9a

515 65 5
                                    

Bab 9. Crocodile Tears

Siapkan sebaskom air mata untuk meyakinkan lawanmu.
Boleh jadi dia terpengaruh. Lumayan kan menyelamatkan hidup?

✨✨✨

Desisan ceret memenuhi ruang, pertanda air di dalamnya tengah meletup kepanasan. Gema terpaku menyaksikan keahlian juru masak menuangkan air panas itu ke sebuah corong kertas yang berisi bubuk kopi.

"Ck, ck, membuat kopi seribet itu. Padahal minumnya tak sampai setahun, tinggal glek, hilang sudah."

"Itu namanya Drip Method atau biasa disebut juga Filter Method," jelas Cyteria. Akhir-akhir ini dia sering keluar, ketimbang awal-awal Gema memasuki dunia ini. Ketahuan ingin eksis. "Hasil akhir lembut dengan kaya rasa kopi yang khas. Memang kamu tidak suka kopi? Kukira para penulis kebanyakan pecinta kopi."

"Tidak terlalu. Paling-paling kopi instan dari warung yang tinggal seduh. Itu pun aku lebih banyak minum air putih."

Sendok mini berkelontang, bekerja mengaduk cairan hitam dalam cangkir. Gema tak lagi memusatkan perhatian pada kegiatan juru masak. Matanya meneliti ruang dapur yang super megah ini. Mungkin kalau dibanding dengan rumahnya di kehidupan asli, dapur ini jauh lebih besar. Lihat saja, tempat cuci tangan dengan cuci piring saja berbeda. Dan lagi-lagi ada kandelir, berjumlah tiga, di langit-langitnya. Di atas kompor ada cooker hood atau penghisap udara. Gema bertanya-tanya bagaimana cara kerjanya?

"Ya, seperti biasa. Menghisap asap kotor, dibuang ke luar ruangan. Tapi milik Papa cara kerjanya disaring kemudian dikembalikan ke dalam ruangan." Cyteria dengan sukarela menjelaskan meski tanpa diminta. Sudah dibilang, akhir-akhir ini gadis itu lebih banyak bicara.

Gema menggumam, paham. Lumayan dapat ilmu baru.

"Kamu memang aneh," Cyteria kumat mengejek. "Bukannya kamu sendiri yang menggambarkan ruang dapur rumahku?"

"Tidak juga. Seingatku, aku hanya menulis dapur mewah milik Cyteria bisa membuat Sajani merasa tak pantas dan rendah diri." Gema terkesiap. Agak kurang percaya telah mengingat narasi usang. Wah! Perlu diapresiasi otak ini.

Si juru masak berbalik badan dan tersenyum kepada Cyteria. "Nona, mau menyajikannya sendiri atau perlu saya bawakan?"

Gema menegakkan badan, siku tangan tak lagi bersandar pada meja besar berbahan marmer. Dia menarik kerah baju bagian belakang. Membiarkan angin menelusup masuk membawa kesegaran.

Kalau saja tubuh ini hanya berisi Cyteria tanpa ada Gema, mungkin jawaban pastinya "bawa sendiri", tapi mengingat pula bahwa Cyteria telah berubah, tidak bucin, mungkin jawabannya sama seperti Gema saat ini.

"Bibi sajalah yang bawakan ke ruangan itu," kata Gema bersikap manis. "Tiba-tiba tanganku kram, terserang penyakit malas." Lantas memamerkan senyum super manis.

Cyteria sekonyong-konyong mencibir, "Lalu kenapa kamu malah datang ke dapur kalau ujung-ujungnya tidak mau bawakan?"

"Memang kamu mau?!"

"Iya, Nona?" timbrung si juru masak seketika, menyadarkan Gema.

Astaga, Gema lupa memakai suara lahiriah bukan batin. Bisa-bisanya dia keceplosan tengah berbicara dengan Cyteria, padahal ada orang lain. Bukannya apa, Gema hanya takut disangka gila karena berbicara sendiri. Begini-begini Gema harus waras demi kelangsungan hidup sampai tua.

Cengengesan, Gema mengklarifikasi. "Tidak apa-apa, Bi. Tolong langsung bawakan ke tamu, ya. Aku ada sedikit urusan. Oh, iya. Kalau tamunya tanya, bilang aku sedang menangis di dapur."

Reaksi Bi Vivi terbengong-bengong.

"Sudah ikuti saja dramanya, Bi," tambahnya santai. "Silakan." Gema mempersilakan Bi Vivi untuk melanjutkan perjalanan.

🌟🌟🌟

Yuk, vote. Aseg

Aku lagi butuh semangat, nih. Semangatin aku dong.

Dengan kasih tip di KaryaKarsa 🤣🤣🤣

Am I a Villain?! (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang