25 C

152 17 0
                                    

Baru akan berbelok di selasar, lengannya ditarik seseorang dan langsung dibawa masuk ke ruangan. Mulut Gema dibekap. Dia memberontak, tapi begitu suara pelaku terdengar, Gema melotot dan terdiam.

Nalendra?!

"Diam jangan bersuara," bisik Nalendra. Dia mengintip dari celah pintu. Ada yang berbeda dari penampilan lelaki itu. Kacamata bundar bertengger di hidung, membingkai matanya.

Gema mengedarkan pandang. Ini ruangan Multimedia. Harusnya di lantai satu, ujung koridor, dekat ruang guru. Tidak ada siswa atau siswi di sini. Kosong, hanya ada Nalendra.

Pintu berderik, menutup pelan. Nalendra menjauhkan tangannya dari bibir Gema. Menyandarkan punggung pada dinding, bersedekap, dan menatap gadis itu.

"Aku masuk toilet, tidak mendapatimu," katanya dengan nada santai, tapi anehnya terasa mengintimidasi. "Kamu dari mana?"

Gema terduduk, memeluk lutut. Perasaannya masih belum membaik. Dia tidak ingin bertengkar. "Aku sendiri juga tidak tahu. Tahu-tahu saat membuka pintu sudah ada di bank sampah. Lalu buka pintu lagi malah nyasar ke kelas akselerasi."

Lampu di ruangan Multimedia tidak seluruhnya dihidupkan. Hanya empat yang hidup. Agaknya Nalendra pun tidak berniat menghidupkan semua demi keamanan dan mungkin pula agar tidak mengundang perhatian para makhluk.

"Enrda menjelaskan sedikit mengenai situasi yang terjadi. Lalu rencana kami adalah mencarimu dan Sajani."

"Apa kamu bisa melihat makhluk-makhluk itu?"

Gema mengangguk pelan. "Bisa. Sejelas seperti aku melihatmu sekarang. Jangan tanya bagaimana bisa, karena aku sendiri tak tahu." Gadis itu bangkit. Mengambil satu kursi dan mencoba menyalakan komputer. Berharap ada akses internet yang membuatnya bisa meminta tolong keluar gedung. Barang kali polisi atau pemadam kebakaran akan dengan cepat kemari. Akan tetapi, keinginannya redup begitu Nalendra menjelaskan.

"Semua mati. Lihat saja ponselmu."

Soal ponsel, Gema lupa membawanya. Ketinggalan di kamar. Memang dasar.

"Sebenarnya listrik pun mati. Lampu di sini memakai lampu yang jika tidak ada aliran listrik akan tetap menyala. Tapi, tetap saja memiliki batas." Lelaki itu mengambil kursi dekat Gema, mendudukinya begitu saja. "Katamu Enrda sudah menjelaskan situasi ini, berarti kamu tahu profesiku, 'kan?"

"Aku hanya tahu bahwa kamu juga anggota serta bergabung sejak lima tahun lalu. That's all. Tidak ada yang lain."

"Aku tidak akan memungkiri karena itu benar. Dan kacamata ini memiliki fungsi spesial."

"Aku tahu. Enrda juga memakai—Tunggu!" Gema tersentak bangkit. "Tadi Enrda di belakangku. Apa dia tertangkap?"

Nalendra mengangkat bahu. Kelihatan tak acuh. Seakan jika benar Enrda tertangkap, bukan masalah besar.

"Aku tahu apa yang ada di otak kecilmu, Cyteria. Tapi bukan itu. Kenapa aku biasa-biasa saja dan tidak khawatir akan keselamatan Enrda, bukan karena aku membencinya. Meski sebagian alasannya itu. Tapi kamu pasti tahu pangkat Enrda sekarang, 'kan? Tidak mungkin dia dapat dari menyogok pimpinan organisasi."

Tentu saja. Siapa juga yang akan mengangkat pangkat anak buah jika kerjanya santai dan tidak berguna bagi organisasi. Mengangkat orang tidak berguna akan jelas merugikan mereka. Bisa-bisa organisasi itu akan hancur seketika.

"Jadi kata Enrda," Nelendra berucap lagi, "langkah apa yang selanjutnya diambil?"

"Jadi kata Enrda," Nelendra berucap lagi, "langkah apa yang selanjutnya diambil?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Am I a Villain?! (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang