62

10.8K 455 38
                                    

"Anna bahagia dengan kehamilan ini, ayah, bunda." Annara mengusap pelan perutnya yang berisi sang calon buah hati.

Ia mengangkat wajah, menatap kedua mertuanya bergantian dengan perasaan bersalah dan malu. Bagaimana bisa, ia tega mengecewakan orang-orang baik itu hanya karena ketakutan yang belum tentu terjadi?

"Nak, jangan dipaksa ya? Anna butuh istirahat banyak, nanti saja kalau mau ngobrol." Bunda Alya mengusap punggung Annara teratur.

Menantunya itu menangis sampai sesenggukan, dan beberapa kali tercekat saat hendak mengatakan sesuatu. Namun sepertinya hal yang ingin di katakan Annara begitu mendesak, hingga berusaha keras menghentikan tangisnya.

Tidak ada yang membuka suara. Semua yang ada di ruangan menunggu hingga tangis Annara mulai mereda.

"Ayah, bunda, maafin Anna ya? Lagi-lagi Anna buat salah. Anna selalu bikin mas Darren, sama ayah bunda kecewa," lirih Annara dengan suara yang sedikit serak.

Bunda Alya mengusap pelan kedua pipi, lalu mengecup kening Annara.

"Kamu ini ngomong apa, hm? Anna-nya bunda ini anak baik, mana pernah ngecewain. Iya kan yah?" Ayah Denny mengangguk setuju.

Respon kedua mertuanya bukan hal yang mengejutkan. Sejak awal mengenal mereka, Annara tau keluarga Devantara memang sebaik itu. Terkadang ia sampai tak habis pikir, hal baik apa yang pernah ia lakukan sehingga Tuhan memberikan suami dan keluarga baru yang luar biasa untuknya.

"Anna salah, yah, bun. Gara-gara Anna, mas Darren sampai mau melakukan vasektomi, bahkan ada pikiran buat gugurin anak ini." Lagi-lagi Annara kembali terisak.

Bunda Alya dan Darrial—yang duduk di sofa bersama Keanu— kembali dibuat tercengang dengan kalimat terakhir Annara.

Bagaimana mungkin seorang Darrendra memiliki pikiran untuk melenyapkan anaknya sendiri?

Melihat reaksi istrinya yang langsung berubah tegang dan hendak mengucapkan sesuatu, ayah Denny segera menggeleng.

"Tadi Anna bilang Anna juga bahagia kan dengan kehadiran anak kalian? Tolong jelaskan sama ayah dan bunda, sebenarnya apa alasan Anna sempat nggak ingin punya anak sampai-sampai Darren ada pikiran kayak gitu." Ayah Denny berusaha mengurai benang kusut yang menjadi akar permasalahan rumah tangga putranya.

"Darren sampai berpikiran begitu mungkin karena dia terlalu sayang sama kamu, nak. Jadi tidak ada yang lebih penting baginya daripada menuruti keinginan kamu, demi kebahagiaan kamu."

Ucapan ayah mertuanya itu tidak bisa disanggah oleh Annara. Bahkan kalimat menyedihkan yang terlontar dari bibir Darren saat dirumah tadi pun, masih terngiang hingga membuat hatinya nyeri.

"Kenapa mas Darren yang sebaik itu, harus jadi suami Anna, yah? Mas Darren terlalu sempurna untuk perempuan kayak Anna."

"Anna-"

"Anna nggak percaya diri untuk menjadi seorang ibu, yah. Itu alasan Anna sempat nggak pengin punya anak," sela Annara cepat.

Bunda Alya menarik pelan kepala Annara lalu ia sandarkan di pundak. Tak lupa, ia juga mengusap lengan menantunya itu agar lebih tenang dalam bercerita.

"Anna tumbuh di keluarga yang jauh dari kata mapan, sehingga Anna nggak bisa nuntut kasih sayang dan perhatian lebih dari orang tua Anna yang sibuk memperbaiki ekonomi. Sejak kecil, Anna terbiasa mandiri, bahkan ikut andil besar dalam mengurus Aka setiap hari." Annara tersenyum miris.

Kata orang, anak pertama itu tumbuh bersama orang tua, sementara anak kedua dan seterusnya di besarkan orang tua. Dan itulah yang dirasakan Annara.

Ia memang tidak miskin, ataupun terlantar seperti anak jalanan. Namun, saat itu ia memang kurang dalam segala hal baik secara materi maupun kasih sayang. Berbeda dengan Naraka yang hadir di saat ekonomi keluarga mulai beranjak naik.

ANNARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang