18 C

215 29 8
                                    

Getar di tubuh mereda. Gejala awal kalau Cyteria agak tenang. Tak membuang waktu, Gema mengajukan permintaan untuk pulang.

"Wahai, Ishan," panggil Gema. Suaranya mengering mengikuti insting takut. Berjuang dia melawan dengan menjadi pemberani. "Abaikan pertanyaanku tadi, dan maaf."

Raut muka Ishan tetap keras. Dia berpaling lagi ke arah adiknya berada.

Gema bergumam sesaat. "Bolehkah aku pulang? Ya, bukankah tugasku sudah selesai di sini? Aku sudah melaksanakan sesuai yang kamu inginkan sebagai pembuktian."

"Tidak." Tidak ada ragu saat menolaknya. Ishan teguh.

"Kenapa tidak boleh?"

"Kita tunggu sampai Pak Enrda mengantar adikku pulang. Baru kamu bisa pulang. Dengan begitu aku akan merasa lega dan kita impas."

Astaga, maksudnya impas apa?

Tidak bisa! Gema tidak mau menunggu. Ancaman dibunuh masih dan akan terus menjadi momok menakutkan. Bisa saja sekarang Ishan baik, tapi detik berikutnya dia kerasukan setan dan berniat membunuh Cyteria di tempat. Kalau ada kasur empuk yang melambai-lambai, menggoda iman, kenapa dia harus berada di sini dengan kemungkinan memperpendek umur?

"Papaku menelepon." Gema tidak bohong. Hanya kebetulan yang luar biasa, Papa Wi menelepon. "Tandanya aku harus segera pulang."

Ishan memamerkan giginya, mencemooh. Tidak peduli.

"Halo, Papa. Iya, ini Gema, eh maksudku Cyteria akan pulang." Ya, ampun! Malah keceplosan sebut nama. Semoga saja Ishan maupun Papa Wi tidak mencari tahu siapa Gema. Sungguh berbahaya.

"Memangnya sudah selesai kencannya? Papa menelepon cuma mau memastikan niatnya kalian mau pulang jam berapa. Kalau masih lama lanjutkan saja."

Pa, jangan bicara seperti itu di saat nyawa anakmu sedang dalam keadaan dicengkram tukang jagal, Gema membatin. Mustahil mengutarakan dengan nyata. Kecuali Gema tidak sayang nyawa.

"Tidak, tidak. Kami sudah selesai. Tapi sepertinya Pak Enrda mendadak ada urusan, jadi kami tidak bisa pulang bersama."

"Loh, kok, gitu?" Terdengar Papa Wi menyeruput sesuatu. Kemungkinan besar kopi hangat.

"Cyteria yang memaksa agar tidak diantar pulang, Pa. Soalnya ada pertemuan pentingnya di arah yang berlawan dengan rumah. Daripada menyusahkan Pak En ...."

"Papa mau bicara dengan Enrda," serobot Papa Wi. "Biar Papa marahi dia."

Tenggorokan Gema sekonyong-konyong terserang air liurnya sendiri. Dia tersedak dan batuk parah. Nahasnya, perkara itu Gema ketahuan Enrda.

"Gempreng!"

Am I a Villain?! (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang