28 C

131 20 0
                                    

Jika suka silakan vote dan bagikan cerita ini ke semuanya.

🌟🌟🌟

Gema mengeluarkan udara dari bibirnya. "Sudah. Hentikan kalian berdua. Biar aku saja yang melemparkan ketan ke mereka! Berhenti berdebat."

Gema membuka pelan pintu. Memeriksa sekitar. Ternyata koridor di lantai dua. Ketika akan keluar, ada tangan yang mencegahnya. Nalendra meminta Gema untuk bersembunyi di belakangnya.

"Jangan membuatku jadi lelaki cemen yang menyuruh wanita melakukan pengecekan berbahaya."

Bagus. Gema bangga punya anak halu yang tinggi wibawa. Bisa diandalkan tatkala genting.

Salah satu kantong diulurkan Nalendra. Gema menerimanya. Masih bentuk lemper utuh. Berarti yang dibawa lelaki itu yang sudah jadi bulatan kecil.

Sejauh mata mengamati, mengawasi, waspada ke arah koridor, tak ditemukan makhluk-makhluk itu.

Ke mana mereka? Itulah pertanyaan yang mengusik Gema dan mungkin juga Nalendra. Padahal ketika di kantin tadi, para makhluk begitu banyak berjalan.

Terlalu sepi. Lebih mencurigakan. Harus menaikkan tingkat kewaspadaan. Gema berjalan, menempel tembok. Mencapai tangga, langsung tengkurap, mencium lantai. Merayap menirukan gerakan ular terkena sabun. Meliuk-liuk tanpa hambatan menuruni setiap anak tangga, sekalian cucunya kalau ada.

Nalendra memasang wajah syok, bingung, dan tak habis pikir. "Apa kamu yakin siswi akselerasi?" bisiknya penuh nada cibiran.

"Kenapa memang? Ini caraku berkamuflase."

Nalendra tepuk jidat. Segera dia menangkap tangan Gema dan membawa gadis itu untuk berdiri tegak.

"Jangan lakukan hal yang memalukan anak akselerasi."

Menggerutu dalam hati, Gema tidak bisa terang-terangan ingin memarahi Nalendra yang tak tahu sopan santun telah mengatainya demikian.

Nalendra merentangkan satu tangan, menghentikan langkah Gema, lanjut menggenggam tangan gadis itu dan mengajak mepet tembok. Dia menoleh ke arah berlawanan dari keberadaan gadis itu. Menjulurkan kepala sedikit ke balik tembok yang terhubung dengan koridor lantai satu. Lalu tarik lagi dan seketika menghadap depan.

Gema merasakan genggaman tangan Nalendra mengerat di tangannya.

Dari sudut mata, gadis itu menangkap bayang hitam mendekat dari arah kanan. Lagi-lagi jantungnya harus bekerja lebih keras dari seharusnya. Mungkin kalau sudah over, dia juga akan game over.

Nalendra semakin merapatkan kepalanya ke tembok. Gema bisa melihat jakun lelaki itu bergerak menelan ludah. Ketegangan menghantarkan ketakuan. Keringat dingin berproduksi cukup kencang hingga rasanya punggung Gema meraskan aliran keringat. Telapak tangan Nelandra dingin, sedingin bongkahan es. Mereka sama-sama takut.

Ujung kaki dari makhluk menjadi fokus utama. Disusul tubuh yang membungkuk dan menyeret jemari akarnya. Cairan warna biru mengotori lantai saat makhluk itu lewat.

Gema dan Nalendra terjebak dalam situasi ini. Mereka tidak bisa kabur atau bersembunyi karena mereka berada di area menuju anak tangga. Yang bisa mereka lakukan hanya berdoa dan mengandalkan peruntungan.

Dua menit yang terasa selamanya. Sampai-sampai Gema tak berani untuk sekadar menarik napas. Begitu makhluk itu akan menghilang dibatasi tembok, Nalendra justru membuat suara. Bukan bersin, tapi benar-benar suara panggilan. Jelas itu sengaja.

Gema sudah panik, tapi justru Nalendra menyeringai.

"Lihat ini." Nalendra maju sangat cepat, dan menyerang makhluk itu dengan menghantamkan kakinya. Lalu tanpa tambahan waktu, lelaki itu melemparkan bulatan lemper ke mulut target. Tepat sasaran, masuk!

Tak sampai satu kedipan mata, tubuh si pengikut MaJo mulai kejang hebat, lalu keluar percikan serta suara kembang api dari tubuhnya. Kemudian di akhir benar-benar ada asap hitam dari mulutnya. Setelah semua asap menghilang, tubuh yang tadinya bak monster mengerikan, perlahan mengempes, menciut, lalu kembali menjadi tubuh manusia normal.

Mulut Gema ditarik gravitasi. Dia sulit mempercayai matanya karena menyaksikan adegan mengerikan itu, tapi perasaannya justru luar biasa bahagia. Apakah Gema normal?

Denting bel berbunyi. Pesan suara disiarkan langsung dari ruang MC. Itu suara dua siswa.

[Kami tidak tahu apa yang terjadi, tapi yang ingin kami sampaikan, tetaplah bersembunyi!]

Suara gedoran dari arah —entah. Tidak bisa dipastikan—yang menggila ikut masuk ke pengeras suara. Tampak kalau mereka pun diburu oleh makhluk-makhluk itu.

[Sekali lagi tetaplah bersemAAA!!]

Suara mendengking nyaring membuat Gema dan Nalendra kompak menutup telinga. Belum sampai suara nyaring itu reda, Nalendra menarik tangan Gema masuk ke sebuah kelas yang nahasnya malah terhubung ke koridor lain yang mana bertebaran para makhluk. Secepat kilat Nalendra menutupnya dan mengajak lari Gema. Mereka terus berlari. Tidak berani membuka pintu lain.

Gema mengambil resiko menoleh ke belakang yang langsung dia sesali. Rombongan makhluk mengejar mereka. Ayunan kaki semakin dipercepat mengikuti instruksi otak yang ingin selamat.

Nalendra menoleh kanan kiri, seakan mencari sesuatu. Gema sebenarnya hendak memarahinya, tapi begitu Nalendra berhenti dan putar haluan hingga terjadi tubuh nyaris terjengkang, dia sibuk memekik tertahan.

Ada jendela terbuka. Mereka menuju ke sana. Tanpa komando, Gema melompati bingkai jendela yang kemudian disusul Nalendra. Mereka lari lagi sampai ke jejeran pohon-pohon.

"Naik!"

Perintah Nalendra adalah mutlak, tapi lelaki itu lupa kalau Gema memakai rok alih-alih celana. Tapi tidak! Tidak ada waktu untuk malu. Sekarang keselamatan adalah perioritas utama. Gema segera naik tanpa peduli kalau ada anak remaja beda gender di bawahnya.

***

Yuhui, di Karyakarsa sudah TAMAT. Daripada nunggu seminggu sekali, mending baca di Karyakarsa. Muehehe

Am I a Villain?! (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang