biasanya hanya mendekam di dalam kamar. Daffa jelas, kerja juga. Itu kenapa Areta merasa kesepian di rumah. Tidak ada teman mengobrol, kecuali kalau dirinya telepon Bunda untuk menemaninya.

Lalu, malam ini sama seperti malam kemarin-kemarin. Daffa tengah berada di gedung pertemuan desa untuk latihan mengiringi jalannya cerita wayang. Tapi tadi setelah sholat isya dia mendapat chat dari cowok itu kalau dia disuruh datang ke gedung. Untuk apa? Untuk mengantarkan bekal makan karena katanya kelaparan. Salahnya sendiri, karena tadi setelah pulang kerja disuruh makan dulu tidak mau. Alasannya sudah jajan sebelum pulang dan belum lapar.

Gedung pertemuan desa itu jaraknya lumayan jauh. Lima ratus meter lah kira-kira. Ya... kalau ditempuh dengan jalan kaki — terlebih lagi kondisi dirinya yang berbadan dua — cukup bikin ngos-ngosan juga. Akhirnya, Areta pun berniat mengajak Kesha untuk mengantarnya. Karena jelas, kalau Daffa tahu dirinya bawa motor sendiri, cowok itu akan marah-marah lagi.

Setelah mengenakan jaket dan kacamata, Areta berjalan keluar kamar. Mengambil paper bag yang sudah ia siapkan di atas meja dapur, lalu mengetuk pintu kamar adik iparnya.

"Kesha."

"Iya, Mbak?"

"Mbak boleh minta tolong?"

Pintu terbuka tak lama setelah itu, tampilan Kesha cukup acak-acakan. Kayaknya, adik dari Daffa itu sudah tiduran pewe di kasurnya.

"Kenapa, Mbak?" Tanya Kesha, matanya agak menyipit seperti menahan pusing.

"Mau nggak antar Mbak ke gedung pertemuan desa? Mas mu minta dibawain makan."

"Sekarang?"

"Iya."

Kesha terlihat sedikit berpikir. "Tunggu tiga puluh menit lagi gimana? Soalnya aku lagi nugas, Mbak. Deadline nya setengah jam lagi, belum selesai."

𝐀𝐧𝐨𝐭𝐡𝐞𝐫 𝐉𝐨𝐮𝐫𝐧𝐞𝐲; 𝐖𝐢𝐭𝐡 𝐇𝐢𝐦Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang