Di Karyakarsa sudah TAMAT. Yuk, beli, guys biar daku bisa support Palestina 🇵🇸🇵🇸🇵🇸
***
"Berarti lebih kecil dari peluru." Gema mengangguk-angguk paham.
"Tapi," Tatapan Nalendra mengunci mata Gema. "Aku tidak tahu apakah itu bekerja juga untuk makhluk yang sudah berevolusi. Keterangan lebih lanjut mengenai hal itu ...." Sebagai penutup lelaki itu menggoyangkan kepala ke kiri dan kanan, putus asa.
"Kalau begitu kita perbesar saja menjadi seukuran penghapus jika kamu memang khawatir tidak mempan? Tidak masalah kan?"
"Tidak masalah selama kita cepat menemukan Kak Sajani dan yang lainnya sebelum persediaan habis total."
Benar juga. Mereka juga harus menghemat. Tidak ada kepastian jumlah makhluk-makhluk itu. Dan lagi mereka terus bertambah mengingat jumlah siswa-siswi yang menjadi korban.
"Apakah Enrda tahu lebih akurat mengenai masalah ini?"
Bukannya menjawab, Nalendra justru mencuci muka. Wajahnya kali ini basah. Tetesan air menetes dari dagunya.
"Kita tidak punya cukup waktu untuk mencari Enrda hanya untuk sekadar bertanya mengenai ukuran pasti yang dibutuhkan. Lebih baik," Lelaki itu mengambil, lantas membuka daun pisang yang membungkus lemper, "sekarang kita nekat." Dia mulai mencuil lemper dan membentuknya menjadi butiran kecil dan memasukkannya ke setoples isi bubuk putih.
Mau berdebat juga buat apa? Gema memilih mengikuti rencana Nalendra. Kalau memang mereka kehabisan persediaan senjata, bahkan sebelum bertemu dengan yang lainnya, berarti takdir mereka adalah mati. Meski takut, tapi Gema menolak jadi pengecut.
"Ngomong-ngomong isi setoples itu apa?" Gema sejak tadi agak tak memperhatikan. Baru sekarang dia bertanya-tanya.
"Ini kugunakan agar butiran lemper tak menempel satu sama lain. Ini tepung ketan. Nih, ada tulisannya. Potato."
What?! Gema sudah mendelik.
"Itu kentang Nalendra! Tepung kentang!"
"Ya, tidak masalah daripada semua saling menempel saat digunakan." Nalendra meneruskan lagi memasukkan bulatan ketan ke dalam wadah setoples. Tak peduli dengan reaksi Gema barusan.
"Apakah tetap bisa digunakan nanti?"
Nalendra menjawab dengan anggukan serta bibir melengkung ke bawah. Terlampau santai.
Ketika Gema akan menyemprot Nalendra dengan unek-unek, lelaki itu menambahkan.
"Nanti bulatan ini akan masuk ke mulut makhluk. Mereka akan otomatis mengunyahnya. Jadi tentu kekuatan ketan kuat untuk melenyapkan mereka nanti."
Baiklah. Sepertinya Gema memang harus percaya pada apa yang dikatakan Nalendra.
"Oh, oh, aku tidak percaya." Cyteria keluar. Meski tidak mengambil alih tubuh seluruhnya, dia cukup mengambil alih bagian mulut. "Bagaimana jika kamu coba satu pada makhluk itu Nale? Apa, kenapa kamu melihatku seperti itu? Ini memang sebuah tantangan untuk membuktikan bahwa benar atau tidak omonganmu. Kalau salah, setidaknya kita tidak membiarkan semua lemper masuk ke tepung kentang."
Ada benarnya juga apa yang dikatakan Cyteria, tapi itu sama halnya dengan menyuruh Nalendra keluar untuk menghadapi makhluk-makhluk itu. Resiko terluka mungkin ada, tapi bagaimana kalau yang lebih parah dari itu?
"Biar aku yang lakukan." Gema maju.
Cyteria membubuhkan sindiran. "Jika kamu takut."
Nalendra merampas bulatan ketan dari tangan Gema yang baru saja mengambil dari dalam setoples. Lelaki itu mencureng, menatap lekat pada manik mata milik Cyteria.
"Jika aku benar, apa hadiah yang akan kamu berikan padaku?"
Ya Tuhan. Gema terperangkap oleh dua remaja yang sedang adu argumen dan dua-duanya sama-sama tak mau mengalah.
Gema mengeluarkan udara dari bibirnya. "Sudah. Hentikan kalian berdua. Biar aku saja yang melemparkan ketan ke mereka! Berhenti berdebat."
KAMU SEDANG MEMBACA
Am I a Villain?! (TAMAT)
HumorAku, sih, yes kalau dikerubung banyak cogan, tapi BIG NO kalau dikerubung untuk dibunuh! ~Gema Nasib orang kejam pasti dapat karma. Karmanya tak main-main pula. Masuk ke novel buatan sendiri sebagai penjahat yang berakhir mati. Eh, semesta sedang b...