16

11.9K 625 8
                                    

Dengan menghela nafas beberapa kali, serta pegangannya pada tas berisi bekal yang kian mengerat, Annara melangkahkan kaki dengan ragu ke dalam gedung perusahaan tempat suaminya bekerja.

Gadis itu memasang senyum dan mengangguk setiap kali ada yang menyapanya. Walau sebelum menikah ia pernah di ajak Darren kemari beberapa kali, tapi ia masih belum terbiasa.

Apalagi dengan sikap ramah beberapa karyawati yang pada awal-awal ia di gandeng Darren kemari menatapnya dengan sinis.

Tak butuh waktu lama, Annara sudah berada di lantai tempat ruangan Darren berada. Ia berhenti sejenak, menatap meja yang berada di depan pintu ruangan Darren yang kosong.

Kalau sekretarisnya tidak ada, apa Darren juga tidak ada di ruangannya?

Annara mengetuk ngetukkan kakinya yang terbalut flatshoes di lantai beberapa kali. Ia ragu, antara masuk ruangan Darren atau tidak.

Jika bisa, Annara lebih memilih untuk kembali pulang. Tapi nanti bunda pasti akan bertanya macam- macam padanya.

Pasalnya tadi Annara memutuskan untuk datang kemari karena bunda meminta tolong untuk membawakan bekal pada ayah sekalian. Bunda mengira kalau Annara akan mengantar makan siang untuk Darren, karena tadi Darren tak sempat makan siang sebelum berangkat.

Padahal sebenarnya Annara tak ada niatan sama sekali untuk mengantar makan siang pada Darren. Toh pria itu bisa memesan makanan dari luar, atau makan di luar.

"Anna."

Mendengar namanya di panggil, Annara memutar tubuhnya ke belakang. Lagi-lagi gadis itu tersenyum dan mengangguk, karena dua karyawan di belakang Darren menyapanya sebelum pamit pergi.

"Eh, mantunya ayah udah kesini aja." Ayah mertuanya itu muncul entah dari mana.

"Ini di suruh bunda buat nganter makan siang buat ayah. Eh masih makan siang nggak ya? Udah hampir jam 3 soalnya," ucap Annara sedikit mengangkat tas nya.

"Wah kebetulan ayah laper lagi, padahal udah makan siang sih."

Pria tua itu menyenggol pelan bahu putranya seolah mengejek. Darren menatap Annara dengan tangan yang di masukkan ke dalam saku celana.

"Ayah aja? Aku nggak?" Tanya Darren.

"Ada kok. Mau makan dimana yah?"

Darren berdecak sebal. Sebenarnya yang suaminya Annara itu dia atau ayahnya? Kok Annara malah perhatian ke ayahnya terus.

Lihat saja, si bapak tua itu kini malah menatapnya dengan tengil.

"Mana punya ayah nak? Ayah mau makan di ruangan ayah sendiri aja, takutnya nanti kalau di sini kepanasan." Pria itu menyindir putranya dengan puas.

Meski agak bingung, Annara mengangguk. Ia mengambil satu kotak bekal dan sebotol jus yang tadi di siapkan bunda, kemudian memberikannya pada ayah Denny.

"Dihabisin ya yah. Kata bunda kalau nggak habis nggak di masakin lagi," gurau Annara.

"Aduh, kamu ini perhatian banget. Ayah jadi serasa punya anak perempuan."

Tak ingin berlama-lama mendengar cerocosan sang ayah, Darren segera menarik tangan Annara menuju ruangannya tanpa permisi.

"Dasar. Sama Ayah sendiri aja cemburu."

***

Melempar jasnya asal, Darren mendudukkan dirinya di sofa seraya mengendurkan dasi yang terasa mencekik. Sementara Annara menggelengkan kepalanya, mengambil jas Darren untuk di taruh di gantungan.

ANNARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang