20

126 11 5
                                    

20| Still Negative

———

Pokoknya, rasa rindu ingin bertemu dengan sang suami sudah berada di level paling tertinggi. Waktu berlalu dengan sangat lambat, dan itu membuat Areta sering kali merasa sedih karena saking kangennya. Tentu saja, selama hampir dua tahun ini Daffa akan beberapa kali datang dari Purwokerto ke Jakarta hanya untuk melepas kangen. Tapi setiap datang pun waktunya juga tidak lama. Paling lama tiga hari, tidak pernah lebih dari itu, dan itu terjadi biasanya setengah tahun sekali.

Rasanya ingin marah, juga merasa bersalah. Karena dirinya tidak bisa sesering itu mengunjungi Daffa ke Purwokerto seperti ucapannya dulu karena setiap ada waktu liburan, dirinya pasti akan disibukkan dengan segala urusan terkait pekerjaan sebagai dosen. Yang didapuk sebagai perwakilan kampus mengunjungi seminar di luar kota, lah. Yang harus mengisi beberapa kuliah umum di kampus, lah. Pun kadang masih suka mengajar kelas karyawan dari sore sampai malam hari, meski tidak setiap hari juga. Itu yang membuat Areta hanya bisa satu kali saja pergi ke Purwokerto selama hampir dua tahun ini. Belum lagi, ketika waktunya liburan semester pun dirinya juga disibukkan dengan harus membuat daftar silabus untuk semester selanjutnya.

Ternyata, kehidupannya sebagai dosen cukup sibuk juga.

Ada kalanya Areta sampai menangis saat melakukan sleep call dengan sang suami. Tidak bilang apa-apa selain 'kangen', berakhir mereka hanya saling tatap-tatapan tanpa berkomunikasi. Areta tidak tahu apakah Daffa juga merasakan hal yang sama seperti dirinya, tapi yang jelas, dia ingin lekas menyelesaikan kontrak itu dan mengurus persyaratan pindah home base mengajar.

Satu bulan lagi, masa kontrak kerjanya akan berakhir. Tapi rasanya Areta sudah tidak punya semangat karena bayang-bayang suaminya selalu datang. Kepikiran, apakah disana Daffa baik-baik saja? Dan jujur, Areta takut kalau mertuanya disana selalu menyudutkan Daffa karena dirinya yang tidak bisa mengurus suami dengan benar.

Hari ini Areta libur, karena bertepatan dengan hari minggu. Dan yang Areta lakukan sekarang adalah memindahkan pakaian yang sudah ia giling di mesin cuci ke dalam bak ember karena ingin ia jemur di depan rumah. Sebelum akhirnya adik laki-lakinya datang dari lantai atas dengan kaos oblong dan celana kolor.

"Gas nya udah jadi diganti belum?" Tanya Azril.

"Belum. Tolong ganti ya, nanti habis jemur baju gue masak buat makan siang."

Azril tidak menjawab secara oral, namun tindakannya yang langsung menuju tempat gas dan menggantinya sudah menjadi jawaban.

Selesai menaruh semua baju di ember, Areta pun siap untuk mengangkat bak ember itu. Namun, entah karena akhir-akhir ini dia sering banget merasa lemas tanpa sebab yang jelas, belum juga terangkat sempurna ember itu tangan Areta sudah lemas duluan dan membuat ember itu gagal terangkat dan membuat bajunya berserakan di atas lantai.

Mendengar suara ember jatuh pun Azril buru-buru menunda kegiatannya mengganti gas dan menuju ke sumber suara gaduh.

"What the heck—kenapa jadi kayak kapal pecah gini tempat laundry nya." Ujar Azril. "Lo sakit, ya?"

"Nggak tau, deh, lemes banget gue sejak tadi pagi." Jawab Areta.

Akhirnya, Azril memilih untuk membantu kakaknya dulu membawakan pakaian bersih itu ke depan teras. Agar kakaknya tidak susah payah mengangkat ember.

𝐀𝐧𝐨𝐭𝐡𝐞𝐫 𝐉𝐨𝐮𝐫𝐧𝐞𝐲; 𝐖𝐢𝐭𝐡 𝐇𝐢𝐦Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang