37 A

71 10 0
                                    

“Jika memang yang bersalah adalah orang-orang itu, lalu kenapa kamu hukum juga murid-murid di sekolah ini?“ Gema menoleh tajam dengan kemurkaan yang tak terbendung. “Mereka tidak bersalah, MaJo!“

Kamu salah,” bantah MaJo, tegas. “Mereka semua bersalah. Mereka manusia penuh dosa, ahli mengumpat di sosial media. Kamu ingin kutunjukkan umpatan-umpatan mereka? Cukup mengerikan hingga memakan korban.“ MaJo menyeringai lebar.

Gema sejenak tidak berkutik. Ketika dia hendak mencurahkan opini, tetiba MaJo mengulurkan salah satu tangan yang sontak berubah menjadi tentakel dan ditempelkannya ke kepala Gema. Sedetik kemudian, gadis itu bisa melihat umpatan-umpatan yang dimaksud MaJo layaknya ada layar yang menyembul keluar dari udara.

Ada sebuah video tentang seseorang yang makan dengan tangan telanjang tidak memakai sendok. Di bawah video itu bermunculan berbagai komentar. Positif, negatif, jadi satu. Saling bertumpang tindih.

@Sipalingbenar: Idih tangannya udah cuci tangan belum? Aku tadi lihat kukunya panjang hitam lagi. Menjijikkan. Penuh kuman. Iuw. Aku prediksi pasti dia nanti sakit perut. Siapa yang mau ikut taruhan denganku?

@Sesuatu: @Sipalingbenar Mana, sih? orang kukunya bersih juga. Jangan fitnah deh. Dan apaan-apaan malah ngajak judi?

@DoyanCuan: @Sipalingbenar Aku taruhan Sejuta kalau dia bakalan masuk rumah sakit.

@Sipalingbenar: @Sesuatu Mata kamu juling, ya? Atau mungkin perlu kacamata kuda? Beli sana biar enggak rabun. Dan terserah aku dong mau judi. Sok suci kamu.

@Sipalingbenar: @DoyanCuan Aku pasang 5 juta kalau dia bakal koit.

@Perasanluka: @Sesuatu Kamu musti teliti. Mereka aja makan udah kayak Ba** tapi kamu bilang bersih? Jijik iya.

@Sipalingbenar: @Perasanluka gue suka gaya loe.

@Sesuatu: @Perasanluka Dih. Kamu tuh yang menjijikkan. Heran deh. Memang sejak kapan Ba** makan pakai tangan? Kayaknya kamu deh yang hewannya.

Dan saling sindir itu terus berlanjut ditambah dengan komentar-komentar lain dari akun-akun yang baru bergabung. Melihatnya saja membuat Gema ikut kesal dan marah. Ingin ikut juga meneriakkan pendapat. Tapi dia ingat jika ini adalah cara MaJo meyakinkan Gema bahwa manusia-manusia itu bersalah dan pantas dihukum.

Gema tersentak sadar. Tentakel MaJo tak lagi menyentuh kepala gadis itu.

Sudah lihat, 'kan? Apa perlu aku bongkar nama asli mereka biar kamu tahu wajah-wajah para pendosa itu?“

“Mereka cuma mengumpat, lalu apa salahnya?“ Gema menyerobot. Matanya menantang MaJo.

Sebenarnya Gema sadar dan ingin menghentikan mulutnya yang berkata aneh. Dia tentu tahu kalau ucapannya tak bisa dibenarkan. Melumrahkan sesuatu yang jelas-jelas salah hanya akan menambah kerusakan.

Tatapan dari mata hitam MaJo berefek tak bagus untuk setiap saraf di tubuh Gema. Gadis itu tidak bisa memungkiri rasa takut dan ingin kaburnya semakin kuat. Bahkan badannya seolah bergerak mundur sendiri.

MaJo tertawa ringan. Bahunya bergetar. Matanya tak lepas menatap Gema. “Dengar, Cyteria. Perisakan secara verbal memiliki dampak yang sama dengan perisakan secara fisik. Kedua opsi itu merusak mental korban sampai ke titik terendah.“

MaJo bangkit dan berjalan perlahan mendekat. “Dan kamu tentu tahu apa yang akan dilakukan korban yang tak bisa bangkit dari rasa keterpurukan itu, 'kan?“ Makhluk itu kembali menyeringai. “Mereka memilih jalan yang ...."

Gema terpekur. Kejadian yang mengerikan itu terulang di otaknya.
Cepat-cepat dia usir dengan gelengan kepala.

“Lantas siapa kamu yang seenaknya hendak menghakimi mereka? Itu bukan wewenangmu melakukan itu!“

Tawa ejek menyeruak dari bibir MaJo. “Lalu siapa lagi kalau bukan aku? Tidak ada yang mau bergerak atau menolong korban-korban perundungan. Karena itu aku ada. Aku yang paling pantas menghukum para pendosa. Dan lagi ini sangat menyenangkan. Aku tidak mau melewatkannya.“

Detik berikutnya, MaJo kembali berubah ke wujud mengerikan. Terdengar suara retakan tulang tatkala MaJo berubah wujud menjadi monster. Gema masih tidak bisa membiasakan diri melihat perubahan wujud tersebut.

MaJo menghidu seolah tengah menikmati bau masakan. “Lezat sekali. Sebentar lagi makananku akan siap ternyata.“ Kedua matanya cepat mengunci Gema. “Kamu ingin ikut pestanya? Tentu kamu memiliki hak istimewa menjadi hidangan utama, Cyteria.“

Bulir keringat mengalir semakin deras. Kegugupan karena rasa takut, mendominasi perasan Gema. Gadis itu berusaha bangkit. Tangannya menopang tuk menyentak tenaga, mendorong kaki agar lurus. Beberapa helai rambut menutupi sebagian wajahnya yang kini penuh debu dan goresan luka yang masih mengeluarkan darah segar. Sementara sudut bibirnya dihiasi darah yang mengering.

“Jadi, apa ada kata-kata terakhirmu, Cyteria?“

***

🌟🌟🌟 Vote yuuuk. Muehehe

Am I a Villain?! (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang