51

122 13 7
                                    

51| Yash, It Worked!

———

"Sumpah, sori banget ya, Beb. Gue nggak tau kalau suami gue tiba-tiba ada dinas keluar dan gue harus ikut."

"It's okay.. lagian Bintang juga nanti siang udah boleh pulang, kok."

"Si Diki emang kayak tahu bulat dia. Apa-apa dadakan."

Areta tergelak ngakak mendengar gerutuan Ailyn. Ya, sebelumnya Ailyn bilang mau datang ke Purwokerto buat temu kangen. Sekalian jenguk Bintang yang sedang opname di rumah sakit. Tapi, karena suami sahabatnya itu dapat perjalanan dinas secara dadakan kayak tahu bulat, terpaksa Ailyn membatalkan pergi ke Purwokerto.

"Si Doka si Diki, suami lo itu."

"Hehe, mumpung nggak ada orangnya." Areta berdecak kecil mendengar itu. "Besok, deh, setelah Diki selesai dinas, kalau ada waktu gue main ke sana, ya?"

"Iyaaa, pintu rumah gue—eh, pintu rumah Daffa, ding—wkwkwk... selalu terbuka untuk lo kapan aja. Sekalian ajak anak-anak lo, liburan kita nanti."

"Siap, agendakan aja dulu, Ret. Well, nanti sambung lagi, ya. Gue harus prepare soalnya flight nanti malam. Gue belum packing sama sekali soalnya. Belum ngurusin duo precil."

"Haha—oke, oke. Take it easy. Salam ya buat suami lo."

"Oke."

Huft, Ailyn batal bertandang ke Purwokerto. Padahal aslinya Areta sudah menyiapkan segala sesuatunya termasuk kulineran bareng. Mengingat dulu sewaktu kuliah mereka doyan sekali hunting jajan di waktu-waktu senggang. Tapi ya bagaimana, kadang realita tak sejalan dengan ekspektasi.

Areta sapukan pandangan mencari remote AC. Benda itu tergeletak di atas meja di depan sofa. Ia berdiri, melangkah untuk mengambil benda ringan itu. Hanya agar ia bisa mematikan air conditioner karena kasihan melihat suaminya yang tidur meringkuk di atas kasur di sebelah Bintang — anak itu juga tengah asyik berkelana dalam alam bawah sadar.

"Dua cowok kesayangan Mama. Bobo yang nyenyak, ya." Bisiknya.

Areta tersenyum penuh arti melihat bagaimana lengan kekar sang suami memeluk lembut tubuh Bintang yang mungil. Tubuhnya meringkuk miring, kepalanya menempel di sisi pipi anaknya. Sangat menggemaskan.

Agak kasihan sih, sebenarnya si Areta. Suaminya itu selama tiga hari ini selalu tidur di sofa. Tidak pernah mau kalau disuruh gantian untuk tidur menemani Bintang di kasur dan dirinya yang akan menggantikannya tidur di sofa. Padahal, dua hari kemarin setiap siang juga Daffa sudah disibukkan dengan kerjaan di kantor. Benar, Daffa tidak izin bekerja. Cowok itu tetap berangkat dan hanya dirinya yang izin mengajar. Makanya, mumpung sekarang hari sabtu dan Daffa libur kerja, Areta menyuruh suaminya itu tidur dengan nyaman diatas kasur.

tok tok tok

"Masuk."

Ternyata, yang datang adalah Bapak dan Ibuk.

"Walah, lha kok bapak ne anjog melu-melu dadi pasien." Cetus Dimas saat melihat anak cowoknya tidur di atas brankar.

(Astaga, lha lok bapaknya juga ikut-ikutan jadi pasien).

"Jadi pulang hari ini, nduk?" Tanya Isma seraya meletakkan kantong plastik di atas meja.

"Jadi, Buk. Habisin infus dulu katanya. Paling habis dzuhur, kata susternya." Jawab Areta, lalu menyalami tangan kedua mertuanya.

"Alhamdulillah, Bintang nggak lama-lama di rumah sakitnya."

Areta tersenyum. Ia juga lega.

"Jyan, raine mbok'an plek ketiplek ngono loh, Buk." Ujar Dimas lagi. "Daffa cilik si persis Bintang banget, nduk. Mripat e, bibir e, pipi bakapo ne, sak kabehane kuwe."

𝐀𝐧𝐨𝐭𝐡𝐞𝐫 𝐉𝐨𝐮𝐫𝐧𝐞𝐲; 𝐖𝐢𝐭𝐡 𝐇𝐢𝐦Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang