33

163 13 1
                                    

33| Craving For You

———

warning; mature content ⚠︎
pembaca di bawah umur bisa skip di bagian akhir chapter. terimakasih.

———


Setelah menghabiskan waktu kurang lebih satu jam di kamar mandi, duduk lesehan sambil mencuci pakaian, Areta masuk ke kamarnya hanya untuk mendapati suaminya sedang tertidur pulas. Posisinya tengkurap, tangannya menekuk ke depan memeluk selimut, kepalanya miring ke kiri. Persis bocah banget pokoknya. Mana suara dengkuran halus juga turut terdengar.


Areta menghela napas berat, sungguh rasanya capek banget. Tapi, berhubung Kesha sedang sibuk belajar untuk menghadapi ujian yang berujung membuat mood nya agak sensi kalau disuruh-suruh, ibunya yang juga punya kesibukan lain selain mengurus pekerjaan rumah, mau menyuruh bapak mertuanya juga rasanya kurang sopan, alhasil Areta meski sedang hamil delapan bulan juga sering mengerjakan pekerjaan rumah membantu ibu mertuanya.

Daffa sudah sering melarang, toh ibu juga sebenarnya tidak yang menuntut atau menyuruh dirinya harus selalu membuat keadaan rumah bersih, tapi sebagai menantu yang tinggal di rumah mertua Areta merasa perlu melakukannya. Soalnya ya karena hitungannya numpang, masa mau enaknya saja.

Setelah membenarkan tatanan rambutnya yang ia cepol keatas, Areta duduk di tepi kasur dan mengusap kepala sang suami. Mencium lembut dahi Daffa sebelum akhirnya harus membangunkan karena hari sudah sore.

"Daf..."

Daffa hanya menggumam tidak jelas.

"Bangun, gih. Mandi, sholat."

Cowok itu mengangguk kecil, tapi tidak selaras dengan gerakannya yang justru menarik Areta untuk dalam posisi tiduran agar bisa ia peluk dengan nyaman. Areta menghela napas, agak nyaman juga punggungnya setelah menempel dengan kasur setelah kegiatannya mencuci pakaian. Tangannya membelai pipi Daffa, menciumi wajah suaminya yang masih aja tidak mau melek.

"Daf, tadi aku sempat ketemu Kiya di warung. Katanya besok dia mau ikut Chandra jalan santai, acara hut kantornya Chandra."

"Mm-mh?"

"Kiya ngajak aku, katanya juga Chandra mau ngajak kamu soalnya dia kelebihan tiket. Setiap orang cuma boleh bawa tiga tiket dan Chandra masih ada sisa enam tiket. Mau dikasih ke kita kalau misal mau ikut."

"Kok tanganmu dingin?"

Areta berdecak karena Daffa malah bicara hal yang lain. "Habis nyuci."

"Piring?"

"Baju." Kata Areta. "Itu tadi gimana, kok. Sukanya gitu kamu, kalau udah kayak gini biasanya nggak mau, nggak setuju."

"Emang."

"Aaahhh..." Areta merajuk. "Aku mau ikut jalan santai."

Kini Daffa menarik diri, menurunkan tubuhnya agar kepalanya bisa sejajar dengan perut buncit istrinya. Memegang di kanan-kiri permukaan perut sang istri lalu bicara,

"Dek, ini Papa bukan mau nyalahin kamu, kok. Papa sayang banget sama kamu, tapi semenjak kamu ada disini... ada di dalam sini... Mama kamu itu jadi agak nyebelin." Daffa mengecup singkat perut sang istri. Membuka bajunya dan mengendus pusarnya menggunakan hidung. "Gampang ngambek, terus gampang marah, ngidamnya—beuh—aneh-aneh. Sukanya bikin Papa ngelus dada terussss."

Areta menahan tawa sambil mengusak gemas rambut Daffa.

"Ini Papa nggak tau, ya. Mama beneran ngidam, atau cuma mengatasnamakan kamu biar kemauannya dituruti buat menguji kesabaran Papa. Tapi Papa jadi gemes tau nggak. Pernah Papa disuruh ngemut lolipop seharian, pokoknya kalau habis harus buka lolipop lain lagi terus diemut. Terus, Dek, ya, Papa kan nggak suka strawberry, disuruh dipaksa makan yoghurt rasa itu. Mama ngajak nonton konser idola, kalau di Purwokerto atau Jakarta konsernya oke, Papa turutin, pesan tiket yang seating. Tapi konsernya tuh di Australia, Dek. Papa syok!"

𝐀𝐧𝐨𝐭𝐡𝐞𝐫 𝐉𝐨𝐮𝐫𝐧𝐞𝐲; 𝐖𝐢𝐭𝐡 𝐇𝐢𝐦Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang