10

173 13 4
                                    

10| Sweetest Person

———

Ketika bangun di pagi subuh, hal pertama yang Areta lihat begitu membuka mata adalah sosok laki-laki yang masih berada di alam bawah sadar, tertidur pulas dengan suara dengkuran halus yang samar terdengar. Daffa, apa memang kebiasaannya atau bagaimana, kenapa lelaki itu selalu terlihat begitu menggemaskan ketika tidur? Selimut berperan apik dalam membungkus tubuhnya sampai batas leher. Miring meringkuk dengan salah satu lengannya yang memeluk tubuhnya. Areta terkekeh, baru benar-benar percaya kalau kemarin itu memang mereka berdua telah sah menjadi pasangan suami dan istri.

Hari ini mereka akan berada dalam perjalanan panjang. Dari Jakarta menuju Purwokerto, lalu besok akan dilaksanakannya lagi resepsi adat Jawa. Tidak banyak jumlah anggota keluarga Areta yang ikut kesana. Hanya keluarga inti — berarti itu ada Ayahnya, Bundanya, Azril, dan juga si kecil Jean —, dan ditambah keluarganya Doyoung. Oma, Opa, dan Yangti memilih untuk tidak ikut karena perjalanan panjang akan melelahkan bagi tubuhnya yang sudah renta dan tua. Jadilah, mereka hanya menyuruh seluruh anggota keluarga Doyoung dan Sherrin beserta ketiga anaknya yang turut datang sebagai perwakilan keluarga mempelai wanita.

Sebenarnya Jeno dan Dinda juga ingin ikut, tapi tiba-tiba Jeno ada dinas keluar kota secara mendadak dan mengharuskannya untuk pergi. Jadi, Jeno absen dan terpaksa tidak jadi ikut ke Purwokerto.

Kembali pada dua insan yang masih saling memeluk, Areta melihat pada jam digital di atas nakas. Jam empat lebih tiga puluh menit, waktunya sholat subuh. Ia tepuk pipi Daffa pelan, yang tidak perlu membutuhkan waktu lama lelaki itu mulai mengerjapkan mata.

"Subuh, sholat." Bisik Areta.

"Dingin banget nggak, sih?" Daffa menjawab malas dengan suara yang terdengar raspy, malah sibuk semakin meringkuk dan membawa tubuh Areta masuk ke dalam dekapannya.

Ah, benar. Areta ingat, dulu saat mereka masih awal-awal kenal — lebih tepatnya saat mereka lagi makan bakso aci di Purwokerto — Daffa pernah bilang kalau dirinya tidak kuat dingin. Bukan literally, sih, hanya saja lelaki itu sempat menanggapi ucapan Areta yang katanya tidak tahan panas yang dimana ketika tidur harus turn on AC atau kipas angin, lalu Daffa menanggapi dengan kalimat yang intinya kalau dia jadi Areta, maka di keesokan harinya dia pasti sudah minta kerokan kepada ibunya. Apa ini juga alasannya kenapa Daffa selalu tidur meringkuk?

"Biasa aja buat aku, tapi kayaknya kamu belum terbiasa." Balas Areta, tangannya mulai mengelus punggung Daffa. "Bangun, gih. Sholat dulu."

"Lima menit. Menyesuaikan suhu dulu."

Areta mengalah. Membiarkan Daffa masih asik bergelung selimut selama beberapa menit.

"Nanti ke Purwokerto nya cuma bawa diri aja kan, ya?" Ujar Areta tiba-tiba.

"Bawa diri aja gimana? Emang kamu nggak mau ganti baju disana?"

"Ya maksudnya, segala sesuatu untuk resepsi udah dari sana gitu."

"Ohh, iya."

"Ayah kemarin ada bilang ke kamu nggak, mau berangkat jam berapa?" Tanya Areta, sedikit menarik mundur tubuhnya membuat Daffa lantas membuka mata, masih terlihat sangat sayu.

Daffa menggeleng lemah. "Nggak."

"Okedeh, kayaknya nggak mungkin terlalu siang juga karena acaranya besok pagi. Jadi mending kamu wudhu sekarang, mandi sekalian juga nggak papa. Ada water heater kan, jadi nggak akan kedinginan. Terus sholat, nanti gantian aku yang mau mandi."

𝐀𝐧𝐨𝐭𝐡𝐞𝐫 𝐉𝐨𝐮𝐫𝐧𝐞𝐲; 𝐖𝐢𝐭𝐡 𝐇𝐢𝐦Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang