46

8.9K 486 25
                                    

"Albara Adhitama."

Mata Darren memicing begitu mendengar nama jelek itu di sebutkan. Ia melirik pintu ruangan dimana sang istri berada didalamnya sebentar, lalu melangkahkan kaki menuju ruang meeting.

Om Ezra yang menangkap gelagat tak mengenakkan dari atasannya menjadi was-was dan memutuskan untuk mengikuti Darren di belakang.

"Biar Darren sendiri om," pinta Darren yang di jawab anggukan Om Ezra.

Setelah atasannya itu masuk, om Ezra menutup pintu dengan menyisakan sedikit celah dan dan berdiri di depan agar ia bisa memantau.

Mendengar langkah kaki dari belakang, Bara yang tengah dilanda emosi langsung berdiri dari duduknya dan berjalan cepat mengayunkan kepalan tangannya pada wajah Darren.

Bugh

"Shit!"

Darren yang mendapat pukulan secara tiba-tiba itu mengumpat. Tubuhnya yang terhuyung dapat di tahan dengan baik oleh sekretarisnya yang entah sejak kapan ikut masuk.

"Apa yang anda lakukan, tuan Bara!" Om Ezra berteriak murka.

Pria itu maju, hendak membalas pukulan Bara sebelum Darren mencegah dengan menahan pundaknya.

"Dia sudah kurang ajar, Ren!" Protesnya pada sang atasan yang sudah ia anggap seperti putranya sendiri.

Darren mengusap sudut bibirnya yang berdarah, matanya melirik Bara yang menatapnya dengan penuh emosi dan kepalan tangan di sisi tubuh.

"Om boleh keluar. Darren bisa bales dia sendiri," ujar Darren dengan senyum tipis.

"Om akan pantau dari depan."

Setelah mengucapkan itu, om Ezra menatap tajam Bara sesaat lalu berjalan keluar dan kembali pada posisi semula.

"Apa yang membuat tuan muda Albara Adhitama menginjakkan kaki di sini dan berlagak seperti preman?" Darren tersenyum remeh.

Bara yang semakin tersulut emosi, mendekat dan meraih kerah kemeja Darren. "Apa yang lo lakuin sama perusahaan bokap gue, bangsat!!"

Ah, Darren sekarang mengerti. Ternyata pria bebal dan tak tahu diri seperti Bara itu bisa merasa ketakutan kehilangan sesuatu.

"Apa yang saya lakukan?"

Darren mengganti bahasanya menjadi formal. Tangannya menyentak tangan Bara hingga terlepas dari kerah kemejanya.

"Saya hanya membeli saham yang di jual oleh kolega bisnis saya. Bukankah itu hal yang wajar, pak Bara? Itu salah satu cara kerja sebuah perusahaan untuk mendapat keuntungan bukan?"

"Gue yakin lo emang sengaja mau ngerebut perusahaan bokap gue!!" Teriak Bara tak terima.

Darren terkekeh. "Bukankah RUPS akan dilakukan lusa pak Bara? Disitu nanti akan di putuskan juga siapa yang berhak memimpin perusahaan itu. Kalau kemampuan ayah anda mumpuni, dan para pemegang saham setuju, dia akan tetap memimpin," ucapnya santai.

"Tapi lo udah merebut saham mayoritas perusahaan bokap gue!!"

Kilat amarah di mata Bara, memberikan kepuasan tersendiri bagi Darren.

Bukankah dari awal pria itu sudah ia peringati untuk tak macam-macam pada Annara? Namun, dasarnya bebal tetap bebal.

Ia bukan orang jahat yang suka mengambil hak milik orang lain, tapi ia juga bukan orang yang terlalu baik hingga diam saja jika hak miliknya di usik.

Darren sadar, mungkin ia sudah terlalu jauh. Namun, ia sudah tak bisa mentolelir lagi tingkah Bara yang semakin kurang ajar pada istrinya. Apalagi pria itu secara terang-terangan menunjukkan ketertarikannya pada Annara di depan orang lain saat di pesta mertua Adhika.

ANNARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang