"Burung kecil yang naif. Mengemis untuk dimiliki, tapi tidak sudi untuk dilukai."
_____________________________________GESA tak menghitung sudah berapa kali Yasa mengganti pakaiannya. Perempuan itu terus memilah dan milih piama untuk tidur. Mulai dari piama berlengan panjang hingga piama pendek berbentuk midi dress. Namun, tak ada satu pun dari pakaian-pakaian itu yang benar-benar Yasa pakai.
"Yang ini gimana?"
Yasa kembali bertanya. Kali ini, dia memakai piama maroon berbahan satin dengan potongan leher yang cukup rendah. Cantiknya warna merah itu berpadu dengan kulit cerah kuning langsat. Pandangan Gesa mulai menyusuri setiap inci dari kecantikan itu. Berawal dari wajah ayu tanpa riasan sedikit pun, rambut legam yang teruai panjang, hingga tubuh semampai yang akan selalu cantik jika mengenakan pakaian apapun.
Yasa terus memamerkan pakaiannya di depan Gesa. Perempuan itu berlenggak, berlagak menjadi model dalam pergaan busana di depan Gesa. "Gimana? Aneh ya?"
"Aku suka. Eh, cantik maksudnya." Gesa mengerjapkan matanya beberapa kali. Dia pandangi Yasa sekali lagi. "Tapi, k-kamu gak bakal k-kedinginan?" tanyanya gelagapan.
Seakan benar-benar terkena mantra, pandangan Gesa masih tak bisa lepas dari kecantikan Yasa saat ini. Baju yang Yasa kenakan cukup terbuka. Lekuk tubuh Yasa bisa Gesa lihat dengan jelas di balik piama tanpa lengan itu.
Perlahan, Gesa sampirkan rambut Yasa hingga terlihat dengan jelas bagaimana leher jenjang nan cantik bersemayam di tempatnya. Gesa menenggelamkan wajahnya dalam lengkungan bahu Yasa. Dia menutup matanya. Dia nikmati aroma tubuh Yasa yang begitu memabukkan. "Di sini dingin loh, Yas ... apalagi kalau menjelang pagi. Masuk angin nanti," bisiknya.
Yasa tersenyum canggung. "Baju ini terlalu terbuka, ya?" tanyanya.
"Kalau kamu nyaman, enggak apa-apa. Buat tidur aja 'kan? Asal jangan keluar rumah pake baju begini."
Yasa menyeringai kaku. Bibirnya tersenyum dengan raut wajah yang begitu menggemaskan. "Enggak nyaman sih ... bahannya bikin gerah dan kayaknya ... terlalu seksi."
Gesa mengusap wajahnya, menutupi senyumannya sendiri. Yasa terlalu manis untuk dia marahi. "Ya udah. Pakai baju apa aja. Yang penting kamu nyaman," ucapnya.
Yasa mengangguk. Dia kembali berlari kecil ke kamar mandi. Kali ini entah baju seperti apa yang dia bawa. Gesa hanya bisa duduk menunggu di tepi ranjang, menyaksikan bagaimana ibu hamil muda itu terus berkutat dengan pakaiannya. Entah apa yang membuat Yasa begitu antusias dengan baju-bajunya. Padahal, hanya untuk tidur.
Waktu sudah hampir menunjukkan tengah malam. Semua orang sudah tenggelam dalam mimpi mereka masing-masing. Hanya Gesa dan Yasa yang masih terjaga di kamar mereka.
Bosan menunggu Yasa tak kunjung keluar dari kamar mandi, Gesa beralih untuk memeriksa ponselnya. Di sana masih ada pesan dari Elfara yang belum Gesa balas.
Hari ini, kamu jadi pulang, 'kan?
Aku kangen 😣 banget 👉👈Begitu isi pesan dari Elfara. Gesa tersenyum kecil. Sudah lama Gesa belum melihat wajah cantik Elfara. Keindahan Yasa membuat Gesa lupa pada Elfara yang selalu menunggunya untuk pulang.
Baru saja Gesa akan mengetikkan sebuah balasan, dia lebih dulu dikejutkan oleh kedatangan Yasa.
Gesa tutup kembali ponsel di tangannya dan memilih untuk memberikan senyuman pada Yasa. Akhir-akhir ini, Gesa cukup heran dengan tingkah Yasa. Setiap harinya selalu ada hal mengejutkan bagi Gesa. Seperti malam ini, perempuan itu malah memakai baju Gesa yang tadi sempat Gesa pakai sebentar. "Kenapa kamu malah pake baju aku, Yas?" tanyanya.
![](https://img.wattpad.com/cover/313366127-288-k273298.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
HARGA RAHIM YASA
RomanceKarena utang dan himpitan ekonomi yang terus mencekik keluarganya, Yasa rela menjual rahimnya pada sepasang suami-istri. Semuanya berawal dari Elfara yang sakit dan divonis tidak dapat mengandung. Akhirnya, Gesa memutuskan untuk membeli rahim Yasa d...