Setelah memastikan bidadari cantik di pelukannya terlelap, Darren membuka mata. Dengan penuh kehati-hatian, ia mengangkat kepala Annara dan menarik tangannya.
Annara menggeliat, tetapi Darren segera mengusap kepalanya hingga kembali pulas.
Menyangga kepala dengana satu tangan, Darren mengubah posisi menjadi miring menghadap Annara. Jari-jari besarnya menyusuri wajah mungil sang istri dengan sangat lembut serta tatapan mata yang sarat akan ketulusan.
"I love you so damn much, Anna." Darren berbisik setelah mengecup bibir sang istri.
"Sebesar itu perasaan mas ke kamu, Ann. Mas nggak tau gimana hidup mas kalau nggak ada kamu didalamnya. Mas akan lakuin apapun buat kamu. Mas rela kasih apapun yang kamu minta, termasuk nyawa mas sekali pun," ungkapnya dalam hati.
Tanpa ia sadari, matanya mulai mengembun.
"Asal kamu tetap di sini, Ann. Disamping mas sampai kapanpun," pungkasnya seraya mengusap sudut mata.
Merasa semakin emosional, Darren memilih bangkit dan keluar kamar. Jika seperti ini terus bisa-bisa dirinya makin tak terkendali, hingga mengganggu tidur Annara.
Suasana rumah begitu sepi dan cukup gelap karena memang sudah larut malam. Untung saja masih ada beberapa ruangan yang lampunya menyala, kalau tidak ia pasti sudah menggelinding di tangga atau menabrak barang-barang.
Seperti maling, Darren berjalan dengan kaki jinjit agar tak menimbulkan suara. Saat menyeduh kopi di dapurpun, Darren melakukannya dengan pelan dan hati-hati.
"Ck, enakan buatan ayang," celetuknya sesaat setelah menyeruput kopi buatannya sendiri.
Padahal menurutnya dulu ia cukup mahir meracik kopi, tetapi setelah menikah ia mulai terbiasa dengan kopi buatan sang istri yang jujur saja paling pas dengan seleranya.
Pria yang tengah duduk di teras rumah itu mendesah kasar, lalu mengambil benda kecil yang sejak tadi ia bawa di saku celana.
Ditemani semilir angin dan suara jangkrik yang bersahutan, Darren terdiam. Jarinya memutar mutar benda itu lama seraya menatap lamat.
"Bang Ken bisa aja salah kan? Palingan dia cuma ngerjain gue kayak kebiasaan si Janu," gumamnya berusaha menghibur diri.
Dengan perasaan campur aduk, ia menggenggam erat benda itu. Matanya terpejam, menghirup dalam-dalam angin segar khas pedesaan yang menenangkan.
Sepertinya ia akan menghabiskan waktu lebih lama di sini untuk menenangkan hati dan pikiran sebelum kembali pada kesibukan di ibu kota.
Tenggelam dalam lamunan, Darren terlonjak kaget saat mendengar suara seseorang dari arah belakang.
Ah sial, bisa bisanya ia lupa sekarang jam berapa, dan makhluk apa yang biasa keluar di jam seperti ini.
***
"Akung!! Ngagetin aja! Untung jantung Darren nggak loncat," protes Darren pada mbah kakung sambil mengusap dada naik turun.
Saking kagetnya, ia melompat dan nyaris berlari kencang.
Mbah kakung duduk di kursi yang tadi di tempati Darren, lalu menatap geli pada sang cucu menantu.
"Lha kamu itu lo, le. Jam segini di sini ngapain? Untung sing teko akung, dudu medon (untung yang datang akung, bukan pocong)."
"Medon apaan kung? Megalodon?" Darren duduk di lantai, di depan kaki mbah kakung.
"Mbuh le (tau ah, nak), nanti takok'o (tanya saja) utimu. Kamu ngapain jam segini di sini? Nanti istrimu nyari, nangis lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
ANNARA
RomanceSejak mengetahui perselingkuhan yang dilakukan sang ayah di belakang ibunya, Annara tak lagi mempercayai pernikahan. Kekecewaan yang teramat besar membuatnya menganggap bahwa laki-laki dan cinta hanya akan membawanya pada penderitaan. Namun sayang...