12C

301 43 1
                                    

Eh, hari ini hari Sabtu, ya. Maaf, maaf hampir lupa update. Ahaha

Selamat membaca

🍀🍀🍀

Enrda dengan pose yang bisa dibilang bagai model iklan baju baru, bersandar di pintu dengan tangan bersedekap, memandang Gema dengan wajah datar.

"Terserah." Embusan napas sebagai akhir ucapan sebelum berjalan kembali ke dalam meninggalkan Gema. Agaknya Enrda teramat malas berceramah.

"Menurutmu dia curiga?" tanya Gema pada Cyteria.

"Tentu. Alasanmu tidak masuk akal."

Hinaan telak. Gema tidak bisa membela diri. Dia payah.

Seraya mendesah berulang-ulang, berharap rasa malu menguap mengikuti karbon dioksida yang dibuang, Gema mengekor di belakang Enrda. Ternyata lelaki itu menunggunya di depan pintu ruang tamu alih-alih langsung masuk ke dalam mobil.

"Paman bilang kamu sedang masak untuk membuat bekal. Aku tahu karena Paman meneleponku pagi tadi. Jadi apa yang kamu masak?" tanyanya sembari membukakan pintu mobil untuk Cyteria.

Aduh! Gema tidak pernah memprediksi bahwa akan ada campur tangan Papa Wi dalam melaporkan kegiatan Cyteria kepada Enrda.

Dengan tawa sungkan, Gema menjawab, "Aku tidak jadi masak. Ternyata terlalu lama hiatus dalam masak-memasak membuat keahlianku juga berkurang. Jadi yang kulakukan hanya berencana saja. Ya, begitulah."

Ada suara tawa samar yang masuk ke gendang telinga. Gema yakin suara itu bukan berasal dari pikirannya atau Cyteria, tapi dari pria yang duduk di sampingnya. Pria yang memasangkan sabuk pengaman untuknya tanpa merasa canggung sekalipun.

"Kamu berhasil membuat Enrda tertawa secara tulus," komentar Cyteria. "Cukup menarik."

"Maksudmu apa, Cy? Apa itu sesuatu yang membanggakan? Dan seberapa yakin kalau itu tawa tulus? Aku malah takut dia memikirkan rencana pembunuhan di otaknya itu."

Cyteria menggumam setuju. "Bisa jadi."

Mobil meluncur lancar. Sampai di tempat yang biasa, Gema berterima kasih dan bergegas turun. Dia harus melaksankan rencana yang baru terpikir di dalam perjalanan tadi.

"Enaknya aku pesan makan apa untuk makan siang?" Gema sibuk menggulir layar ponsel, memilih menu di online shop.

"Belikan saja sesuatu yang disukai Enrda."

"Apa yang disukainya?"

Mendadak kaki sulit digerakkan seolah alas sepatu menginjak lem perekat yang super lengket. Gema kebingungan. Tapi begitu suara Cyteria kembali terdengar, dia langsung paham kalau ini perbuatan si pemilik tubuh.

"Kamu memang layak disebut penulis abal-abal! Ilmu cetek, tapi doyan pamer kesombongan. Mengetahui makanan kesukaan Enrda saja tidak tahu! Sungguh terlalu."

Ternyata begini rasanya terkena semprot anak halu. Baru tahu Gema. Rasanya tidak enak antara campuran sakit hati dan malu.

"Kan sudah aku bilang, karya ini, karya usang. Sudah sangat lama dirilis dari otak. Semua karakter yang aku ciptakan membaur dan merusak ingatan secara detail. Jadi daripada kamu marah-marah lebih baik bantu aku memilih!"

"Lontong sayur. Enrda suka dengan lontong sayur milik Papa. Itu saja. Pakai delivery order."

Otak Gema seperti ditiup angin sepoi-sepoi setelah mendapat pencerahan barusan. Dia langsung ingat kalau Enrda sangat suka makan itu. Bahkan dalam beberapa pertemuan dengan Papa Wi, Enrda suka memuji bahwa masakan terlezat berasal dari restoran Papa Wi.

"Sudah belum?" tanya Cyteria. "Belnya akan berbunyi beberapa menit lagi. Kecuali kamu memang berniat bolos."

Enak saja! Hari ini tidak boleh bolos lagi. Rencana mesti dilaksanakan, tidak menerima kegagalan.

Begitu istirahat, pesanan diterima di depan gerbang sekolah. Setelahnya langsung diberikan pada Sajani. Awalnya gadis itu bingung, tapi Gema membisikkan bahwa ini masuk dalam rencana mempererat hubungan Sajani dengan Enrda. Mendengarnya, Sajani terlihat sangat gembira dan bersemangat memberikan makanan itu.

"Ini namanya estafet makanan," sindir Cyteria tajam. Tapi entah mengapa Gema merasakan ada nada berbeda seolah sindiran itu mengandung niat lain, bukan sindirian seperti biasanya.

Gema merasakan salah satu bibirnya tertarik ke atas seolah membentuk seringai. Perasaan tidak enak menyeruak dalam dada.

Tuh, kan? Apa kubilang.

Segera saja Gema pergi ke toilet, meninggalkan Sajani yang masih di ruang guru, menghampiri Enrda.

"Apa kamu masih mencintai Enrda?" tanya Gema begitu dalam toilet cewek dan menghadap kaca panjang.

Cyteria dalam kaca berjalan menjauh, memunggungi. "Tidak lagi setelah ditancap belati ribuan kali."

"Apa kamu yakin?" Gema masih meragukan hal itu. Baginya ini teramat mustahil. Insting bilang ada yang tidak beres.

Cyteria menoleh, tapi tak berbalik. Dia tersenyum. "Kenapa memangnya? Apa kamu jatuh cinta pada lelaki itu dan sekarang sedang cemburu?"

"Kamu bisa membaca pikiranku dengan begitu jelas," tampik Gema cepat. "sayangnya tidak dengan sebaliknya. Jadi aku tidak tahu apakah kamu jujur atau justru memiliki maksud tersembunyi, Cyteria. Yang jelas, jangan pernah lakukan sesuatu yang merugikan kita." Gema bersikap dewasa. Untuk kali ini dia berkata serius, tidak ada embel-embel gurau atau jenaka. "Maksudku jika kamu memiliki niat jahat pada Sajani ...."

Sekonyong-konyong pintu toilet dibuka kasar. Menjeblak, membentur dinding toilet dengan keras. Muncul seseorang dan seketika maju untuk mencekik leher Gema. Gadis itu tidak memiliki waktu untuk menghindar. Serangan yang tak pernah Gema sekalipun prediksi. Yang jelas itu ... sakit!

🍀🍀🍀

Yuhuu biar akak-akak tidak terganggu iklan yang super bejibun di Wattpad padahal cuma baca satu, mending langsung bae ke karyakarsa. No iklan-iklan. Lebih banyak Bab pula.

😊😊😊

Dengarkan Mbaknya wahai pembaca ☝️

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dengarkan Mbaknya wahai pembaca ☝️

Am I a Villain?! (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang