"Permisi pak, bu, mas, mbak."
Ayah Denny meletakkan garpu dan sendoknya, lalu menoleh kepada satpam rumahnya yang tengah berdiri tak jauh dari meja makan.
"Ada apa pak?" Tanya bunda Alya.
Satpam rumah bernama Slamet itu tersenyum canggung, dan berjalan mendekat ke arah Annara dan Darren yang duduk berdampingan.
"Maap kalau saya mengganggu, tapi saya mau kasih ini ke mbak Annara," ucap pak Slamet seraya menyerahkan kotak kado berpita pink di tangannya.
Annara menatap Darren dan kedua mertuanya bergantian.
"Buat saya pak?" Tanyanya menunjuk diri sendiri dengan tangan di depan dada.
Pak Slamet mengangguk. "Iya mbak Anna. Semalam katanya satpam komplek, ada kurir yang kirim paket ini buat mbak Anna. Tapi karena sudah tengah malam, sama pak satpam dia nggak boleh masuk, jadi dititipkan," jelasnya dengan logat medok khas orang Jawa.
Annara menerima kotak kado itu ragu ragu karena tidak ada nama pengirimnya.
"Nah, sama satpam komplek dititipin ke saya tadi pagi mbak. Ngapunten nggih, tadi sebenarnya sudah mau saya kasihkan ke bapak atau ibu biar di simpan, tapi karena saya tinggal ke dapur sebentar buat bikin kopi jadinya lupa," tambah pak Slamet.
Ayah Denny terkekeh. "Santai saja pak, sudah hafal saya tuh kalo bapak Slamet Riyadi ini daya ingatnya cuma 5 watt," candanya.
Pak Slamet cengengesan, tangannya menggaruk rambut belakangnya yang tak gatal. "Yasudah kalau gitu, saya permisi dulu semuanya."
Setelah pak Slamet pergi, mereka kembali melanjutkan acara makan yang sempat tertunda. Annara menaruh kado itu di kursi kosong di sampingnya.
Berbeda dengan Annara yang sudah kembali fokus pada makanan, Darren justru menaruh perhatian lebih pada kotak kado itu yang sejak awal membuatnya curiga.
Dalam setiap gerakannya memasukkan suap demi suap makanan ke dalam mulut, matanya sesekali mencuri pandang ke arah kotak kado yang terhalang oleh badan Annara itu dengan tajam.
"Nanti kita buka sama sama mas. Kamu fokus makan aja, jangan liatin itu terus," bisik Annara membuat Darren gelagapan.
***
"Kamu nggak ke kantor lagi sama ayah mas?" Annara bertanya pada Darren yang mengikutinya menaiki tangga menuju kamar.
Darren menggeleng. "Nggak. Kata ayah nggak papa, soalnya udah nggak ada yang penting," jawabnya santai.
"Lagipula kan ayah juga tau kalo kita mau beres-beres, ambil barang buat di bawa ke rumah."
Tak lagi menjawab, Annara mengangguk. Sembari berjalan, sesekali ia menimbang nimbang kotak kado yang ia bawa dan menebak apa isinya.
Annara itu tipe orang yang tidak mau meminta ini itu, baik pada orang tuanya atau orang lain. Namun, ia sangat suka jika di beri hadiah.
Tidak ada alasan spesifik, tapi baginya hadiah atau kado itu spesial, terlepas dari apapun isinya dan berapa harganya.
"Di buka Ann," titah Darren begitu mereka sudah masuk kamar.
Ia duduk di sisi ranjang, dan menunjuk kado yang masih di bawa Annara dengan dagunya. Ekspresi datar yang Darren tunjukkan, membuat Annara menatap suaminya itu heran.
"Nih kamu aja yang buka." Annara ikut duduk di samping Darren, lalu menaruh kotak kado itu di pangkuan Darren.
Darren menaikkan alis. "Itu punya kamu, buka aja," ucapnya seraya menoleh ke arah lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANNARA
RomanceSejak mengetahui perselingkuhan yang dilakukan sang ayah di belakang ibunya, Annara tak lagi mempercayai pernikahan. Kekecewaan yang teramat besar membuatnya menganggap bahwa laki-laki dan cinta hanya akan membawanya pada penderitaan. Namun sayang...