2

19.8K 1K 6
                                    

Tiga hari berlalu setelah keributan pagi itu, suasana kediaman keluarga Pratama Sanjaya sudah lebih kondusif. Sejak hari itu, Annara lebih banyak diam ketika di rumah. Namun, papanya selalu mendekat dan mengajaknya bicara sehingga perlahan sikap dingin Annara berkurang.

Sebenarnya Annara juga merasa bersalah, karena bagaimanapun kalimat yang ia lontarkan dengan nada tinggi di hari itu pasti menyakiti hati orang tuanya. Selain itu, ia juga salah karena sudah mengungkit sesuatu yang sedang berusaha dikubur dan dilupakan kedua orang tuanya.

Annara merasa lega dan sedikit tenang karena sepertinya kedua orang tuanya tak menganggap serius perkataannya mengenai pernikahan. Yah, mereka tak setega itu kan menjodohkan anak gadisnya dengan laki-laki jelek berperut buncit?

"Anna, besok malam resto kamu udah ada yang booking belum?"

Pertanyaan yang di lontarkan papanya membuat Annara yang baru saja menyuapkan makanan ke mulutnya menoleh. Ia menaruh sendok, kemudian meminum air putih yang berada di hadapannya.

"Nggak ada pa, kenapa?"

Tama tersenyum, "Sesuai dengan permintaan kamu waktu itu, papa ingin mengenalkan kamu dengan anak kolega bisnis papa. Besok jam 7 malam kita makan malam di sana. Papa booking resto kamu dari jam 7 sampai tutup," ucapnya santai.

"TIDAKKK!!!!" pekik Annara dalam hati.

Setelah 3 hari yang lalu ia mengatakan kalimat 'itu' dengan percaya dirinya, mana mungkin sekarang ia menolak!

Annara berdehem, "Terserah papa aja. Anna udah selesai," ucapnya setenang mungkin. Ia beranjak meninggalkan ruang makan lebih dulu.

Selama berjalan menuju kamarnya yang berada di lantai 2, gadis itu terus berkomat kamit sambil kedua tangannya yang terkepal meninju udara.

Brukk

Annara menjatuhkan dirinya dengan kasar di tempat tidurnya dengan posisi telentang. Matanya menatap langit-langit kamar dengan kosong, lalu sedetik kemudian ia berteriak sambil mengacak acak rambutnya.

"Mati! Mati lo Annaranjing!!!"

Teriakan gadis itu begitu nyaring, tapi hanya dia sendiri yang dapat mendengar karena kamarnya ini kedap suara.

"Wah! Kelar udah hidup gue!!" Lagi-lagi, Annara berteriak frustasi.

***

Dengan polesan make up tipis serta rambut sebahu yang tergerai bebas, Annara menatap pantulan wajahnya di cermin dengan bergidik ngeri. Bagaimana mungkin mata pandanya masih terlihat mengerikan seperti ini bahkan setelah ia memakai make up? Aish, ini gara-gara semalam ia tak bisa tidur karena memikirkan perkataan papanya.

Jika ia tau maksud papanya menanyakan perihal booking resto, maka ia akan menjawab bahwa restonya sudah di booking penuh sampai 1 tahun ke depan!

Apa yang harus ia lakukan? Haruskah ia kabur? Ah, atau ia berdandan yang jelek dan berpenampilan norak agar pria yang di jodohkan dengannya menolak? Setidaknya itu yang di sinetron atau drama yang pernah ia tonton.

"Aish, nggak-nggak!! Drama banget hidup gue kalau sampe ngelakuin hal konyol kayak gitu."

Tak mau terlarut dalam pikiran konyolnya, Annara memutuskan untuk segera turun ke ruang makan mengisi perutnya yang lumayan lapar.

"Pagi Anna."

"Pagi pa, ma." Annara membalas sapaan papanya, lalu duduk di kursi yang biasa ia tempati.

"Kenapa kok lesu gitu? Mata kamu juga kayak panda. Kamu nggak tidur semalaman? Atau kamu lagi ada masalah nak?"

Annara tersenyum kikuk mendengar pertanyaan mamanya. "Enggak ada masalah kok ma, semalem Anna maraton nonton drama Korea," ucapnya bohong.

ANNARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang