61

108 13 8
                                    

61| Lost Something Precious

———

Begitu taksi yang ditumpanginya tiba di rumah sakit, Daffa bergegas membopong tubuh Areta yang sudah terkulai lemas. Meninggalkan ibu mertuanya bersama Bintang yang masih harus membayar ongkos taksi mereka. Daffa berjalan dengan langkah cepat dan lebar, mencari petugas yang akan segera menolong istrinya. Untungnya, satu perawat yang tengah melintas di depan receptionist melihat. Daffa menjelaskan cepat kronologinya dan Areta langsung mendapat pertolongan pertama. Beberapa saat setelah itu, brankar kosong tiba didorong oleh satu petugas laki-laki. Daffa meletakkan tubuh istrinya dengan perlahan, lalu mulai mengikuti kemana brankar itu di dorong.

Ibu mertuanya sudah ada disana. Ikut bersamanya menunggu di depan ruang ICU. Wanita itu tampak sesekali menenangkan cucu laki-lakinya yang tampak kebingungan, merasa tidak familiar dengan suasana rumah sakit. Tapi untungnya, si kecil tidak merengek dan menangis. Hanya diam sambil matanya jelalatan melihat ke sekelilingnya, juga tangannya yang memilin pasmina yang neneknya kenakan.

Kaki Daffa terasa begitu lemas. Tangannya masih gemetaran. Ritme jantungnya sangat cepat tidak beraturan. Ditambah noda darah menempel di kaos putih yang melekat ditubuhnya. Darahnya lumayan banyak, membuat siapa saja yang tidak tahu mungkin berasumsi kalau Daffa habis terkena luka tusukan di area perut. Pandangan Daffa kosong, pikirannya melayang pada hal-hal negatif yang mungkin saja bisa terjadi.

"Papa?"

Daffa mendongak lemas menatap wajah sang anak. Sungguh, rasanya ia pengen banget menangis. Tapi ia tahan karena harus kuat dan optimis.

"Papa? Lah.. lah.." Sambil menunjuk pada kaos yang dipakainya. Mungkin bermaksud memberitahu bahwa kaosnya berwarna merah-merah.

"Sampai nggak kepikiran bawain kamu jaket. Ditutup pakai selendangnya Bintang aja mau, Daf?" Ujar Feira gusar.

"Nggak usah." Balas Daffa lalu menghela nafas panjang. "Daffa takut, Bunda."

"Harus tetap kuat, ya? Sambil terus berdoa." Feira mengusap bahu sang menantu dengan iba, walau jujur dirinya pun juga sama takutnya.

Perdarahan Areta kali ini lumayan banyak. Bisa dilihat dari bekasnya yang menempel di baju Daffa. Sebelumnya tidak pernah sebanyak ini. Sungguh, itu membuat Daffa panik cemas bukan main.

Daffa terus merapalkan doa untuk istrinya. Ia ingin Areta sembuh. Ia ingin Areta tidak lagi merasa kesakitan. Rintihannya tadi, terlihat sangat menyakitkan. Daffa tidak mau melihat itu lagi. Hingga beberapa saat kemudian, dokter dan satu perawat muncul setelah pintu ruang ICU terbuka.

"Dengan keluarga pasien yang mengalami perdarahan?" Tanya dokter tersebut, dan mereka langsung mengangguk.

"Benar. Bagaimana, Dokter? Istri saya baik-baik saja, kan? Anak kami aman, kan?"

"Sebelumnya sudah ada rekam medis pasien yang bersangkutan, dan dalam rekam medis tersebut dinyatakan bahwa pasien bernama Areta Zayba Almira mengalami solusio plasenta pasca kecelakaan. Itu membuat plasenta salah satu janin terlepas dari perlekatannya dan rentan mengakibatkan perdarahan."

"Saya sudah tau itu, Dokter. Langsung saja, keadaan istri saya gimana?" Daffa bertanya tak sabaran.

Dokter tersebut menarik nafas panjang. Membuat Daffa menggigit bibir bawahnya kuat-kuat yang sudah mulai bergetar.

𝐀𝐧𝐨𝐭𝐡𝐞𝐫 𝐉𝐨𝐮𝐫𝐧𝐞𝐲; 𝐖𝐢𝐭𝐡 𝐇𝐢𝐦Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang