20 A

192 32 7
                                    

🥺🥺 Shima mau mengucapkan terima kasih. Hiks. Banyak-banyak terima kasih pada Kak Ayri. Huaaaaa enggak nyangka. 😭😭 Terima kasih buangeeet, nget, nget, nget. Aku kaget banget ketika ada notifikasi dukungan di Karyakarsa. Huaaaaaa Kakak adalah pendukung pertama Shima. Terima kasiiih ❤️❤️❤️❤️ love sekebon. Semoga Kak Aryi semakin dilancarkan rezekinya dan semua hajat baik segera terkabul. Aamiin.

Dukungan dari Kakak sangat berarti untuk Shima. Kemarin waktu pertama tahu aku langsung nangis loh. Beneran. Ya ampun, kayak ... ha? Aku seorang penulis guys. 😭🤣 Perasaan itu yang aku rasakan.

Jadi terima kasih banyak, banyak, banyak telah memberi sensasi yang luar biasa bahagia ini.

Terima kasih Kak Ayri. 😘😘😘

🌟🌟🌟

Bab 20 Camer, Tante Aruna

Andai ada obat hidup bahagia, kaya selamanya
Tentulah Gema akan memborongnya

***

Kecepatan mobil baru menurun ketika memasuki pelantaran rumah sakit "Fatimah Cancer Hospital", dan berhenti di parkiran. Enrda tak lagi kerasukan setan. Dia tampak menenangkan diri dulu dengan menutup mata seraya menghela dan mengembuskan napas perlahan. Sementara gadis di sampingnya, mulut tak berhenti komat kamit bagai Mbok dukun baca koran.

"Kita keluar." Itu kalimat perintah bukan ajakan. Memaksa Gema harus menurut jika tak ingin mendapat kesialan.

Kaki Gema bergetar bukan main. Seolah kakinya berubah lentur seperti agar-agar. Perlu pegangan cukup lama di badan mobil.

"Cepat," geram Enrda. "Aku tidak bisa menunggu lebih lama lagi."

"Sabar, Pak Enrda. Tidakkah Anda tahu jantung saya sudah mau copot gara-gara cara mengemudi Bapak?"

"Itu salahmu." Enrda menarik lengan Gema, mengajak gadis itu masuk rumah sakit.

Koridor rumah sakit dipenuhi lalu lalang pasien, perawat, dokter, dan juga pengunjung yang berniat membesuk. Enrda melewati mereka semua dengan pandangan fokus ke depan. Genggaman tidak mengendur sedikit pun.

Gema berusaha menyeimbangkan kecepatan lelaki itu. Kalau dia nekat merajuk, kemungkinan yang terjadi dia akan tetap diseret meski badan yang akan menggesek tanah, bukan lagi kaki yang berderap.

Mereka tiba di depan ruang dandelion 2 (VVIP). Enrda tidak langsung membukanya. Dia menyiapkan batin dengan menarik pelan dan membuang napas cepat.

Sebelum benar-benar memutar kenop, Enrda sempatkan memberi ancaman. "Aku bersumpah jika terjadi sesuatu yang buruk, membunuhmu pun takkan cukup, tapi seluruh keluargamu juga akan ikut."

Gema meneguk ludah susah payah. Keyakinannya goyah. Ribuan gambar sadis akan tubuhnya yang bersimbah darah, menciutkan keberanian. Gema bingung bukan kepalang.

"Haruskah aku kabur saja? Aku takut, Cyteria." Gadis itu menggigit bibir bawah. Telapak tangan dibanjiri keringat dingin.

Saat pintu terbuka, saat itulah sebuah sapaan lemah, tapi terdengar ceria terdengar.

"Apa itu kamu, Enrda?"

Enrda tersenyum. "Iya, Bu. Dan coba tebak Enrda bawa siapa hari ini?"

Enrda menggeser tubuhnya, memberi akses pemandangan bagi Gema untuk mengetahui Tante Aruna.

Gema membeku. Walau dirinya yang menulis keadaan Tante Aruna sebagai pasien kanker, dia tidak pernah membayangkan jika penampilan beliau semengerikan ini. Selang infus menancap, alat bantu pernapasan menutupi sebagian wajah beliau seperti sebuah masker scuba. Namun, dibanding itu semua, keadaan tubuh beliau yang tampak parah. Kedua pipi cekung dengan mata selalu terlihat lelah, seolah tak memiliki harapan hidup lama.

Enrda memberi isyarat mata. Gema paham dan pelan menghilangkan jarak ke ranjang. Ada rasa bersalah telah membuat karakter Tante Aruna dalam keadaan seperti ini.

"Maafkan saya." Dua kata itu terucap begitu saja dari mulut Gema.

Tante Aruna mengingatkan Gema dengan Tante Mawar. Kedua wanita itu sama-sama berbaring lemah di atas ranjang, tidak bisa apa-apa kecuali membuka mata dan bernapas. Ini memang salahnya. Demi jalan cerita, Gema membuat tokoh figuran menderita. Ah, tidak. Semua tokoh di novel ini menderita. Semuanya tak terkecuali.

Tante Mawar menderita diabetes, beberapa jari harus diamputasi karena membusuk. Sementara Tante Aruna menderita kanker payudara stadium 3A. Wajib menjalankan kemoterapi dan berkali-kali operasi. Bukankah Gema sangat kejam? Dia menyiksa dua orang yang tak bersalah.

Gema tertunduk. Gadis itu sadar, bukan Cyteria penjahatnya, tetapi Gema sendirilah penjahat yang sesungguhnya. Rasa bersalah semakin mencengkram perasaan hingga terasa menyakitkan. Tak berani dia balas memandang mata Tante Aruna.

🌟🌟🌟

Yuhuu karya ini bisa dibaca di Karyakarsa. Cari saja akun Shimajiwanta. Bisa pilih paket atau satuan 😘 murah-murah.

Terima kasih semua.

Semoga hari ini senyummu secerah bintang di angkasa.

Am I a Villain?! (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang