Bab 7. Si Sok Ramah, Nalendra
Waspadalah pada orang bergejala ramah
Sebab akan ada dua alasan: kalau tidak pinjam uang, ya rampok uang.Hidup pelit!
✨✨✨
Kening Gema mengerut, membentuk gelombang. Jari telunjuk kanan terus mengetuk di persilangan tangan. Ketukan disamakan dengan lagu anak-anak yang disetel oleh pemilik odong-odong semi tetap. Lagu yang mengajarkan kegalauan karena ditinggal balon hijau, hati mendadak kacau.
Ada anak perempuan berkuncir dua. Kedua matanya tak terlalu fokus pada benda persegi panjang di hadapan karena mengamati Kakak berbaju SMA di sampingnya. Mungkin merasa aneh akan keberadaan kakak-kakak di daerah khusus bocah.
"Rambut warna merah atau hijau?" Memikirkan pilihan warna sangat membingungkan untuk Gema. Kuas dan palet masih setia menetap di kaki stand lukisan. "Kalau aku salah, maka akan jadi kam-se-u-pay."
"Apa itu kamsepai?"
Gema tersentak. Matanya membuka lebar seraya langsung menengok ke samping kiri, lantas membatin, "Ngapain dia di sini?" Teramat tidak suka dengan kedatangan protagonis pria alias Nalendra.
Lelaki yang persis jelangkung itu menyeret kursi plastik cebol lain, meletakkannya di samping Gema, lalu mendudukinya.
"Kupikir kamu ke mana, Cyteria? Pagi tadi aku melihatmu turun dari mobil, tapi kok tidak masuk sekolah. Ternyata," Nale mengedarkan pandang, "pergi ke pasar. Untuk melukis?"
Gema pasrah dibuntuti manusia jelangkung ini. Sudah tak peduli juga jika lelaki itu bolos mengikuti jejaknya. Bukan karena alasan baik pula.
"Ngapain di sini?" tanya Gema basa basi.
"Tentu untuk menemani gadisku."
Terdengar manis, tapi membuat mual untuk Gema. Biarlah. Lebih asik menggerakkan kuas di atas styrofoam bergambar chibi cewek membawa jagung ketimbang mengurusi lelaki kurang kewarasan itu.
"Sejak kapan kamu suka mewarnai?" Nale menempelkan dagu di atas lutut, menciptakakn posisi imut. Hal itu berhasil menjadi pancingan bagi kaum hawa yang berada dalam jarak dekat. Ada yang berbisik-bisik memuji. Ada yang diam-diam mengambil foto, tapi ketahuan karena flash kamera tak dimatikan. Cukup menggelikan.
Gema tak acuh. Dia membungkuk, meneliti lebih dekat kombinasi warna yang dia ciptakan. Ada setitik warna merah di bagian mata. Kemungkinan tak sengaja terciprat saat mewarnai pita rambutnya.
"Menurutku," Nale mengusulkan. "untuk bagian mata lebih baik disamakan dengan warna matamu."
Gema tertawa robot. "Kamu pasti bilang alasan kenapa harus disamakan, karena warna mataku cantik." Menoleh tajam ke Nale. "Aku memang cantik, tapi tidak suka digombali."
"Benarkah? Bagaimana kalau aku bilang, Pak Enrda mencarimu tadi pagi? Katanya rindu."
"Siapa?"
"Pak Enr ...."
"Tanya."
Nale tertawa. "Kamu lucu, Cyteria. Membuatku semakin suka." Jeda sejenak. "Jadi bagaimana kalau kita pacaran saja?"
Lagi-lagi Gema mengeluarkan gelak ala robot tersedak baut karatan. "Tidak, terima kasih. Aku tidak mau berurusan dengan kalian."
"Kalian? Kalian siapa maksudnya?" Nale berganti posisi, lurus menghadap Cyteria.
Gema mencibir, "Tentu kau, abangkau, adikkau, temankau, gurukau. Semuanya!"
Nale melipat tangan di atas lutut, memandang gadis di depannya dengan mengerjapkan bulu mata. "Aku tidak tahu kenapa kamu membenciku?" Salah satu tangan terulur, menggamit beberapa helai rambut Cyteria.
Gema agak risih. Dijauhkan rambut dan ditata ke sebelah kanan, hingga lehernya terekspos.
"Kamu tidak memakai hadiah dariku? Aku jadi sedih." Kini wajah Nale berubah murung.
Hadiah apa? Gema mencoba menebak, "Ya, hadiahmu murahan, sih. Anting yang sangat norak, tentu tidak akan cocoklah untuk wajah bak bidadariku ini."
Nale segera menyangga, diiringi tawa renyah. "Tapi aku memberimu kalung bukan anting, Cyteria."
Tebakan salah ternyata. Memalukan. Tapi bukan Gema namanya kalau tidak langsung memutar otak. "Oh, maaf. Saking banyaknya yang memberi hadiah, jadi aku lupa kamu memberi apa." Cukup lumayan untuk sebuah alasan kesombongan.
Nale menaikkan kedua alis, kemudian menarik kedua sudut bibir. Tak lagi melanjutkan perbincangan. Tapi terus berada di sana, sampai Gema selesai mewarnai.
Terdengar kersak ketika Gema memasukkan hasil mahakarya ke dalam plastik. "Aku mau ke tempat lain. Jangan ikuti aku."
"Sayangnya tidak bisa. Kemana pun kamu pergi, disitu harus ada aku."
Untuk saat ini Gema tidak bisa langsung pulang, bisa-bisa ketahuan bolos oleh Papa Wi. Jadi, dia biarkan Nale menguntit. Semoga saja lelaki itu tak jadi ekor nanti.
Mereka menyusuri pasar. Melihat-lihat barang para pedagang. Hingga Gema berhenti pada salah satu lapak. Lapak aksesoris "ShimaNis". Tempat yang mencuri perhatian kaum hawa.
Satu hair clip berbentuk capung di etalase menjadi fokus Gema. "Mbak, saya mau lihat yang ini," tunjuknya langsung.
To be lanjut
✨✨✨
KAMU SEDANG MEMBACA
Am I a Villain?! (TAMAT)
HumorAku, sih, yes kalau dikerubung banyak cogan, tapi BIG NO kalau dikerubung untuk dibunuh! ~Gema Nasib orang kejam pasti dapat karma. Karmanya tak main-main pula. Masuk ke novel buatan sendiri sebagai penjahat yang berakhir mati. Eh, semesta sedang b...