12B

287 42 0
                                    

Karya ini bisa dinikmati lebih cepat di Karyakarsa. Akak-akak bisa pilih:

🌻Satuan: 20 Kakoin berisi 1 Bab utuh tanpa dipecah.

🌻Paket Huemat: 40 Kakoin 3 Bab utuh tanpa dipecah.

Jiah istilahku rada2 🤣🙏

Yang sudah dukung, Shima ucapkan banyak terima kasih. Semoga lancar rezekinya. Aamiin. 🥰


***

"Kenapa tidak kamu sendiri saja? Ini idemu, jadi bertanggung jawablah, Bibi Gema."

Gema tahu itu ledekan. "Usiaku masih dua puluh delapan tahun, Cyteria. Kenapa kamu menyebutku Bibi? Lagi pula aku tidak pintar memasak. Paling istimewa hanya ayam goreng bumbu ketumbar, kunyit, dan bawang putih. Tidak ada yang spesial dari itu."

Sekarang Gema menyesal tidak belajar memasak dengan benar. Tapi itu memang niatnya, agar yang memasak di rumah bukan dirinya melainkan si adik tiri atau tinggal beli.

"Jadi buat saja itu." Cyteria masih kokoh tidak mau. "Kamu juga menolak tawaran bibi untuk memasakkan bekal. Kamu bahkan mengusirnya setelah beliau selesai memasak sarapan."

Itu memang benar. Bahkan Gema menolak sarapan bersama Papa Wi karena hal ini. Papa Wi tidak melarang, yang ada beliau tampak bahagia saat anaknya mau berada di dapur. Karena itu berarti Cyteria kembali seperti Cyteria yang dulu, suka memasak.

"Masa iya aku masak menu sederhana itu?"

Gema membayangkan ekspresi Enrda tatkala membuka tutup bekal yang diberikan Sajani. Awalnya antusias, mendadak memudar, berakhir memasang senyum terpaksa. Lalu Sajani mengamati wajah itu dan ... dan .... Pukulan mendarat di perut Gema.

Gema tersentak dan menggeleng. Menghapus bayangan barusan.

"Cari aman beli saja. Kenapa susah sekali? Kalau terus begini kamu akan terlambat menghindari Enrda. Lihat jarum panjangnya."

Menuruti instruksi, Gema menoleh pada jam di dinding dekat mereka. Dia memekik tertahan, melotot horor. Buru-buru menyambar tas, melayangkan kaki menjauhi dapur, dan berlari ke luar rumah.

Gadis itu terlambat. Derum mobil sudah terdengar memasuki pelantaran. Pastinya itu mobil Enrda.

"Kacau! Ini gara-gara kamu, Cyteria."

"Kenapa aku? Yang tidak bisa mengatur waktu 'kan kamu."

Gema abaikan keluhan gadis di dalam dirinya. "Cyteria, aku harus ke mana sekarang? Pria itu akan keluar dari mobilnya." Gawat! Gawat!

"Di samping kanan rumah ada pohon jambu air. Kamu bisa memanjat dan lompat dari sana. Itu pun jika kamu—."

"Diam. Kita tidak punya waktu untuk berdebat," potong Gema seperti tahu bahwa Cyteria akan memulai ledekan. Secepat bebek nyosor, dia bergerak sesuai arahan tadi.

Mengendap, melesat melewati ruang tanaman, merangsek melalui jendela kaca yang terbuka. Celingak-celinguk mengamati situasi. Aman. Berjalan hati-hati sampai di depan pohon jambu air.

Gema meneguk ludah. "Sudah lama aku tidak memanjat pohon. Terakhir kali waktu sekolah SMA dulu."

"Urungkan saja kalau begitu."

Sedari tadi Cyteria tidak mencoba menyemangati Gema. Jadi sebal. Paling enak cakar Cyteria, nih.

"Hei, aku adalah orang yang memegang konsep: kalau ada yang mudah kenapa harus mempersulit diri?" gerutu Cyteria.

"Tidak berguna. Menurutmu kenapa aku menghindari pria itu?" Gema mulai memanjat. Lamban memang, tapi setidaknya dia terus bergerak naik. Lumayanlah sudah bisa mengalahkan anak monyet yang baru diajari induknya.

Namun tak disangka, sebuah suara mengagetkan terdengar.

"Sedang apa kamu?"

"APA?!" Nahas, pijakan Gema tidak cukup kuat menahan tubuhnya. Untungnya tangan masih melekat, memegangi dahan. Tapi apakah posisi ini bisa bertahan lebih lama.

Seseorang yang tadi bertanya, berucap lagi. "Sampai kapan kamu akan berakting jadi buah anggur yang bergelantungan di atas sana?"

Gema akhirnya melepaskan pegangan, melompat, dan mendarat sempurna. Dia tidak langsung berbalik badan karena otak harus cepat mencari bahan alasan yang cocok sebagai pembenaran akan tindakan barusan.

"Cyteria?" panggil orang itu lagi.

Tawa Gema tercipta. Seraya memutar badan, dia tepis tangan menghalau serpihan kayu yang menempel pada kulitnya. "Maaf, Pak Guru. Tadi aku sepertinya melihat seekor kucing. Tapi saat aku memanjatnya, ternyata itu hanyalah kumpulan bunga jambu air." Tertawa lagi, meski jelas canggung. "Aku memang sedikit sesuatu."

Sesuatu yang dimaksud, pastinya adalah kata "bodoh", tapi mana mungkin Gema menyebut diri sendiri begitu? Begini-begini dia tidak mau dihina.

***

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Am I a Villain?! (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang