53

117 11 8
                                    

53| A Sign

———


Dalam kurun waktu empat tahunan ini, Areta memang sudah beberapa kali memotong rambutnya yang panjang jadi lebih pendek. Menurut Daffa, wanita itu lebih cantik kalau rambut panjang, sih. Kebiasaannya yang selalu mencepol dengan gaya messy bun sungguh cocok dengan wajah kecilnya. Namun, Daffa juga tak bisa mengelak kalau mau rambut panjang ataupun pendek, wanita yang sudah menjadi istrinya selama empat tahun itu akan selalu terlihat cantik dimatanya.

Biasanya, kalau potong rambut paling pendek masih dibawah bahu. Ya... sebatas punggung atas, lah. Namun kali ini, sejak Areta bilang nau potong rambut karena alasan gerah di malam sebelumnya, Daffa tak mengira kalau Areta memutuskan untuk dipotong sebatas bahu. Bukan jenis potongan flat kayak dora. Kalau yang dari Daffa dengar saat tadi Areta request, wanita itu mau rambutnya dipotong sebahu dengan gaya potong berlapis dan tetap diberi kesan gelombang. Karena memang dasarnya sudah bagus, mau diapakan juga kayaknya tak akan berpengaruh banyak. Apalagi, kali ini Areta juga meminta untuk dibuatkan poni tipis-tipis di kedua sisi wajahnya.

Saat acara potong-memotong rambut usai tadi, ketika Areta bertanya padanya bagaimana hasil potongan rambutnya, Daffa hanya bisa membalas, "Cantik." Dan respon wanitanya langsung tersenyum lebar tanda puas dengan jawabannya.

Juga, tadinya ia ingin potong sekalian - karena salon yang mereka datangi adalah jenis salon yang bisa didatangi oleh pelanggan pria maupun wanita — ketika ia merasa rambutnya sudah gondrong dan butuh dipotong, namun Areta justru langsung menolak tanpa pikir dua kali. Saat ia tanya, jawabannya, "Aku suka rambut gondrong kamu. Jangan dipotong dulu, ya?"

Heran, tapi Daffa memilih menurut.

"Mau nyicil apa dulu, yang?"

Daffa tersentak ketika Areta menghentikan langkahnya tiba-tiba dan berbalik menghadapnya.

"Ya?"

"Hayo! Ngalamunin apa kamu?"

Daffa meringis lalu menggeleng. "Aku serahin semua ke kamu, deh, buat perabot."

"Oke. Tapi boleh nggak, kalau di beberapa ruang dikasih chandeliar. Kayak di ruang tamu, ruang keluarga, atau dapur gitu? Yang simpel dan minimalis aja, nggak usah yang wow kayak rumah sultan."

"Boleh, di kamar nggak sekalian dikasih?" Tawarnya.

"Nggak usah. Terus, biar nggak terlalu boros nantinya, AC nya dua aja. Satu di ruang keluarga, satunya lagi di kamar kita. Sisanya kita pakai kipas angin gantung aja. Gimana?"

"Oke. Aku pilihin meja kerja yang kecil aja, ya? Buat ngedit-ngedit foto kalau di rumah. Yang kecil aja." Pinta Daffa.

"Oke. Nanti meja kita sebelahan penataannya. Jadi kalau lagi sama-sama ada kerjaan di rumah, bisa tetap dekatan."

Daffa tersenyum geli. "Kalau nggak lagi di tempat umum kayaknya aku udah jadi vaccum cleaner, deh, yang."

"Mesum!"

"Tapi suka kan, kalau aku cosplay jadi vaccum cleaner?" Godanya, alisnya naik-naik tengil.

"Yaaa... nggak bisa bohong, sih, wkwkwk."

𝐀𝐧𝐨𝐭𝐡𝐞𝐫 𝐉𝐨𝐮𝐫𝐧𝐞𝐲; 𝐖𝐢𝐭𝐡 𝐇𝐢𝐦Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang