Naraka berdecak malas saat menghampiri tamu tak di undang yang kini cengar-cengir di sofa ruang tengah sambil nyemil kuaci.
"Ngapain lo kesini?!" Tanyanya sewot.
Si tamu tak di undang bernama Darrial Devantara itu menampilkan cengiran yang semakin lebar. Dagunya maju seolah meminta Naraka duduk di sofa depannya.
"Gue lagi nggak ada kelas, terus gabut. Nggak ada temen pula," jawab Darrial di sela mengunyah kuaci.
Alis Naraka naik satu. Seingatnya, ia tak pernah memberitahu si Kuda Rial itu kalau ia pulang. Ia juga tak membuat story apapun di media sosial yang menunjukkan kepulangannya.
Atau jangan-jangan..
"Lo di suruh bang Darren?" Tebak Naraka.
Darrial berhenti mengunyah, matanya membulat sesaat sebelum mengangguk dengan polosnya.
"Tadi bang Darren chat gue, kasih tau kalo lo balik. Terus gue di suruh ngajak lo jalan-jalan." Darrial mengambil ponsel yang ia letakkan di meja lalu mengutak atiknya sebentar.
"Nih liat. Katanya ini buat jajan kita berdua," beritahunya dengan menunjukkan nominal yang masuk dalam m-banking miliknya dari Darren.
Melihat itu, Naraka hanya tersenyum masam. Pasti kakak iparnya melakukan itu agar ia merasa terhibur dan tak memikirkan kejadian semalam.
"Ayo, Ka! Tunggu apa lagi? Sana ganti baju," titah Darrial.
Naraka mengangguk malas, kemudian berdiri. "Gue ada syarat," ucapnya menghadirkan kerutan di dahi Darrial.
"Apaan?"
"Habis jalan-jalan, kita ke rumah pribadinya bang Darren sama mbak Anna."
Tentu saja Darrial mengangguk antusias. Lagipula sudah lama ia tak main kesana. Terakhir kali ia kesana beberapa minggu yang lalu saat ayah bundanya belum pulang dari Eropa.
"Muka lo jangan lupa di setrika, biar nggak lecek!!" Ledek Darrial yang hanya mendapat tatapan malas dari Naraka.
Setelah Naraka hilang dari pandangan, raut wajah Darrial berubah sendu.
"Walaupun keluarga mereka utuh dan kaya raya, tapi Naraka dan kak Anna kayak nggak pernah kelihatan bahagia," gumamnya dalam hati.
***
"Kamu kenapa, sayang?" Darren mengusap pelan pinggang sang istri yang berdiri di depannya.
Pergerakan tangan Annara yang tengah memasangkan dasi suaminya sontak berhenti. Ia menghela napas kasar, tanpa mau membalas tatapan sang suami.
"Hey, kenapa? Kamu sakit? Mas tadi terlalu kasar ya?" Tanya Darren seraya memegang tangan Annara.
Sejak membantunya mempersiapkan setelan kerja, istrinya itu hanya diam dan tak mau melihatnya sama sekali. Apa Annara marah karena tadi ia susah di ajak berhenti? Atau ia terlalu kasar hingga membuat istrinya kesakitan?
Annara hanya menggeleng seraya menghela napas lelah.
"Enggak mas. Aku cuma kepikiran Aka," lirih Annara masih tak mau menatap sang suami.
Sepertinya Darren mulai merasa cemburu pada lantai, karena Annara lebih tertarik memandangi benda datar itu daripada wajah tampannya.
Pergerakan laki-laki itu terlalu cepat hingga Annara hanya bisa memekik dan mengerjap beberapa kali setelah menyadari posisinya yang sudah tengkurap di atas badan Darren.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANNARA
RomanceSejak mengetahui perselingkuhan yang dilakukan sang ayah di belakang ibunya, Annara tak lagi mempercayai pernikahan. Kekecewaan yang teramat besar membuatnya menganggap bahwa laki-laki dan cinta hanya akan membawanya pada penderitaan. Namun sayang...