55

6.4K 343 57
                                    

Tenggorokan yang terasa kering, membuat Annara merasa tidak nyaman dalam tidurnya. Wanita itu berusaha membuka matanya yang terasa berat, dengan tangan meraba sisi ranjang yang biasa di tempati Darren.

"Mas?" Panggilnya setelah merasakan ranjang itu kosong.

Matanya terbuka lebar, kemudian ia mendudukkan diri dengan cepat. Sedikit buram, tetapi Annara masih dapat melihat jam di dinding yang baru menunjuk pukul 2 pagi.

"Mas Darren?" Sekali lagi Annara memanggil.

Tak juga mendapat sahutan, ia segera berdiri dan mulai mencari keberadaan sang suami. Ia bahkan lupa dengan rasa haus yang menjadi alasan utamanya terbangun.

Di tengah remang-remang kamar yang hanya di terangi lampu tidur, Annara mencari Darren di kamar mandi dan walk in closet. Sayangnya, pria itu tidak ada.

"Apa di balkon ya? Tapi mas Darren kan tadi abis nonton film Suzzanti sama Rial, masa nggak parno?" Annara bergumam sendiri sambil melangkah menuju jendela untuk mengintip balkon.

Benar saja, punggung tegap berbalut sarung motif kotak-kotak berwarna maroonlah yang pertama kali tertangkap netranya.

Itu adalah sarung baru pemberian mbah kakung yang hampir setiap malam dipakai Darren saat sedang nongkrong bersama Farhan cs, atau bapak-bapak di desa.

"Mas, kenapa di sini? Kamu nggak tidur?"

Tangan Annara melingkar di perut Darren, kepalanya ia sandarkan di punggung tegap yang menjadi tulang punggung keluarga kecilnya.

Belum ada sahutan. Annara yang memejamkan mata menikmati aroma tubuh sang pujaan yang menjadi candunya, dan Darren yang langsung melempar asal puntung rokok.

Pria itu meniup udara beberapa kali demi memastikan sudah tak ada lagi asap rokok yang tersisa di mulut.

"Habis berapa tadi?" Annara bertanya setelah sang suami membalikkan badan dan mengecup rambutnya.

Darren nyengir. "Cuma 2 sayang. Maaf ya? Habis ini mas ganti baju kok," ucapnya kikuk.

"Kenapa di sini? Kamu tadi belum jawab pertanyaanku yang itu."

"Nggak papa, mau ngadem aja sayang," jawab Darren santai.

Pria itu menjauhkan diri hingga membuat pelukan Annara terlepas begitu saja. Sambil mengangkat sarung, ia menahan tawa saat mendapati Annara bersidekap dada dengan bibir yang mengerucut.

Sungguh menggemaskan!

"Sini sayang. Kamu hadap depan, kita cosplay jadi Jack and Rosé."

Darren berpindah di belakang Annara dan menurunkan sarung yang tadi ia angkat. Setelah keduanya berada di dalam sarung, Darren memutar badan Annara agar menghadap depan kemudian mendekapnya dari belakang.

Annara menepuk pelan pipi Darren yang bertumpu di pundaknya. "Jack sama Rosé nggak pake sarung, mas!" Protesnya.

"Ya udah sih. Ini kan Titanic versi lokal. Lagian mas lebih ganteng daripada bang Leonardo," ucap Darren jumawa.

Iyakan saja lah, mau bagaimana lagi? Toh seganteng apapun laki-laki di luar sana, yang paling mempesona di mata Annara ya cuma Darrendra.

"Aku kira tadi kamu pergi keluar, atau tidur dikamar lain karena marah mas."

Kening Darren berkerut samar. "Marah? Marah kenapa sih sayang? Orang mas cuma pengin ngadem aja kok, nggak bisa tidur juga karena abis di cekokin americanno entah berapa shot sama si Rial," jelasnya.

"Ya, ku kira kamu marah abis jadi bahan bullyan." Annara menggigit bibir bawahnya untuk menahan tawa.

Darren mendelik. "Jangan di ingetin! Si Denny itu emang biadab! Tega banget sama anak sendiri," keluhnya.

ANNARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang