Sampai di rumah, mereka di sambut dengan kehebohan Farhan cs yang nongkrong di rumah samping seperti biasa. Bukannya malu, Darren malah balas meledek dengan memeluk Annara sambil memeletkan lidah pada para remaja tanggung itu.
"Lepas nggak!!" Annara memberontak.
"Biarin kenapa sih sayang, mas mau ngomporin bocah-bocah itu."
Annara menggigit dada suaminya, lalu segera berlari ke dalam rumah tanpa merasa bersalah sudah membuat laki-laki itu mengaduh sakit.
"Maaf mas! Aku kebelet pipis," teriaknya sambil berlari.
Sampai di kamar mandi dekat dapur, Annara langsung berjongkok di depan closet dan mengeluarkan isi perutnya. Ia berusaha tidak memelankan suara agar tak mengganggu istirahat kakek neneknya, dan tidak membuat Darren khawatir.
Sementara itu, Darren tak langsung ikut masuk. Ia lebih dulu ke rumah samping untuk mengembalikan motor Farhan, serta memberikan sate kelinci dan beberapa jajanan yang tadi sengaja di belikan Annara untuk mereka.
"Nih, Han. Makasih ya." Darren menyerahkan kunci motor setelah menaruh oleh-olehnya di meja.
"Mas Darren, ini duitnya ketinggalan," celetuk Tino-- si bocah paling muda yang tengah membongkar kresek dari Darren.
"Itu nggak ketinggalan, No. Buat kalian beli gorengan," ucap Darren setelah mendudukkan diri di tengah-tengah mereka.
Para remaja tanggung itu bersorak saat Tino mengangkat 3 lembar pecahan seratus ribu. Bukan hanya gorengan, uang ini bahkan cukup untuk membeli beberapa ekor ayam panggang untuk di makan bersama.
"Mas Darren ki kerjane apa to? Kok duite akeh eram (kok uangnya banyak banget). Sudah beliin sate sama jajan, masih ngasih duit buat beli gorengan," celetuk Tino lagi.
Darren terkekeh. "Mas ya kerja nguli biasa, No. Udah sana makan. Kalian doyan nggak sate kelinci?" Tanyanya melihat para remaja itu bergantian.
Semua mengangguk kompak hingga membuat Darren tercengang sesaat. Sepertinya memang ia sendiri yang aneh, hingga terlalu bereaksi berlebihan terhadap kelinci imut yang di jadikan santapan lezat.
Darren mengulas senyum, matanya tak lepas memperhatikan para remaja tanggung itu makan dengan lahap dan saling bercanda. Beberapa sate yang di bungkus dengan kertas minyak itu sengaja dibuka lebar dan di sambung-sambungkan hingga menjadi satu. Tak lupa, jajanan yang kebanyakan ciki itu juga di taburkan di atasnya.
Melihat cara mereka makan membuat Darren bernostalgia. Dulu, jaman SMA seringkali ia dan para sahabatnya makan bersama di basecamp dan warung belakang sekolah.
Cara makannya pun sama persis dengan yang saat ini ia lihat. Dan Darren tau betul, bagaimana nikmatnya makan bersama seperti itu.
"Jajan neh opo ora cah (jajan lagi apa nggak teman-teman)?" Farhan bertanya pada teman-temannya sambil menaruh uang dari Darren di atas meja.
Salah satu dari mereka menyahut. "Wes wareg Han, kui gae jajan sesok wae. Yo pora cah (sudah kenyang Han, itu buat jajan besok aja. Ya nggak teman-teman)?" Semuanya kompak mengangguk.
"Gawe o kopi, Han. Mas Darren gawekno pisan (buat kopi sana Han. Mas Darren buatin sekalian)."
Farhan berdecak. "Peh aku gawe kopi enak e mbok kongkon terus (mentang-mentang aku buat kopi enak, kamu suruh terus)," protesnya yang malah membuat semua kompak tertawa.
"Mas Darren kopi ireng apa kopi susu?"
Bukannya jawaban 'kopi hitam' yang menjadi pilihan Darren yang terdengar, tetapi malah suara cempreng dari arah balkon yang mengalihkan perhatian.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANNARA
RomanceSejak mengetahui perselingkuhan yang dilakukan sang ayah di belakang ibunya, Annara tak lagi mempercayai pernikahan. Kekecewaan yang teramat besar membuatnya menganggap bahwa laki-laki dan cinta hanya akan membawanya pada penderitaan. Namun sayang...