55

111 12 10
                                    

55| He Knows It Already

———

"Ada masalah apa sih, lo, anjrit?!" Rutuk Aji pada teman seperjuangannya dalam kerjaan itu. "Empat hari yang lalu deadline nggak kekejar. Sekarang, motoin klien aja butuh beberapa kali take nggak kayak biasanya."

"Gue khawatir, tapi ya setuju sama Bang Aji, sih." Putra ikut-ikutan nyahut. "Kenapa sih, Mas Daf? Konflik rumah tangga?"

Benar, konflik rumah tangganya dengan Areta membuat Daffa tak bisa fokus pada pekerjaannya. Deadline yang disinggung Aji empat hari yang lalu tidak selesai, padahal dia sudah dipasrahi karena saat itu Aji ada job lapangan dan minta tolong padanya. Lalu, seharian ini dia ada kerjaan memfoto klien untuk sebuah acara juga gagal fokus terus, berakhir harus take berulang kali dan membuang-buang waktu.

Harusnya, mereka bisa pulang sebelum maghrib tadi. Tapi gara-gara Daffa, mereka jadi pulang mendekati isya.

"Sori. Suntuk banget gue sejak kemarin."

"Ada apa, sih?"

"Kayak yang tadi Putra bilang, Bang. Konflik rumah tangga."

"Astaga." Aji berdecak kecil. Lalu menepuk keras pundak rekan kerjanya itu. "Emang kalau udah menyangkut masalah eksternal bisa bikin kerjaan nggak mulus, tapi seenggaknya coba pisahin masalah pribadi sama kerjaan, deh. Bukannya gue nggak prihatin, tapi yang rugi nggak cuma kita, bro. Lo juga. Capeknya jadi double."

"Sori."

Aji terkekeh pelan. "Gue doian masalah lo sama Areta cepet kelar."

"Thanks."

Sampai kantor jam delapan malam, Daffa lanjut langsung pulang ke rumah. Hp nya mati kehabisan baterai. Entah apakah Areta mengiriminya pesan atau tidak, dia tak tahu. Yang jelas, seharian ini mereka tidak saling tukar chat.

Sampai di rumah jam setengah sembilan. Agak lega, karena motor istrinya sudah terparkir apik. Dari teras, Daffa bisa mendengar suara tangis anak cowoknya yang melengking keras.

"Assalamualaikum." Salamnya ketika memasuki rumah.

"Waalaikumsalam."

Suaranya dari arah ruang keluarga. Disana, Areta tengah menggendong Bintang yang terus meronta dan terus menangis.

"Adek kenapa?" Tanyanya pelan.

"Nyariin papa nya nggak pulang-pulang. Di chat nggak dibalas. Di telpon nggak diangkat. Anaknya rewel manggil papa nya terus. Tapi yang dicari malah ngilang nggak jelas."

Daffa diam saja meski nada suara istrinya meninggi dan tersirat kejengkelan yang besar. Dia meletakkan tas ranselnya di atas meja makan. Mencuci tangan sebentar di wastafel dapur, lalu mencoba mengambil alih tubuh anaknya dari gendongan sang istri.

"Uluh, uluh, uluh, Papa minta maaf, ya? Nungguin Papa ya Adek?" Daffa melenggang begitu saja naik ke lantai dua. Tujuannya adalah rooftop atas. Meninggalkan Areta tanpa sepatah katapun. "Papa ada kerjaan di luar kantor tadi, Dek. Pulangnya jadi malam. Adek kangen Papa, iya?"

𝐀𝐧𝐨𝐭𝐡𝐞𝐫 𝐉𝐨𝐮𝐫𝐧𝐞𝐲; 𝐖𝐢𝐭𝐡 𝐇𝐢𝐦Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang