37 C

73 11 0
                                    

Bacalah saat OFFLINE
VOTE-lah saat ONLINE

Terima kasih ❤️

🌟🌟🌟

“Berarti kalian belum bertemu Sajani?“

“Kamu bertemu dengannya?“

“Kamu bertemu dengannya?“

Gema terkesiap oleh kedua lelaki itu yang berbicara bersamaan dan dengan pertanyaan yang sama pula.

“Kalian kembar?“ Heran juga Gema, karena baru tahu kalau Ishan dan Ekhnat klop sekali.

“Jangan mengalihkan pembicaraan!“ Ishan tampak garang, meski begitu tidak dengan tindakannya sekarang yang menyodorkan tisu basa.

Gema tidak butuh kalimat penjelas untuk mau menerima tisu itu. Pastilah Ishan menyuruh membersihkan sisa darah yang menempel di sekitar luka Gema.

“Terima kasih,” ucap Gema. “Ya, aku bertemu Sajani.“

“Kamu tidak melakukan hal buruk, 'kan?“ Kali ini Eknaht yang bersuara. Di atas alisnya ada luka sayatan, sepertinya dia juga mengalami hal buruk. Tentu saja! Memang ada yang tidak mengalami hal buruk di situasi yang buruk ini?

Gema melemparkan sebungkus tisu kepada Eknaht yang langsung ditangkap dengan mudah. “Aku rasa kamu juga membutuhkan tisu disinfektan untuk lukamu.“

“Cyteria, aku tidak suka jika kamu mengalihkan pembicaraan.“

“Tenang, Ishan. Adik yang kamu sayangi sekarang bersama adikmu yang lain. Maksudku, Sajani bersama Nalendra. Mereka pergi ke kelas akselerasi untuk menemui Enrda.“

“Kamu bilang kelas akselerasi?“ Ishan beranjak dengan tiba-tiba. Matanya berkilat marah. “Di sana sangat tidak aman! Jendela sudah pecah, lalu bagaimana mereka akan melarikan diri?“

Benar. Gema baru ingat hal itu. Astaga. Kenapa dia tidak kepikiran? Bisa-bisanya hanya mengiakan perintah Enrda tanpa berpikir panjang.

Netra Gema tidak tenang. Dia bingung dan khawatir. “A-aku lupa soal itu. La-lalu bagaimana sekarang?“

“Ya tentu saja kita harus menolong mereka!“ Ishan murka.

“Tunggu!“ Eknaht mencegah Ishan yang akan membuka pintu. “Kita juga masih dalam situasi yang tidak aman. Ingat, kita sedang dikejar oleh makhluk aneh tadi.“

Mata Ishan nyalang benci. Dia singkirkan tangan Eknaht cukup kasar.

“Lalu aku harus diam saja begitu? Sementara adik-adikku sedang berjuang melawan makhluk-makhluk aneh itu sendirian? Yang benar saja! Aku tidak mau menjadi kakak yang tidak berguna.“ Ishan memicingkan mata pada Gema sebelum melengos jengkel. “Lebih baik aku mati demi menyelamatkan adik-adikku daripada jadi pengecut untuk menyelamatkan diri sendiri.“

Semua kalimat Ishan adalah benar. Mereka tidak bisa hanya bersembunyi dan mendoakan keselamatan yang lain. Harus ada yang bergerak dan mungkin harus mempertaruhan nyawa sekalipun.

Gema berdiri. Kali ini dia benar-benar membuang ketakutannya. Keberaniannya berhasil bangkit berkat kalimat Ishan barusan. “Kita akan ke sana. Bersama-sama.“

Ishan mengangguk, kemudian beralih melihat Eknaht. “Jika kamu tidak ingin ikut, aku tidak memaksa.“

“Tentu saja aku ikut.“ Eknaht sepertinya juga tidak peduli lagi dengan rasa takutnya. “Mana mungkin aku memilih menjadi pengecut.“

“Bagus. Itu yang ingin aku dengar.“ Ishan menepuk bahu Ekhnat, bangga.

Ketiganya bersiap. Dengan kompak mereka menarik napas dan membuangnya cepat. Di tangan masing-masing tersedia peluru ketan beserta ketapel yang siap digunakan untuk melindungi diri sekaligus melawan musuh.

Ishan memandang lagi pada Gema dan Eknaht tuk memberi aba-aba. “Sekarang!“ seru Ishan.

Gema dan Eknaht mengambil posisi menembak tepat ketika pintu berhasil terbuka. Namun, ketiganya mendadak membeku.

🌟🌟🌟

Am I a Villain?! (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang