11

11K 609 7
                                    

Bara menggeram, melemparkan ponselnya ke sembarang arah. Ia begitu frustasi karena semenjak malam reuni itu, Annara tak pernah membalas pesannya bahkan sekarang tak bisa di hubungi. Ia yakin kalau si Darrendra itu telah memblokir nomornya dari ponsel Annara.

Tak hanya itu, setiap ia pulang bekerja ia selalu menyempatkan diri untuk datang ke restoran Annara, berharap bisa menemui gadis itu. Namun nihil, semua karyawan yang pernah ia tanya selalu mengatakan kalau Annara hanya datang sebentar dan tak menentu karena sibuk menyiapkan pernikahan.

Teringat sesuatu, ia mengambil undangan yang di berikan Darren pada malam itu. Ia membaca dengan seksama kapan tanggal dan dimana tempat di adakannya resepsi pernikahan mewah mereka.

"Sial, tinggal lima hari lagi!" Teriaknya marah.

Sepertinya Darrendra cukup pintar dan bertindak cepat. Terbukti dari ucapannya di awal yang mengatakan bahwa pernikahan mereka masih dua bulan, kemudian dia mengatakan akan kemungkinan di majukan menjadi satu bulan padanya. Lalu saat reuni, tiba-tiba saja pria itu memberikan undangan dan mengatakan pernikahan mereka hanya tinggal 2 minggu!

"Apa aku harus berperan menjadi Rahwana yang menculik Dewi Shinta? Sepertinya itu cukup menarik," gumamnya tersenyum licik.

***

"Habis ini kemana lagi?" Tanya Annara pada Darren.

Mereka baru saja keluar dari butik untuk fitting yang terakhir. Walau tak menginginkan pernikahan ini, tapi Annara merasa bahagia saat melihat wedding dress nya yang sudah jadi itu begitu cantik dan mempesona.

"Hm, ke rumahku."

Annara menghela nafas pasrah. Sebenarnya mereka tidak terlalu sibuk mengurusi perintilan pernikahan, mereka hanya mencari cincin kawin serta fitting baju pengantin saja karena segala sesuatunya di urus oleh WO professional serta ibu mereka.

Namun Darren selalu saja menjemputnya ke rumah, dan mengajaknya kemanapun laki-laki itu pergi. Bahkan beberapa kali ia di ajak ke kantor Darren, di sana ia hanya makan dan tidur di ruangan khusus milik pria itu.

Jika tidak di kantor, Darren akan mengajaknya ke rumah. Itu lebih baik karena setidaknya ia bisa nonton drakor dengan bunda Alya atau bermain bersama Darrial, seperti saat ini.

"Kayak bocil, dasar!"

Darrial dan Annara tak menggubris ledekan Darren, mereka masih asyik bermain ular tangga. Sedangkan Darren hanya guling-guling di karpet karena merasa bosan di abaikan oleh mereka. Selalu saja seperti ini, jika ia mengajak Annara ke rumah pasti gadis itu lebih sering bersama bundanya atau adik laknatnya.

Yah, mau bagaimana lagi. Itu lebih baik daripada membiarkan Annara berada di rumah atau di restoran, yang membuat si Bara itu bisa menemuinya. Ah, ngomong-ngomong soal Bara, Darren jadi terkekeh sendiri saat mengingat ia diam-diam memblokir kontak pria itu dari ponsel Annara. Bahkan sepertinya Annara sendiri pun tidak sadar, karena gadis itu termasuk orang yang jarang berkirim pesan dengan orang lain.

"Adek mandi sana! Udah sore juga." Darren tersenyum paksa sambil melotot pada Darrial, ia ingin adiknya itu segera enyah dari sini agar ia bisa ngobrol dengan Annara.

Tak mendapat tanggapan, Darren melirik bundanya yang duduk santai sambil membaca majalah di sofa. Ia mencolek kaki bundanya, lalu mengkode untuk mengusir Darrial dari sana dengan dagunya.

"Iya-iya, adek mandi. Dasar anak bunda, tukang ngadu," sindir Darrial lebih dulu sebelum bundanya membuka suara.

Walaupun tak terlalu paham namun Annara ikut terkekeh melihat interaksi mereka.

ANNARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang