16 A

243 42 9
                                    

Bab 16. Spending Time with Eknaht

Merasa waktu terbuang percuma?
Segera hubungi kang durian terdekat.
Bantu pecahkan durian dengan kepala.
Bagus itu.

***
Jangan menerima ajakan dari pria aneh.

Arzakuna selalu mewanti demikian pada Gema. Sahabatnya itu lebih cerewet daripada keluarganya sendiri. Ayah Pram bahkan membebaskan Gema keluar bersama teman-teman dengan batas tidak pada malam hari serta ada setidaknya satu teman wanita bersamanya. Bukan seperti Arzakuna yang tidak ada dispensasi.

Gema jadi penasaran bagaimana reaksi Arzakuna jika melihat ini secara langsung. Apakah akan penuh baku hantam atau sekadar menyambar tangan Gema dan membawanya jauh dari laki-laki lain, seperti yang pernah terjadi?

Semakin mengingat sahabatnya, sekonyong-konyong rasa rindu menyeruak ke permukaan. Dada terhimpit. Sesak mendadak terasa. Gema ingin pulang. Bagaimana keadaan rumahnya? Apa benar dia masih hidup atau telah terkubur di bawah tanah?

Sekarang hal itu baru terpikir. Apa dia bisa pulang ke dunianya atau akan terus terjebak di sini meski ending telah didapat?

Eknaht membuka pintu mobil yang dipakai Gema bersandar. Gadis itu nyaris terjungkal dan keluar dengan berbahaya.

"Turun secara baik-baik atau kupaksa?"

Kalimat ancaman kembali. Ini baru Eknaht. Hanya saja kurang dalam tindakan fisik.

Wajah Gema memamerkan tanda tanya. Mereka sudah sampai tanpa diduga. Bukan sebuah cafe atau restauran, tapi kios ... durian?

"Ah, benar. Eknaht itu pecinta durian. Dia sering kemari." Gema sendiri yang menjelaskan. "Dia bertemu Sajani untuk kedua kalinya di sini. Aku memang sedikit memaksa pada bagian ini. Sajani jatuh dari angkot, kakinya terkilir, tidak bisa jalan. Eknaht datang membantu dan mengajaknya makan durian alih-alih ke tukang pijat. Terjadi adegan romantis di mana Eknaht menyuapi Sajani."

"Menjijikkan."

Gema bisa merasakan bahwa wajahnya sekarang menampilkan wajah menghina dengan brutal. Buru-buru dia menunduk, takut dilihat Eknaht di sampingnya.

"Aku tahu, Cy. Makanya aku bilang adegan ini sedikit dipaksakan."

"Bukan sedikit, tapi sangat. Apa-apaan itu?! Setelah mendengar ceritamu aku langsung terkena meriang."

Sadis sekali komentar Cyteria. Gema tidak melanjutkan perdebatan. Tahulah hasil akhir. Pastinya kalah telak.

Dia mengikuti perintah Eknaht yang menyuruhnya duduk lebih dulu. Sementara lelaki itu mendatangi si penjual dengan berseru dan mengacungkan dua jari.

Bangku panjang, meja panjang. Tak seorang pun duduk di sana meski banyak sekali yang mengantre membeli durian.

"Pantas saja tidak ada yang duduk." Cyteria mengajak mata Gema melihat sebuah papan berisi peringatan. Tertulis:

Duduk berarti beli dan makan di sini. Dilarang bawa pulang.

"Authornya sangklek, peraturan tempatnya juga sangklek."

Dua hinaan dari Cyteria. Gema kalah. Lagi-lagi jadi korban mulut sadis dari ratu tak berhati.

Sebenarnya kalimat larangan itu berasal dari pengalaman pribadi Gema, saat dirinya menumpang duduk di warung kaki lima penjual bakso. Karena penat menunggu keluarganya membeli baju di dalam toko, dia tanpa permisi langsung duduk saja. Tahu-tahu terkena usir. Kata si penjual bakso, bangkunya mau dipakai sama pembelinya. Tidak ada yang salah. Hanya saja, itu membuat Gema malu sekali. Sebagai pelampiasan, gadis itu masukkan saja kalimat larangan duduk ke dalam karyanya.

"Kalau aku jadi kamu, kuborong semua baksonya lalu kutumpahkan ke bangku sekalian saos, kecap, kalau perlu sama sambal-sambalnya. Kurang ajar sekali dia main usir-usir."

Tindakan yang hanya akan menambah perkara, pikir Gema. Daripada meluapkan amarah dengan membuang-buang makanan, bukannya lebih baik diberikan pada orang lain? Ya, itu lebih baik. Tapi lebih baik lagi kalau Gema bawa bangku sendiri dari rumah. Aman.

Eknaht berjalan mendekat. Memamerkan dua buah durian sedikit terbuka lengkap senyum bangga. Entah apa yang dibanggakannya?

Gema memekik begitu durian yang dibawa Eknaht mengalami malpraktek. Terjun bebas, lepas dari kukungan telapak tangan, terlempar ke arah Gema. Untung refleks tubuh Cyteria masih lebih cepat dari jatuhnya duri-duri tajam yang menghantam kursi, jatuh ke tanah, menggelinding dan berhenti tepat di samping tiang kayu penopang terpal.

Gema menatap horor Eknaht yang hanya mengerjap polos.

"Dia sengaja. Ya, dia pasti sengaja," tuduh Cyteria. "Biar aku yang menghadapinya, Gem. Anak ini perlu dipukul durian. Kurang ajar sekali mau mencelakai kita di tempat umum."

Gema sekuat tenaga mencegah Cyteria. Mencoba menenangkan dengan mengingatkan tujuan hidup sejahtera. Amarah Cyteria menurun.

🌟🌟🌟

Cara menghargai karya penulis adalah minimal kasih vote. 😊
Lebih bagus lagi memberinya dukungan di Karyakarsa.

Karena kuota tidak bisa dibeli dengan kata gratis 😎

Am I a Villain?! (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang