8c

527 66 3
                                    

"Aku tidak tahu pasti, Cyteria. Eits, jangan mengolok-olokku lagi." Gema mendesah dalam tenggorokan. Lelah jika harus sakit hati karena diejek. "Aku hanya menulis kehidupan Sajani sebagai gadis miskin dengan salah satu orang tuanya sakit keras. Waktu itu aku tidak menulisnya secara detail tentang penyakit yang diidap. Terlalu malas riset. Kamu tahu, kan, riset tentang penyakit mematikan seperti kanker harus riset gejala, obat, dan au, ah, gelap!"

Gema tak mau ambil pusing. Lagi pula untuk pemeran sampingan. Ya, kecuali jika pemeran utama dan mempengaruhi jalan cerita, baru dia riset secara terperinci.

Ibunya Sajani mengamati wajah-wajah yang mengelilinginya. Gema berdeham kecil untuk mendapat perhatian.

Tak terduga, Ibunya Sajani tersenyum pada Gema. "Kamu cantik sekali, Nak."

Cyteria dalam diri Gema terkikik. "Mata tak pernah berbohong. Aku memang cantik."

"Bangga banget, Bos," hina Gema.

"Bukannya kamu sendiri juga mengatakan wajahku cantik? Sudah jangan disimpan dalam hati." Kali ini Cyteria terkekeh persis tawa Mak Lampir tersedak menyan.

Gema sampingkan dulu pertengkaran tak berfaedah, lebih penting sekarang merespons kalimat Ibunya Sajani. "Terima kasih Tante ...?" sengaja kalimat mengambang.

"Panggil saja Mawar."

"Melati semuanya indah." Cyteria malah bernyanyi. Minta digetok dia. Bisa-bisanya. "Aku tahu penyebab nama beliau begitu tidak sesuatu. Pasti karena kamu malas mencari nama di internet." Dia berdecak.

Tebakan Cyteria benar. Perlu diberi apa dia? Piring pecah? Lagi, alasan sama yaitu Ibunya Sajani hanya pemeran sampingan. Yang kemungkinan hanya muncul sekali dalam cerita. Tak lebih hanya sebagai penambah kata. Lumayan.

"Tante Melati." Ups! Salah sebut! Ini pasti gara-gara Cyteria barusan. Buru-buru Gema menepuk bibirnya dan meralat. "Maaf, maksud saya Tante Mawar. Kalau boleh tahu, Tante sakit apa?"

"Kencing manis basah." Nale menerobos untuk menjawab. Lelaki itu berada di belakang Gema.

Mendengar hal itu, hidung Gema langsung melaksanakan tugasnya menghidu. Dan tentu saja bau amis menyeruak masuk, membuat mual. Pada saat itu, Gema ingin sekali menutup dua lubang pengendus, tapi rasa takut menghalanginya melakukan itu. Dia tak mau dikubur hidup-hidup hanya karena mencubit hidung.

Mata Gema menjelajah ke kedua tangan Tante Mawar, lalu ke arah kaki untuk mencari gangren. Dan gangren muncul di jari kaki beliau. Kulitnya sudah menghitam, tanda kalau jaringan tubuh telah mati karena tak teraliri darah. Ini adalah salah satu tanda penderita diabetes akut. Jalan satu-satunya hanya amputasi.

Kehangatan menyapa tatkala telapak tangan Tante Mawar menggapai tangan Cyteria. Ada getar kepedihan menelusup sanubari Gema. Dia teringat keadaan Bunda tercinta sebelum tiada. Sakit, lemah, tak bertenaga. Persis sekali.

"Tolong jaga Sajani, ya. Hanya kamu satu-satunya teman bagi anakku."

Cukup mencengangkan, mengingat perbuatan Cyteria terlampau jahat selama ini, tapi malah diberi amanah untuk menjaga.

Gema genggam tangan Tante Mawar dengan kedua tangan. Gadis itu mengangguk dan tersenyum tulus. "Tentu, Tante. Saya berjanji."

Di sisi ranjang yang lain, Ishan menatap Cyteria dengan tajam. "Oh, iya, Bu. Mengingat waktu sudah cukup sore, bolehkan Cyteria kami antar pulang."

Gema menangkap ancaman dari nada dingin Ishan. Seolah yang dikatakan lelaki itu memiliki arti seperti, "Biarkan kami antar dia ke alam baka sebelum membuat masalah, Bu."

Sesaat, jantung Gema berhenti berdetak. Level ketakutan naik 30%. Dia tertawa canggung. "Benar kata Ishan. Dengan sangat berat hati, saya harus izin pamit pulang, Tante."

Tante Mawar melengkungkan sudut bibir seraya mengangguk lemas. "Sampaikan salamku untuk orang tuamu."

"Tentu, Tante. Kalau begitu saya pamit." Setelah mengucap kata pisah, Gema diantar pulang Nale menggunakan sepeda. Ya, walau sebelumnya ada sedikit pemberian  peringatan dari Sajani.

"Jangan sampai kamu apa-apakan adikku, Cyteria."

Mana mungkin, gumam Gema disela senyuman. Kenapa juga aku dilarang menggunakan taksi atau ojek online?

"Baiklah kalau begitu hati-hati," tambah Ekhnat. Akhirnya lelaki itu berbicara lagi setelah lama hanya menjadi penonton bisu.

Perjalanan lumayan panjang. Tapi untungnya Gema bisa pulang dengan selamat. Itu perkiraan, sebelum suara seseorang yang baru keluar dari mobil, mengagetkan Gema.

"Kamu dari mana?"

***

Holla pembaca. Terima kasih sudah bersedia membaca karya daku. Ekekeke. Cuma mau bilang karya ini juga ada di karya karsa. Para pembaca sekalian bisa banget jajan ke sana. 😘 Cari akun aku @Shimajiwanta

Selamat membaca. InsyaAllah setelah selesai menulis Chan Fan di Fizzo, daku bakal gembor nulis yang AIAV ini.

Doakan daku sehat selalu dan lancar ide kayak ingus dikala meler. 🤣🙏

🌟🌟🌟🌟🌟🌟🌟🌟🌟🌟🌟🌟🌟

Am I a Villain?! (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang