Tak perlu waktu lama, berita tentang Denny Devantara yang mengambil alih saham PS group dalam jumlah besar atas nama putra sulungnya terdengar pula di telinga Pratama Sanjaya.
Pria paruh baya itu menatap sang menantu yang kini duduk berhadapan dengannya di salah satu privat room sebuah restoran yang tak jauh dari kantornya.
"Apa yang akan kamu lakukan dengan saham-saham itu Darren?" Papa Tama memulai pembicaraan inti dengan mengutarakan rasa penasarannya.
Ia yakin, tindakan besan dan menantunya ini pasti berhubungan dengan kejadian di kediamannya beberapa waktu lalu, tetapi apa perlu sampai sejauh itu?
"Saya tidak berhak melakukan apapun dengan saham itu pa," jawab Darren dengan kekehan ringan hingga membuat papa mertuanya nampak kebingungan.
"Karena yang berhak adalah pemiliknya, yaitu istri saya." Darren melanjutkan.
Sempat terperangah beberapa saat, papa Tama kemudian menyunggingkan senyum dan menganggukkan kepala.
"Sebesar itukah kamu mencintai putri papa, Darren?" Papa Tama menelisik raut wajah Darren yang tiba-tiba memerah.
"Sebenarnya, tanpa kamu melakukan itu pun, papa tidak akan pernah membuang anak dan istri papa begitu saja, Darren. Papa juga masih sangat sadar kalau perusahaan itu dan bisnis yang lain, hanya akan di lanjutkan oleh Naraka dan Annara."
Penyesalan karena mengkhianati keluarga, masih dan akan terus menghantui dirinya sampai kapanpun. Ia akan menerima, karena memang itulah konsekuensi yang harus ia tanggung atas perbuatannya.
Jangankan perusahaan, rasanya ia ingin mengambil kembali uang dan barang yang ia berikan pada wanita itu di masa lalu. Materi yang sejatinya adalah bagian dari nafkah untuk anak dan istrinya malah ia berikan pada wanita simpanan yang tak berjasa apa-apa dalam hidupnya.
Ia cukup bersyukur bisa sadar lebih cepat sebelum ia melakukan hal gila lain yang dapat menimbulkan kerugian lebih besar bagi keluarganya.
Darren mengangguk ringan mendengar ucapan papa mertuanya. Yah, syukurlah jika pria tua itu ternyata tidak bodoh-bodoh amat.
"Saya hanya melindungi apa yang menjadi milik istri saya dan keluarganya, pa."
Papa Tama tersenyum. "Syukurlah, papa tidak salah memilihkan suami untuk putri papa," ungkapnya haru.
"Jangan jadi seperti papa ya, Ren? Menjadi asing di tengah keluarga, dan menanggung penyesalan seumur hidup, rasanya sangat berat."
Suara papa mertuanya yang bergetar serta raut penyesalan yang begitu kentara, membuat Darren merasa iba. Hanya dengan membayangkan berada di posisi papa Tama saat ini saja, rasanya ia tak sanggup. Apalagi ia yang sudah terbiasa hidup di tengah-tengah keluarga yang hangat dan harmonis sejak dulu.
Namun sebelum ini, ia sudah lebih dulu membayangkan serta memposisikan diri sebagai Annara. Dan rasanya pun tak kalah sesak.
"Saya akan selalu mengingatnya, pa."
Keduanya diam sejenak untuk sekedar menikmati kopi hitam yang asapnya tak lagi mengepul. Darren sesekali memeriksa ponsel, berharap Annara membalas pesan yang tadi ia kirimkan.
Sebenarnya saat papa Tama meminta untuk bertemu secara tiba-tiba tadi, ia akan pergi ke restoran untuk makan siang bersama sang istri. Namun mau bagaimana lagi? Ia tidak enak jika menolak. Apalagi setelah itu Annara kembali menghubunginya dan mengatakan kalau dia akan keluar untuk bertemu dengan Gina dan Rena.
Ia juga tak lupa memberitahu papa Tama alasan yang sebenarnya mengapa Annara tidak ikut serta. Jangan sampai mertuanya itu kembali salah paham dan menganggap Annara menolak untuk bertemu.

KAMU SEDANG MEMBACA
ANNARA
RomanceSejak mengetahui perselingkuhan yang dilakukan sang ayah di belakang ibunya, Annara tak lagi mempercayai pernikahan. Kekecewaan yang teramat besar membuatnya menganggap bahwa laki-laki dan cinta hanya akan membawanya pada penderitaan. Namun sayang...