"Papa? Slamet?" Gema menatap bergantian dua orang itu dengan heran. "Ada apa?"
Slamet berdiri duluan untuk membantu Tuannya bangkit. Sebagai loyalitas melayani, dia juga menepuk-nepuk beberapa bagian yang tampak kotor di baju Papa Wi. Lalu bersikap tegak nan sopan setelah dirasa selesai.
Papa Wi merespons, "Papa mencemaskanmu, Nak."
Gema menoleh pada cermin. Sikap Cyteria tak menunjukkan keanehan. Itu benar-benar hanya pantulan diri normal. kemungkinan gadis itu bersembunyi atau kembali bertapa dalam benak. Kembali, Gema memfokuskan pada wajah Papa Wi.
"Tak perlu cemas, Pa. Gem—." Ah, sial! Mulut masih belum terbiasa menyebut diri sebagai Cyteria, seringnya nyaris keceplosan.
"Gem?" beo Papa Wi, sedikit menelengkan kepala.
"Iya, Gem-pa Bumi tak menyerang, Pa. Itu maksud aku, Cyteria, anak kesayangan Papa."
Pundak turun, senyum rileks, Papa Wi tampak tak lagi terbelenggu dalam kekhawatiran. Beliau mengelus puncak kepala Gema penuh sayang. Tindakan yang justru membuat gadis itu menangis karena seketika teringat Ayah Pram.
Papa Wi memeluk anaknya. "Kalau kamu ada masalah bilang Papa, Nak. Kamu mau mobil? Papa akan belikan. Yang termahal sekalian."
Aku tidak menginginkan semua itu. Aku hanya ingin kembali ke kehidupanku yang normal, bukan terjebak di sini. Entah aku bisa kembali atau tidak? Gema semakin terisak. Papa Wi kebingungan. Lantas menyuruh Slamet membawakan air putih.
Air mata terus memancur deras. Gema seakan kehilangan kontrol akan sistem produksi. Bahkan sekarang ditambah keluarnya ingus, mengotori kemeja Papa Wi. Lendir itu memanjang saat Gema menjauhkan diri. Buru-buru dia usap sebelum momen ini jadi rusak karena rasa jijik.
"Maaf, Pa," pinta Gema serupa cicitan hewan pengerat.
Papa Wi —yang kemungkinan tak peduli dengan hasil karya ingus— menyeka air mata yang membasahi pipi Cyteria. Menggiring Gema untuk duduk di ranjang. "Ya, sudah kamu istirahat sekarang. Tidak perlu pedulikan dengan les memasak. Tidak datang sekali takkan menurunkan kualitas memasakmu."
Ah, berkat kesalahpahaman Papa Wi, Gema jadi teringat keahlian Cyteria yaitu memasak. Sungguh berbeda dengan dirinya yang masak air saja kadang gosong. Hilanglah satu panci. Gema bisa saja belajar memasak, tapi dia terlalu malas jika harus memasakkan Arum, adik tirinya.
Arum adalah inspirasi Gema dalam menulis karakter Cyteria; manja, dan tentunya saudara tiri. Ya, Cyteria di dalam cerita ini adalah saudara tiri dari Sajani. Sebagaimana Ayah Pram yang menikah lagi setelah istri pertama meninggal karena sakit, begitu juga yang dialami Papa Wi. Bedanya, istri pertama Papa Wi kecelakaan pesawat dan dinyatakan meninggal tenggelam.
Karakter Cyteria dibuat sangat manja. Apa pun yang diinginkan harus didapatkan. Tak terkecuali seseorang yang dicintainya, Enrda.
Panjang umur. Baru juga Gema membicarakan Enrda dalam benak, tahu-tahu orang itu berada tepat di ambang pintu, hendak mengetuk.
Gema menghapus air mata yang tersisa dengan lengan baju. Seketika dia menyesali perbuatannya, karena baju secantik itu malah kotor berkat daki.
Enrda mendekat setelah mengantongi izin masuk oleh Papa Wi. Dia ikut bergabung duduk di samping Gema, kemudian mengulurkan sebuah minuman bersoda.
Gema, jika bukan dalam mode jadi artis dadakan alias tengah berakting menjadi Cyteria, tentu dia akan menghina Enrda. Dan kata yang keluar pasti, "He, Pria! Mana ada orang sedih, diberi minum minuman berkarbonasi?! Lu mau gua keluarin dari hidung biar muncrat ke elu!" Tapi tidak. Kalimat itu hanya bersarang di benak, tak bisa dikeluarkan.
Yang terucap malah kata, "Terima kasih." ingus disedot lagi.
Gema bersandar pada pundak Papa Wi sebelum Enrda —yang dalam hal ini, sok kece— menarik kepala gadis itu ke bahunya.
"Kasihan Paman," kata Enrda. "Kamu bisa bersandar padaku saja."
Cuih! Gema menahan meludah. Jijik sekali mendengar hal itu. Gadis itu mengingat-ingat karakter sebenarnya Enrda.
Seingatku lelaki ini memang baik, tapi kenapa berubah sadis, ya? Kalau memang alasannya Sajani .... Gema terus berpikir. Alih-alih menghukum Cyteria dengan tangan sendiri, bukan kah orang bijak akan melapor polisi. Jadi apa gerangan pastinya?
Perlahan Gema menjauhkan kepala. "Boleh aku istirahat, Pa?" Secara tak langsung sebenarnya dia ingin mengusir Enrda. Biar saja orang itu marah, kesal. Harap-harap membatalkan pertunangan.
✨✨✨
Karya ini juga bisa dibaca di Karyakarsa dengan Bab lebih banyak. Silakan mampir ke akun Shimajiwanta.
See you guys.
KAMU SEDANG MEMBACA
Am I a Villain?! (TAMAT)
HumorAku, sih, yes kalau dikerubung banyak cogan, tapi BIG NO kalau dikerubung untuk dibunuh! ~Gema Nasib orang kejam pasti dapat karma. Karmanya tak main-main pula. Masuk ke novel buatan sendiri sebagai penjahat yang berakhir mati. Eh, semesta sedang b...