63

7.1K 357 32
                                    

Saat membuka mata, yang pertama kali Darren lihat adalah wajah sang istri yang masih tidur nyenyak menghadapnya. Ia sedikit linglung, dan mencoba mengingat kembali apa yang terjadi padanya kemarin.

Rentetan peristiwa mulai dari pertengkaran mereka di rumah, Annara yang tiba-tiba kesakitan, hingga ia yang kemudian mabuk tidak jelas.

Rekaman suara yang ia dengar dari ponsel sang ayah, masih bisa sedikit ia ingat. Hingga saat matanya kembali memandang wajah Annara, lebih tepatnya pada bibir merah muda itu, sekelebat bayangan tentang ciuman panas yang mereka lakukan semalam muncul begitu saja hingga membuat Darren tidak sadar meraba bibirnya sendiri.

"Oh iya, tangan."

Dengan pergerakan pelan, Darren menyibak selimut yang menutupi tubuh mereka sebelum mengambil tangan kiri Annara dan mengelusnya pelan.

"Maaf sayang," ucapnya seraya mengecup ringan punggung tangan istrinya yang sedikit bengkak.

Semalam, ciuman yang dilakukan Annara benar-benar membuatnya seperti hilang akal. Ia terlalu agresif hingga membuat jarum infus istrinya tertarik dan mengeluarkan banyak darah hingga harus dipindah pada tangan satunya.

Berbeda dengan dirinya yang cemas bukan main sampai hampir melompat dari bed untuk keluar memanggil dokter, Annara justru nampak tenang bahkan malah memeluk tubuhnya erat sambil menekan tombol di atas kepala mereka dengan santai.

"Udah bangun bang."

Suara lembut yang terdengar bersamaan dengan dokter dan perawat yang datang membuat Darren sedikit terkesiap.

Pria itu segera menggeser posisi dengan hati-hati agar istrinya tidak terganggu.

"Istri saya di periksa juga dok?" Tanya Darren saat dokter selesai memeriksa dirinya, dan suster tengah melepas jarum infus.

Dokter itu menggeleng. "Tidak pak, yang bertanggung jawab untuk menangani ibu Annara bukan saya. Mungkin sebentar lagi beliau akan visit juga," ucapnya ramah.

Setelah dokter dan perawat itu keluar, nyali Darren seketika menciut saat melihat tatapan mata sang bunda yang mengerikan. Ia mencoba menghindar dengan mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan, tetapi yang ia dapatkan malah tawa tertahan dari ayahnya yang sedang memakan sarapan, serta suara dengkuran yang saling bersahutan dari Darrial dan Janu yang tidur di kasur lantai.

Aish, sialan!! Semua ini gara-gara minuman Janu!

"Bun, dipanggil ayah tuh. Seret katanya, butuh minum." Darren menunjuk sang ayah dengan dagunya.

Bunda Alya berdecak. "Udah ada dispenser! Ayahmu bisa ambil sendiri," jawabnya sengit.

"Kamu mau minum juga? Udah bunda bawain sama kayak yang kamu minum kemarin. Mau berapa botol, huh?" Tambahnya sarkas.

Ibu dua anak itu benar-benar merasa kesal dengan kelakuan putra sulungnya kemarin. Bisa-bisanya membahayakan nyawa sendiri dengan minum alkohol sebanyak itu.

"Maaf bunda. Abang kemarin khilaf, nggak diulang lagi kok, janji." Darren meniru jurus puppy eyes andalan Annara dan mencium tangan bundanya.

"Kamu tuh ya bang, bener-bener! Bunda sebel banget sama yang namanya pemabuk. Nunggu bapak kamu bisa lepas dari alkohol aja udah kayak nunggu sapi bertelur, apalagi tau kamu mabuk kayak gitu. Apa bunda nggak khawatir kalo kamu mau ngikutin jejak bapakmu?"

Meski berasal dari keluarga old money dengan didikan tata krama yang ketat sejak kecil, nyatanya seorang Denny Devantara tetap seorang remaja yang tidak jauh dari kenakalan.

Berbagai kenakalan sudah pernah ia cicipi, terlebih lagi minuman keras.

Walau sudah berkali-kali mendapat masalah dan hukuman dari kenakalannya, ayah dua anak itu tak pernah kapok. Bahkan hubungannya dengan sang istri yang notabene seorang wakil ketua osis pada saat itu, tak bisa membuatnya berubah, apalagi berhenti meminum alkohol.

ANNARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang