37

9.8K 610 25
                                    

Mama Shinta baru saja menapaki anak tangga ketika suara mesin mobil sang suami terdengar. Wanita yang akan pergi ke lantai atas itu mengubah tujuan, hingga kakinya melangkah ke arah pintu utama.

"Maaf ma, papa tadi lembur."

Wanita paruh baya itu hanya mengangguk tanpa menanggapi. Ia hanya menjalankan apa yang menjadi kebiasaannya, seperti menyalim tangan, dan mengambil alih tas sang suami.

Tak tahan dengan sikap dingin istrinya sejak kemarin, papa Tama memberanikan diri untuk memegang pergelangan tangan mama Shinta hingga wanita itu menghentikan langkah.

"Ma, kita perlu bicara," ucapnya dengan tatapan penuh permohonan.

Mama Shinta mengangguk. "Setelah papa mandi dan makan malam. Itupun kalau papa belum makan di luar." Usai mengatakan itu, mama Shinta menarik tangannya dan melangkahkan kaki menuju kamar.

Sebagai pihak yang bersalah, papa Tama tak memiliki pilihan selain menuruti. Semestinya ia harus merasa bersyukur, karena istrinya itu masih mau bertahan dan tak pergi meninggalkannya. Apalagi, ibu dari anak-anaknya itu masih mau mengurus dan menyiapkan segala keperluannya seperti biasa.

"Aka dimana ma?" Papa Tama bertanya sesaat setelah memasuki kamar.

"Di rumah Darren. Katanya Aka mau nginep."

Lagi, setelah menjawab tanpa mau menatapnya, sang istri kembali melanjutkan langkah. Kali ini wanita itu masuk ke dalam walk in closet untuk meletakkan tas serta menyiapkan pakaian ganti untuknya seperti biasa.

Dari belakang, ia menatap wanita yang sudah menemaninya selama 27 tahun itu sendu. Ia tak bisa membayangkan, baagaimana jika pada akhirnya wanita itu memilih menyerah. Untuk mengurus diri dan keperluanny setiap hari pun, tanpa wanita itu, ia tak bisa.

Larut dalam lamunan, Pratama Sanjaya sampai tak menyadari istrinya sudah keluar dari walk in closet.

"Kenapa masih di sini? Udah mandi di luar juga?" Sarkas mama Shinta.

"Tidak ma. Papa benar-benar lembur," jelas papa Tama tegas. Ia tak ingin istrinya kembali salah paham.

"Papa juga belum makan ma. Tolong mama siapkan, papa mau mandi," tambahnya.

Ia hanya bisa menghela napas pasrah saat sang istri berlalu keluar kamar tanpa mau menoleh padanya sedikitpun.

***

Usai mandi dan makan malam, papa tama mengajak sang istri masuk ke kamar. Ia sudah tak tahan dengan sikap dingin istrinya, dan bertekad segera menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi.

Sepasang suami istri itu duduk berdampingan di tempat tidur dan bersandar di headboard. Papa Tama menghela nafas berkali-kali, sesekali ia menoleh ke samping menatap sang istri yang tak bereaksi sedikitpun.

"Ma, yang Aka lihat kemarin itu salah paham." Papa Tama membuka pembicaraan.

Mama Shinta mengangguk beberapa kali. Sudut bibirnya terarik membentuk senyum tipis. Ia masih mempertahankan diri untuk tak menoleh pada sang suami yang menanti responnya.

"Mau salah paham atau tidak, mama tidak peduli."

Papa Tama terkesiap. Mendengar jawaban itu dari wanita yang sangat ia cintai, berhasil menciptakan goresan yang terasa perih dalam hatinya.

Ia menoleh, mengubah posisi duduknya hingga menghadap sang istri yang masih tak mau sedikitpun menatapnya. Meski ragu, ia memberanikan diri untuk menggenggam tangan yang selama ini selalu cekatan mengurusnya dalam segala hal.

ANNARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang