57

102 11 5
                                    

57| Uncommon Dream
———

Yang tiba di rumah lebih dulu adalah Areta, berkat laju kecepatan motor yang tak kira-kira. Areta tahu itu terlalu beresiko dan bisa saja menambah masalah baru kalau dia sampai jatuh tadi, tapi Areta tetap Areta, kan? Sosok wanita yang keras kepala dan sedikit ceroboh. Coba saja Daffa tahu, pasti wanita itu akan habis dengan omelan suaminya itu — paling parah, cowok itu akan kembali kalap akan kemarahan.

Sambil memegang perutnya yang sudah membesar, Areta bergegas masuk ke dalam rumah dan langsung bisa mendengar suara tangis anaknya walau samar-samar. Tujuannya adalah ruang keluarga, dan memang anaknya ada disana bersama Hanna.

"Assalamualaikum."

Hanna sang pengasuh Bintang pun menjawab dengan penuh kegelisahan. "Waalaikumsalam."

"Gimana Adek, Han?"

"Saya coba melakukan pertolongan pertama biar darahnya berhenti keluar, Bu, bekal baca dari internet. Alhamdulillah, sekarang udah berhenti mimisannya."

Jawaban Hanna sangat melegakan hatinya. "Alhamdulillah." Areta menghela nafas lega sambil mengambil alih tubuh anaknya. "Adek nggak papa, kan, Dek? Nggak sakit, kan?"

Areta mengusap pelan kepala dan dahi sang buah hati. Bintang masih sesekali sesenggukan, tapi kayaknya hanya sisa sedu-sedannya saja. Wajahnya sangat me-merah tanda tadi sudah banyak menangis. Dan matanya terlihat begitu sarat kelelahan. Areta kecup sayang dahi anaknya, lalu ia peluk lembut sambil tetap berdiri.

Saat itulah, Daffa akhirnya tiba di rumah. Tapak langkahnya jelas sekali terburu-buru. Dan memang iya, wajah cowok itu juga sarat kepanikan begitu sampai di ruang keluarga.

"Adek gimana, yang? Jatuh gimana sampai mimisan nggak berhenti-berhenti? Masih mimisan ini sekarang?"

"Udah berhenti kata Hanna."

Hanna hanya mampu berdiri dalam diam dengan perasaan bersalah dan takut. Gadis itu merasa bersalah karena lalai akan tanggung jawabnya menjadi seorang pengasuh. Namun, juga takut kalau-kalau akibat kejadian ini dirinya akan di pecat ketika baru dua bulan bekerja. Sungguh, dia sangat membutuhkan pekerjaan ini.

"Hanna, lain kali lebih hati-hati lagi bisa, ya? Saya percaya kamu nggak akan sengaja melakukan ini ke Adek." Ujar Daffa.

"Sekali lagi saya minta maaf, Pak, Bu. Maaf karena lalai. Tapi saya minta, izinkan saya tetap kerja disini ya, Pak, Bu. Saya butuh pekerjaan ini." Hanna menatap penuh harap kepada Daffa dan Areta.

"Kamu nggak akan saya berhentikan. Asal kejadian seperti ini atau yang lebih parah dari ini jangan sampai terjadi lagi." Balas Daffa.

"Baik, Bapak. Saya akan lebih baik lagi jagain Bintang. Terimakasih banyak, Pak."

"Yasudah, karena kita sudah ada di rumah, kamu bisa pulang sekarang. Kembali lagi besok pagi ya, Hanna."

"Baik, Pak Daffa." Hanna tersenyum tipis. "Kalau begitu saya pamit pulang dulu. Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Sepeninggal Hanna, Daffa menatap istrinya teduh dan mengangguk menenangkan. Ia tahu, istrinya pasti sedikit kesal kepada Hanna karena sudah membuat anak mereka terluka. Tapi Daffa yakin, ini bukan suatu kesengajaan. Dan yang namanya musibah bisa datang kapan saja, kan? Termasuk apa yang Bintang alami hari ini. Meski maunya, ya jangan sampai musibah datang kepada keluarha mereka.

𝐀𝐧𝐨𝐭𝐡𝐞𝐫 𝐉𝐨𝐮𝐫𝐧𝐞𝐲; 𝐖𝐢𝐭𝐡 𝐇𝐢𝐦Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang