8a

573 79 3
                                    

Olla kale-kale ula u 💃 nyanyi dulu. Ini sudah dua minggu, ya? Ya amfun, kok aku enggak merasa? Hiks. Dahal belum nambah bab baru di KK. 🤧 Dahlah selamat menikmati. Selamat Maulid Nabi.

***
Bab 8. Sajani dan Keluarganya

Andai kata kamu ingin bermandikan cahaya, maka kuncinya cuma satu: berdirilah di bawah lampu.

***

"Sudah kubilang," Sajani bersiap dengan bogem mentah. Tentu itu hanya ancang-ancang. Paling-paling gadis itu tidak akan lagi .... "Jauhi ADIKKU!"

BUG! Tinju datang bersamaan dengan teriakan.

Pemikiran Gema meleset dari kenyataan. Karakter Sajani sangat tidak sesuai ekspektasinya. Perasaan dulu dia menggambarkan karakter Sajani bak bidadari yang tak mungkin menyakiti. Tapi kenapa sekarang ...?

Gema mengerang dalam tiarap, memegangi perut yang menjadi titik siksa. Nale yang melihatnya bersegera menolong, memangku tubuh lemah Cyteria dalam dekapan.

"Kamu tidak apa-apa?" tanya Nale, memasang wajah khawatir. Memeriksa dengan bingung.

Rasa besi berkarat memenuhi rongga mulut. Cairan merah itu keluar dari sela-sela gigi. Seluruh gigi ingin copot dari singgasana gusi. Tanpa terasa air mata mengaburkan pemandangan. Gema terisak. Percayalah, baru kali ini dia mendapat kekerasan lahir. Dalam kehidupan sebelumnya, Gema hidup dalam damai dan sejahtera, anti terluka.

"Kakak!" Nale mencegah Sajani yang akan memberi tendangan pada tubuh Cyteria. Pelukan semakin erat, melindungi. "Kakak salah paham. Cyteria tidak pernah menyuruhku bolos bersamanya. Ini inisiatifku sendiri."

Mata Sajani terus saja membola untuk beberapa saat layaknya seseorang kesurupan banteng gila. Untungnya jiwa berangsur tersadar, Sajani langsung membekap mulut. Dari ekspresinya jelas mengartikan penyesalan yang teramat. Gadis itu mendekati Gema, bercangkung.

"M-maafkan aku. Aku," Sajani kehilangan kata. Kedua tangan berulang kali terulur hendak menyentuh, tapi selalu kembali urung. "Aku ... aku."

"Kita harus bawa Cyteria ke Puskesmas terdekat," saran Nale, langsung menggendong Gema.

"Jangan!" lalau Sajani, merentangan tangan. "Kita bawa saja ke rumah. Biar Kakak olesi obat."

Obat apa? Obat kematian?! pikir Gema semakin takut. Dia tidak mau mati secepat ini. Belum juga keliling dunia, mandi emas, makan di restoran mahal, masa iya aku mati sekarang?

Gema refleks mencengkram lengan Nale yang justru membuat Sajani menganggapnya adalah sikap perlawanan. Jadi tanpa disangka-sangka, Sajani seketika menggetok kepala Cyteria sangat keras. Lengkap sudah penderitaan Gema. Kini dia harus terlelap dalam gelap, membawa serta rasa sakit yang tak tertahankan.

Dalam tidur, Gema bermonolog. Dia mendesah putus asa. "Mengapa diriku harus teraniaya? Aku orang baik, suka menabung, senang bersedekah, sering membelikan makanan untuk Arzakuna. Tapi, tapi kenapa?" Mulut meraung-meraung, tangan mencakar-cakar udara. Untung saja untuk saat ini dia berada dalam alam mimpi yang tak mungkin ada orang yang kan mengetahui sikap kanak-kanaknya ini. Syukurlah, tidak menambah rekor memalukan hidup.

"Oh, iya!" Gema berhenti karena teringat sesuatu. "Bukankah doa orang yang teraniaya akan cepat terkabulkan? Hem, mungkin aku harus mencobanya. Semoga saja bisa langsung balik ke kehidupanku sebelumnya. Baiklah."

Dengan tekad kuat, Gema duduk bersila, mulai senam bibir agar tak keseleo lidah saat merapalkan doa. Akan tetapi, baru juga akan mengucap sepatah kata, sebuah tamparan ringan berulang menghantam pipinya. Seketika itu juga Gema tersadar.

Pemandangan yang awalnya kabur perlahan menjadi jelas. Tampak wajah Sajani duduk di samping kiri, disusul Nalendra, kemudian Ishan yang berdiri, terakhir Ekhnat duduk di tanganan sofa. Gema tersentak, terduduk dengan kelopak mata melotot horor. Jangan tanya jantung, mungkin sudah hajatan baca doa sebelum dinonaktifkan.

Di mana aku? Meski merasa de javu karena pernah berada di scene seperti saat ini, Gema tetap mengedarkan pandang. Yang dilihat: karpet, lampu putih bentuk spiral, jam dinding, jendela biasa, lantai ubin zaman dulu berwarna putih pudar dengan titik-titik sebagai motifnya. Tidak ada yang lain.

***

Maafkan daku kawan. Daku sedang selingkuh naskah. Ya, ampun selingkuhanku makin banyak. Kasian kali karya lama. 🤣🙏

Am I a Villain?! (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang