20 B

201 29 9
                                    

Aduh, aduh. Maafkan Shima. Shima lupa hari (⁽⁽ ⁰ ⁾⁾ Д ⁽⁽ ⁰ ⁾⁾) lupa kalau sudah hari Selasa. Maaflah. Selamat membaca semua

***

"Cyteria," panggil Tante Aruna, menciptakan embun di dalam alat bantu pernapasan.

Gema meragu untuk mendongak. Air matanya jatuh. Air mata penyesalan telah membuat Tante Aruna sakit sampai seperti ini. Gadis itu terlampau malu.

"Apa pesta pertunangannya berjalan lancar?"

Tak tahan, Gema membungkuk untuk mencium tangan Tante Aruna. Gadis itu terisak. Keinginannya untuk mengatakan pembatalan pertunangan, tak sampai. Hatinya tak kuat jika harus melihat wanita di hadapannya kecewa.

Enrda mengambil tanggung jawab menjawab, "Belum, Bu. Masih lusa. Kami tidak bisa memajukan lebih dari hari itu."

"Ah, sayang sekali." Beliau mendesah cua. "Padahal Ibu ingin sekali melihat kalian cepat bersama. Bertunangan, lalu menikah. Betapa bahagianya hari itu. Aku akan memanggilmu menantu dan kamu memanggilku Ibu mertua, Cyteria" Tante Aruna tertawa pelan. "Pasti lucu."

Gema menegakkan badan seraya menghapus air mata dengan punggung tangan dan mengangguk sebagai persetujuan. "Tante benar." Suaranya masih bergetar. "Sangat-sangat lucu."

"Baiklah, Bu." Enrda menyerobot. "Ibu harus beristirahat lagi. Tidak boleh terlalu lelah." Selimut diperbaikinya. "Enrda akan mengantarkan Cyteria pulang. Jadi beristirahatlah, Bu."

Sebagai anak, Enrda bersikap waras. Begitu penyayang terhadap ibunya. Sikap yang 180 derajat berbanding terbalik dengan Enrda yang tadi mengebut seperti orang gila di jalanan. Suara yang lembut serta ramah, juga tak sama dengan ancaman yang diberikan untuk Cyteria. Gema bergidik. Bulu kuduk berdiri seperti sapu ijuk menantang langit.

Mereka berdua akhirnya pamit pulang, meninggalkan Tante Aruna di ruangan itu. Kali ini Enrda tidak menyeret Cyteria, tapi dia berjalan di belakangnya. Punggung Gema terasa ditusuk-tusuk oleh tajamnya tatapan. Ketika Gema akan jalan terus ke jalan raya, Enrda menghentikan.

"Mau ke mana? Mobilku ada di sana."

"Aaa," Gema balik badan, "nu. Sebaiknya aku naik taksi dari sini."

"Dengan mata sesembap itu?" Ejek Enrda. "Tidak. Biar aku mengantarmu. Sekalian akan kujelaskan langsung pada Paman Wi."

Tidak, tidak, tidak. Gema harus menolak tegas. Dia tidak mau berada dalam situasi tertekan dan terancam. Menjauhi lelaki ini adalah ke-wa-ji-ban. Tidak ada nego untuk keselamatan jiwa dan raga. Jadi, ketika Enrda memasuki mobilnya, Gema seketika berlari dan menumpang ojek pangkalan.

"Berangkat, Pak," perintah Gema.

"Apaan? Enak saja. Saya ini bukan ojek."

Aduh, celaka! Gema tidak punya banyak waktu lagi, malah terhambat oleh penolakan jadi ojek dadakan.

Tahu-tahu Enrda berada di sampingnya. Menarik Gema dan meminta maaf pada orang yang disangka ojek. Gadis itu tidak bisa memberontak. Telapak tangan Enrda mungkin menggenggam, anehnya tidak erat dan santai.

"Jangan membuat malu papamu. Ayo cepat masuk. Kamu ingin menghindariku, kan? Sayangnya tidak bisa. Kita sudah terikat dan akan semakin terikat."

Gema menaiki mobil dengan perasaan gusar.  Kali ini dia memegang sabuk pengaman kuat-kuat. Memejamkan mata dan berkhayal sedang menaiki wahana. Namun, berkat suara tawa seseorang yang pecah, membuat gadis itu membuka mata dan menoleh.

"Aku tidak akan macam-macam, jadi jangan tegang. Selama kamu tidak memantik amarahku, selama itu juga keadaan berjalan normal, Cyteria."

Bohong. Tidak ada yang bisa menjamin Enrda tidak kumat jadi psikopat. Siapa tahu dia kembali kerasukan dan melakukan sesuatu yang membahayakan hidup Gema.

Mesin berderum, roda berputar. Enrda memegang janjinya untuk berlaku normal. Gema bisa sedikit bernapas legah. Perjalanan aman.

Kilasan-kilasan masa lalu menyerbu masuk. Ini bukan ingatan Gema, tapi ini ingatan Cyteria. Gadis itu sedang duduk di depan minimarket dan menghitung kendaraan-kendaraan besar. Hanya iseng, sebab niat sesungguhnya untuk menemui seseorang yang—tepat lima menit lagi—pasti berbelanja kemari. Cyteria sudah lama menanti hari ini. Informasi akurat, karena gadis itu menyewa jasa mata-mata berbakat.

Dalam hati dia berkata, "Semoga semua berjalan sesuai rencana. Calon ibu mertua harus datang."

Satu orang suruhan Cyteria sudah siap, bersembunyi di sisi bangunan minimarket, tinggal menunggu isyarat atau aba-aba dari tuan yang menyewanya.

Cyteria menyeringai sebab target sudah terlihat. Tante Aruna, pengendara dari mobil putih yang sekarang sibuk memarkirkan kendaraannya. Beliau turun dari sana, membalas senyuman Cyteria ketika melewati gadis itu.

Saking senangnya, Cyteria bersenandung bahagia. Sebentar lagi, ya, sebentar lagi dia akan melakukan akting luar biasa.

***

Karya ini bisa dibaca di Karyakarsa. Kalau kakak-kakak mau donasi saja enggak masalah. Wkwkwk. Shima sangat bersyukur. Alhamdulillah.

Jujurly. 2000 Rupiah dari akak-akak sangat berharga untuk Shima. Hiks. Sroot.

Donasi aja bisa ke sini juga:

https://trakteer.id/shima_jiwanta/link

Terima kasih untuk yang berkenan. Semoga rezekinya semakin melimpah.

Am I a Villain?! (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang