21 B

180 29 0
                                    

"Apa yang harus kita lakukan, Cy?"

"Tidak tahu."

Gema mendesis jengkel. Jawaban Cyteria menambah panasnya amarah.

"Setidaknya berpikirlah dulu sebelum menjawab. Berpura-pura juga tidak masalah."

"Baiklah aku akan berpikir. Setelah kupikir-pikir, jawabannya tetap tidak tahu."

Cyteria malas berpikir. Gema tahu itu. Menyebalkan! Sebelum Gema benar-benar memilih putus asa sekaligus pasrah, Cyteria mengusulkan sesuatu yang layak untuk dicoba. Sebuah harapan tipis yang tidak ada salahnya dilakukan. Harap-harap memang berdampak baik untuk masa depan.

Panggilan keluar dengan nama Sajani tertera di layar ponsel pintar. Gema menunggu dengan detak jantung yang tak karuan. Ribuan atom tak kasatmata bermuatan imaji negatif menyerbu pikiran dan bergulung-gulung di perut, menciptakan sensasi mulas saking takutnya.

"Halo." Suara laki-laki, jelas bukan Sajani. Hanya ada dua pilihan: Nalendra atau Ishan. Butuh tambahan informasi untuk memastikan siapa pemilik suara.

"Halo juga. Ini ... aku, Cyteria." Baguslah kali ini bibir Gema tidak keceplosan menyebut nama Gema.

"Ya, aku tahu. Ada apa? Kalau ingin berbicara dengan Kak Sajani, maaf Kakak tidak bisa diganggu karena sedang keluar untuk membeli sesuatu."

Gema tidak yakin Sajani sedang keluar. Yang benar, pastilah gadis itu sedang di depan Nalendra sambil bersikap tak acuh dan berpura-pura sibuk melakukan sesuatu.

"Dasar anak manja. Sok jual mahal." Cyteria mengejek. "Perkara dia gagal kencan sekali saja, kelakuannya seperti putri terlantar."

Gema sendiri heran. Karakter Sajani tidak seperti ini. Banyak sekali yang berubah, melenceng jauh dari yang Gema deskripsikan dalam cerita.

"Bisakah tolong sampaikan pada Sajani kalau aku ingin bertemu dengannya sekarang? Di dekat jembatan. Aku akan menunggu satu jam. Jika tidak datang dalam kurun waktu itu aku akan pergi."

Hening yang menyiksa. Nalendra tidak kunjung menjawab. Mungkin juga menunggu respons Sajani yang sebenarnya juga sedang mendengarkan. Mungkin. Hanya insting Gema. Tapi sepertinya tepat karena terdengar dengkusan.

"Baiklah, akan aku sampaikan. Sudah tidak ada yang ingin dibicarakan lagi, kan? Kalau begitu aku tutup."

Diputus. Bahkan tanpa mau repot-repot menunggu jawaban Gema. Memang, ya, dibenci itu tidak semengenakkan ini. Lama-lama hati Gema juga sebal diperlakukan dingin padahal dia sudah berusaha berbuat baik. Mengibarkan bendera putih tanda damai hanyalah dianggap angin lalu oleh mereka.

"Memang benar, Gem. Itulah perasaan yang sejauh ini aku rasakan. Dibenci oleh seseorang yang dicintai. Padahal aku bisa merelakan dibenci oleh seluruh dunia, tetapi tidak dengannya. Sial memang."

Gema beranjak dari ranjang. Bersiap diri untuk keluar rumah memenuhi janji. Mengenakan hodie sederhana alih-alih jaket berbulu mahal. Lagi pula dia tidak sedang akan menghadiri fashion show. Dia akan bertemu Sajani.

Gema tidak pamit Papa Wi, tidak juga meminta antar Pak Dimas, dia langsung pergi begitu saja naik ojek online yang mendadak dia pesan sambil jalan menuju gerbang. Tidak ada yang memergokinya saat membuka pagar. Rumah sebesar ini harusnya menjadi sasaran empuk bagi perampok. Sepertinya Gema harus bilang pada Papa Wi untuk mempekerjakan satu satpam di luar. Siapa tahu perampok tiba-tiba datang meski tidak tertulis di cerita asli.

Gema sudah tiba, tapi batang hidung Sajani masih belum tampak. Bau-baunya mungkin anak itu tidak akan datang. Gema menghela napas. Mendengarkan nyanyian nyamuk pengganggu telinga.

"Kenapa nyamuk suka sekali berputar-putar dekat telinga?" Cyteria muncul di benak. Gema jadi tidak merasa sendiri. "Kepakan mereka sangat mengganggu! Menurutmu kenapa?"

Gema tersenyum sambil kibas-kibas daerah telinga untuk mengusir serangga-serangga itu. "Mau jawaban ilmiah, mitos, atau karanganku?"

Cyteria bergumam. Gema mengikuti gerakan mengetuk dagu. "Sepertinya karanganmu lebih menarik daripada ilmiah atau mitos. Jadi aku pilih itu saja."

"Baiklah." Gema berdeham. Mengambil dua daun yang dipetik asal. "Jadi dengarkan baik-baik."

"Ah, tidak jadi!"

"Eh, aku bahkan belum mulai."

"Otakmu sudah terpampang nyata di mataku. Dan ternyata karanganmu menjijikkan."

Tawa Gema pecah. Dia tergelak sampai membungkuk. Benar kata Cyteria. Dia akan mendengarkan cerita aneh yang menyangkut nyamuk dan manusia. Nyamuk kita sebut saja Yam, sedang manusianya kita sebut Us. Yam berniat bertandang ke rumah Us sesuai janji mereka, tapi karena di tengah jalan bertemu penyihir setres, Yam diubah bentuk jadi kecil dan mendapat kutukan anemia. Itulah kenapa ketika Yam datang ke rumah Us, nyamuk itu tidak terlihat. Karena kesal, kutukan anemia kambuh, lalu langsung menghisap darah Us dan berteriak-berteriak terima kasih di telinganya.

🌟🌟🌟

Maaf telat. 😅 Biasalah. Kang sok sibuks

Uh, yes karya ini bisa dibaca di Karyakarsa. Cari saja judul yang sama.

Pilih satuan atau paket. Murah kok semua. 😚

See you next capter. Anu hari Selasa libur. Tunggu hari Sabtu depan, double up. 😚

Am I a Villain?! (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang