38 A

80 13 3
                                    

Ishan memandang lagi pada Gema dan Eknaht tuk memberi aba-aba. “Sekarang!“ seru Ishan.

Gema dan Eknaht mengambil posisi menembak tepat ketika pintu berhasil terbuka. Namun, ketiganya mendadak membeku.

Sama halnya dengan tiga manusia lain yang berada di hadapan mereka, sama-sama terkesiap dan mengerjap.

“Sajani?“ Ishan yang pertama kali berhasil membuka suara.

Sajani serta merta menghamburkan diri ke pelukan Kakaknya dengan berlinang air mata. “Kakak.“

“Kalian selamat. Syukurlah.“ Mata Ishan mengarah pada Nalendra dengan kelegaan yang penuh syukur.

Eknaht yang berada di samping Gema ikut menyuarakan rasa syukur. Mereka bisa berkumpul lagi. Setidaknya aman untuk sekarang, ketika para makhluk tak tampak menyerang.

Enrda bergerak maju ke arah Gema. “Kamu tidak apa-apa?“

Merasa aneh, Gema melirik ke Sajani. “Pak, sepertinya, Bapak salah orang. Sajani ada di sana.“

“Aku bertanya tentang keadaanmu, Cyteria.“ Sorot mata Enrda seolah mengunci pandangan Gema.

Gema mengerjap, kehilangan kosakata. Dia bingung harus bereaksi apa untuk sebuah sikap yang tidak biasa didapatkannya. “Ahmm ... itu. T-tentu aku baik-baik saja, Pak. Bapak jangan khawatir.“

Tahu-tahu lengan kiri Gema ditarik, sampai gadis itu limbung dan menabrak bahu pelaku alias Nalendra. “Bisa bicara sebentar?“

“Bicara saja di sini.“ Enrda tidak mau kalah. Dia juga melakukan hal yang sama dengan menarik lengan Gema yang lain.

Wahai cogan, aku bukan sebuah tali tambang! JADI BERHENTILAH, AKU MOHON!

Jeritan itu hanya bisa terucap di hati Gema. Otaknya terlalu fokus dengan perasaan mual yang mendesak.

Gema terus ditarik, diperebutkan sampai suara Sajani menyadarkan Enrda dan Nalendra dari sikap kekanakan.

“Apa yang sedang kalian lakukan?“

Enrda dan Nalendra langsung melepaskan genggaman. Keduanya berdeham canggung dan jadi salah tingkah.

“Maaf,” kata Enrda seraya berpaling.

“Aku juga ... minta maaf.“ Nalendra mengusap batang lehernya. Lelaki itu mungkin merasa sungkan sekarang. “Tapi memang ada sesuatu yang ingin aku bicarakan dengan Cyteria.“ Lelaki itu memandang takut-takut ke arah adiknya. “Jadi boleh, 'kan?“

Sajani menatap lama, lalu mengembuskan napas, kemudian mengangguk memberi persetujuan.

Mendapat lampu hijau, Nalendra mengajak Gema ke ujung ruangan. Sementara Enrda selalu mengawasi setelah menutup dan mengunci pintu.

Ruangan ini ternyata bukan kelas akselerasi, melihat jendela kacanya tidaklah pecah. Kemungkinan ini kelas Bahasa, mengingat adanya lukisan besar di dinding belakang. Lukisan beberapa chibi yang memakai baju suku adat Indonesia. Tidak ada kelas lain yang memiliki ciri khas ini kecuali anak Bahasa.

Nalendra berbalik menghadap Gema. Suasana semakin canggung, benar-benar membuat tidak nyaman gadis itu.

“Jadi ....“ Gema sengaja menggantung kalimat agar Nalendra langsung mulai pembicaraannya. Tapi nyatanya lelaki itu hanya terdiam dengan memandang intens.

Gema melirik ke lain tempat, tak nyaman. “Kalau memang tidak ada yang ingin dibicarakan—”

“Gema,” sebut Nalendra. “Kamu Gema, 'kan?“

Kali ini Gema langsung kembali fokus dan mengangguk serius. “Iya, ini aku. Gema.“

“Baiklah. Aku ingin bertanya padamu, Gema, selaku pen ....” Nalendra menghentikan ucapan, merapatkan bibir. Kemudian menyemburkan napas. “Maaf, aku belum bisa percaya bahwa kamulah yang kamu-tahu-maksudku. Tentang dunia ini yang kamu anggap novel. Tapi jika memang iya, apakah kamu yang memberitahu Cyteria tentang siapa Kak Sajani sebenarnya?“

Gema berkedip pelan. Dia tahu ke mana arah pembicaraan ini. Status Sajani. Anak kandung Papa Wi, saudara tiri Cyteria dari ibu yang berbeda. Bu Kemala.

“Tidak pernah sekalipun,” jawab Gema yakin. “Tapi kemungkinan besar Cyteria tahu sendiri setelah membaca memori otakku.“

Itu kemungkinan yang paling besar, atau bisa jadi justru Cyteria mengingatnya sendiri dari kehidupannya terdahulu. Bagaimanapun juga Cyteria sudah mengulangi cerita ini jutaan kali, bahkan lebih. Pastilah dia tahu bahwa sebelum Papa Wi menikahi Mamanya, Laura, Papa Wi telah menikah dengan ibunya Sajani, Bu Kemala. Pesawat yang ditumpangi Bu Kemala yang kala itu berniat pulang kampung sendiri, mengalami kecelakaan. Pada waktu yang sama, Papa Wi tidaklah tahu kalau istrinya itu tengah mengandung.

Kemudian kedatangan Bu Laura, selaku teman waktu kuliah, mampu mengobati kesedihan Papa Wi atas kehilangan istrinya yang dinyatakan telah meninggal dunia. Mereka menikah tanpa tahu jika Bu Kemala masih hidup di bawah pengobatan Bu Mawar.

Gema tetap merahasiakan itu pada Papa Widagno dan Cyteria dalam cerita aslinya. Hanya Sajani yang diberitahu melalui cerita Bu Mawar langsung. Itupun setelah kejadian gagalnya pertunangan Cyteria dengan Enrda.

🌟🌟🌟

Siapa kemarin maraton baca? Keren oe. Sebanyak ini bisa selesai satu hari. 😭 Notifikasi vote seketika jebol. Ahaha Muakasiiih banget wahai pembaca yang enggak pelit vote. I lope you beibeh. Aseeeg. Wkwkw

Keren kalian. 👍 Mantul

Am I a Villain?! (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang