Lagi baik, lagi baik. Shima sedang ... lagi baik, lagi baik. 😘 Kasihlah komen lope sekebon biar daku cepet Up. Uhuk
❤️❤️❤️
"Sabar, Cy. Jangan marah. Ingat, kita sedang berjuang melawan alur dibunuh. Sabar." Gema mencoba menenangkan. Dia hanya takut kalau Cyteria akan berubah lagi jadi penjahat.
Cyteria tak lagi berbicara. Gema mulai mengetik pesan untuk Sajani lewat direct message. Ternyata lama juga balasan diterima. Iseng, Gema mencari akun Enrda.
Semua status lelaki itu hanya membahas ilmu matematika. Tak mengherankan. Enrda adalah orang yang tidak blak-blakan soal kehidupan pribadi layaknya remaja kurang kerjaan. Berbagi ilmu lebih bermanfaat daripada curhat masalah hidup di sosmed.
Dikala mata fokus membaca rumus pitagoras, sebuah notifikasi pesan balasan menyerobot layar. Buru-buru Gema membuka.
Pesan Gema dibalas langsung nomor ponsel.
"Luar biasa. Biasanya orang asing yang tak pernah bertegur sapa akan memulai chating dengan embel-embel, tapi kamu tidak." Suara Cyteria kembali terdengar. Dia melanjutkan dengan membaca pesan yang diketik Gema, "Aku Cyteria, minta nomor hp. Urgent." Cyteria tergelak. "Sudah persis penodong!"
Gema tidak berniat meladeni celaan Cyteria, karena dia sibuk menelepon nomor Sajani. Tak sampai hitungan lima detik sejak icon telepon dipencet, panggilan itu sudah tersambung.
"Halo, di sini Sajani. Siapa ini?" Sajani menyapa dengan nada ceria khas anak baik.
Cyteria dalam diri mendongkol. "Sok imut."
"Iya?" Dari seberang telepon Sajani bertanya. Seketika jantung Gema jumpalitan.
Astaga! Apa barusan bibir ini bergerak mengikuti perkataan Cyteria tanpa Gema sadari? Gawat! Bersegera gadis itu menyapa dengan tergagap. "Ha-halo. I-ini aku Cyteria."
"Oh, hallo Cyteria. Aku kira sedang bermimpi saat kamu dm aku tadi?"
Tiba-tiba kecanggungan meliputi atmosefer perbincangan keduanya.
"Sebelumnya aku seharusnya." Aduh-aduh, saking gugupnya sampai lidah terasa terpelintir, otak seperti sedang otw black hole. Bingung. Gema berdeham untuk meredakan rasa senewen. "Aku ingin minta maaf, tapi sepertinya kalau lewat telepon kurang beradab."
"Sejak kapan kamu tahu arti beradab?" Tahu-tahu Sajani mencela, tapi langsung tersadar. "Ya, ampun maaf. Tak seharusnya aku bilang seperti itu."
Memang benar dari nada permintaan maaf Sajani itu terdengar tulus, tapi entah mengapa rasa hati tercubit, sakit, sesak, marah tak hilang berkat permohonan itu. Malah Gema ingin membalas. Untung saja ketukan di pintu mengalihkan niatnya.
Berdiri Papa Wi membawa cemilan kesukaan Cyteria. Bretzel. Makanan yang sering dibuatkan mendiang mama. Kue yang berupa tiga simpul dengan taburan garam kasar di atasnya.
Aroma gurih berbaur manis memasuki hidung Cyteria. Aroma yang juga membawa kenangan-kenangan bersama mama.
"Papa masuk, ya, Sayang," izin Papa Wi. Setelah mendapat anggukan, beliau masuk dan duduk di samping anaknya.
"Ha-halo, Cyteria." Panggilan masih tersambung. Gema nyaris lupa. "Apa kamu marah? Sungguh maafkan aku. Akhir-akhir ini perasaanku seakan sedang tidak stabil."
Saat menatap wajah Papa Wi, sebuah ide terbersit dalam otak Gema. "Ah, tidak-tidak. Aku tidak marah sama sekali," bohongnya. "Sebentar, ya." Langsung membekap lubang kecil mikrofon.
"Pa," panggil Gema yang dijawab gumaman oleh Papa Wi. "Bisa tidak aku ..." agak ragu, "mengundang beberapa temanku kemari?"
Raut wajah Papa Wi seketika sumringah. "Tentu, Sayang. Kenapa tidak? Akhirnya kamu punya teman."
"Tapi, bolehkah mereka dijemput sekarang oleh Pak ..." Halah! Siapa nama supirmu, Cy?
"Pak Dimas." Bukan Cyteria yang menjawab, tapi Papa Wi yang menyambung kata.
"Iya, Pak Dimas, Pa?"
"Tentu. Memang di mana rumah temanmu? biar Papa telepon Pak Dimas untuk langsung menjemputnya sekarang juga."
Gema mengangguk. "Sebentar, Pa." Langsung beralih ke panggilan yang sempat terputus. "Halo, Sajani? Apa kamu masih di sana?"
"Iya? Aku masih menunggu."
"Syukurlah. Oh, iya. Aku berniat mengundangmu beserta Ishan dan Nale, dan juga Eknaht—kalau masih ada di sana, ke rumahku sekarang. Bagaimana? Anggap saja sebagai caraku meminta maaf padamu atas seluruh kesalahanku selama ini."
🌟🌟🌟
Yuhuuu selama menunggu Shima bertapa di lautan cuan. Boleh banget tengok-tengok karyaku yang lain.
Terima kasih. 🌟 Vote, vote, vote.
KAMU SEDANG MEMBACA
Am I a Villain?! (TAMAT)
HumorAku, sih, yes kalau dikerubung banyak cogan, tapi BIG NO kalau dikerubung untuk dibunuh! ~Gema Nasib orang kejam pasti dapat karma. Karmanya tak main-main pula. Masuk ke novel buatan sendiri sebagai penjahat yang berakhir mati. Eh, semesta sedang b...