Tidak membuang sedetik pun, Gema bergegas pergi. Dia berlari sendiri. Tidak peduli dengan semua protagonis yang memilih menyerah karena sudah lelah.
Suara derap kaki memantul-mantul memenuhi koridor. Makhluk-makhluk mendengar, mengikuti, mengejar, tapi Gema tidak peduli. Langkahnya pasti. Tekadnya pun tidak menurun sedikit pun. Dalam pikiran hanya ada satu tujuan yaitu: ingin mengakhiri semua ini. Entah dia atau MaJo yang mati.
Langkah-langkah di belakang Gema semakin banyak. Tidak sekalipun gadis itu menoleh tuk memastikan jumlah. Siapa peduli? Intinya dia memang sedang dikejar.
Pada anak tangga, Gema tak segan melompat langsung ke anak tangga di sebelah, yang tentu saja ketinggiannya lebih rendah. Dia bergerak bagai pemain sirkus yang setiap kelincahan adalah kebiasaan.
Sampai pada satu titik bagai de javu, Gema terkepung. Hanya ada satu jalan keluar yaitu jendela di sampingnya. Dia harus memecahkan kaca itu. Tapi butuh daya ditambah kecepatan untuk bisa berhasil. Di ruang yang sempit, tentu agak sulit dilakukan.
Gelak membahana terdengar. MaJo ada di dasar anak tangga. Tentakelnya terjulur, mengait pada teralis pegangan. Dengan mudah dia melesat ke atas.
Tetiba ada suara lain diiringi bangku-bangku berjatuhan, menghantam MaJo, hingga makhluk itu terjatuh, kembali ke dasar tangga.
“AAA!!“ Seruan itu kompak.
Gema mendongak dan melihat empat protagonisnya menyerang para pengikut dengan alat-alat sederhana. Mementung dengan sapu, memukul dengan penggaris papan, menimpuk dengan buku-buku paket yang tebal. Satu di antara mereka membawa kursi. Pengikut-pengikut MaJo kalah kuat, mereka tumbang, berjatuhan ke arah MaJo berada.
“Minggir!“ seru Nalendra sembari memangkung ke jendela kaca di samping Gema.
Kaca seketika pecah. Nalendra melihat ke Gema. “Sekarang!“
Gema mengangguk. Tanpa butuh penjelasan, dia menggunakan momentum ini untuk melompati bingkai jendela. Ini memang gila, tapi tidak ada pilihan lain. Di hadapan ada pohon mlinjo. Di detik berikutnya, dia jatuh di antara ranting-ranting pohon. Terus turun hingga tubuhnya membentur tanah. Dia mengerang sakit. Tidak ada waktu, Gema segera bangkit, mengabaikan setiap nyeri dan perih di tubuhnya. Gadis itu berlari mendekati Sajani.
Di kejauhan terdengar raungan. Gema tahu pasti bahwa itu MaJo yang tengah murka.
Kurang sepuluh langkah cepat menuju Sajani, Gema terpaksa berhenti dan menghalangi wajahnya dari sebuah serpihan berkat dentuman hebat. Dia menengok, dan terlihatlah MaJo di antara lubang dinding hasil ledakan.
Empat protagonis di atas sana, menyeruah, menyuruh Gema bergerak. Gadis itu sontak melanjutkan larinya dan menabrak Sajani. Tapi bukannya ikut ambruk, tubuh Sajani bagai patung yang amat berat. Sajani tetap berjalan dengan sorot mata kosong.
“SAJANI!“ Gema bangkit dan langsung bergerak hendak menghalangi. Di lain sisi, matanya juga menangkap MaJo yang bergerak sangat cepat ke arahnya.
Gema mencari kalung, tapi tidak ada. Lantas matanya melihat cincin di jari manis Sajani. Cincin yang bentuknya nyaris sama dengan cincin pertunangan milik Cyteria.
“HENTIKAN!“ MaJo mencekik leher Gema, tapi makhluk itu kalah gesit karena Gema sudah berhasil mengambil cincin yang dipakai Sajani.
Sajani yang sadar, seketika menatap ngeri dengan situasi sekarang ini. Dari pantulan mata gadis itu, tampak tubuh Cyteria yang terayun-ayun mengenaskan.
“CYTERIA!“ pekik Sajani. Gadis itu mengedarkan pandang, mencari sesuatu. Dilihatnya dahan kayu. Dia ambil untuk ditusukkan ke tubuh MaJo. Namun, tenaga Sajani tidaklah terlalu kuat. Dahan itu terpelanting, teronggok tidak berguna.
KAMU SEDANG MEMBACA
Am I a Villain?! (TAMAT)
HumorAku, sih, yes kalau dikerubung banyak cogan, tapi BIG NO kalau dikerubung untuk dibunuh! ~Gema Nasib orang kejam pasti dapat karma. Karmanya tak main-main pula. Masuk ke novel buatan sendiri sebagai penjahat yang berakhir mati. Eh, semesta sedang b...