64. Afeksi

18.7K 1.4K 123
                                    

ELFARA kembali jatuh dalam jurang yang sama. Masih sulit bagi Elfara untuk menerima cara kerja dunia yang fana, di mana segala hal yang dia miliki akan Tuhan ambil kembali, termasuk cita dan cinta.

Kebahagiaan yang abadi dan sempurna.

Nurani seorang Elfara terbutakan oleh angan yang mustahil. Dalam hati yang rusak oleh ego, dalam jiwa yang lenyap oleh ketamakan, Elfara masih mendambakan senandung kisah cinta utopia.

Kisah cinta yang abadi dan sempurna.

Sayangnya, dambaan Elfara pada hal sempurna membuatnya antipati pada hati orang lain. Dia renggut setiap kesempurnaan orang lain. Dia rebut seluruh kebahagiaan orang lain. Dia lahap segalanya dengan hati berlumur angkara.

Hati perempuan mana yang tidak kecewa oleh pengkhianatan. Jiwa perempuan mana yang tidak hancur oleh perselingkuhan. Bukan salah Elfara jika kini dia marah pada semuanya. Bukan salah Elfara pula jika kini dia benci pada kisah cinta milik orang lain.

Bukan hanya gadis cengeng yang percaya pada kebohongan sebuah dongeng, Elfara juga memimpikan sepatu kaca yang megah, dia juga menginginkan pangeran berkuda putih yang akan menjadikannya seorang ratu berhati indah. Namun, Cinderella di dunia nyata tetap kehilangan sepatu kacanya dan Pangeran di dunia nyata tetap tergoda pada keindahan mahkota lain.

Kerajaan cinta yang selama ini Elfara impikan, kini hanya tersisa puing candala berselimut hati yang keji. Sekarang, di mana seorang Ratu bisa bertakhta tanpa sebuah mahkota?

Kejamnya amarah bercampur kecewa.

Hanya suntikan obat bius yang mampu membuat Elfara lupa pada kekejian hatinya. Dia kembali terkurung dalam kamar sempit dengan berkawan sebuah jendela berteralis besi. Tak jarang, perempuan itu berakhir dengan diikat di ranjangnya sendiri.

Kini, tak ada pilihan lain yang bisa Gesa lakukan selain merelakan kembali istri tercintanya dibelenggu oleh penjara rumah sakit. Sebuah penjara bagi jiwa yang kecewa.

Bukan Gesa memudarkan rasa ibanya. Bukan pula Gesa kehilangan rasa cintanya. Namun, tindakan impulsif Elfara sudah jauh dari kata wajar. Gesa tak mau jika ada korban lagi, apalagi mengorbankan putri satu-satunya. Entah kapan Elfara akan pulih, sekarang Gesa hanya bisa menanti bersama putri kecilnya.

Setelah memastikan Elfara dalam keadaan baik di rumah sakit, Gesa duduk bersama Ayas yang begitu ceria dalam stroller merah muda.

Jika dihitung, usia Ayas sudah memasuki bulan ketiga. Bayi kecil itu sudah bisa membalas tatapan Gesa. Tangan dan kakinya juga tak henti bergerak seolah ingin meraih sesuatu.

Gesa berikan telunjuknya untuk Ayas genggam. Rasa lelah dan putus asa di hati Gesa, kini seakan pulih oleh kehangatan genggaman mungil dari Ayas.

Seakan-akan terkena sihir cinta, Gesa tersenyum. Hatinya benar-benar terasa menghangat saat senyuman Ayas terlihat untuk pertama kalinya. Bayi cantik itu benar-benar tersenyum. Bahkan, kedua lesung pipi di wajah mungilnya begitu indah.

Haru bercampur pilu.
Rasa becampur lara.
Rindu bercampur sendu.

Gesa cium wajah Ayas dengan linangan air mata di wajahnya. Dia usap wajah kecil itu dengan jemarinya. Kelebutan kulit yang saling bersentuhan tanpa rasa egois sedikit pun mampu mengalahkan Gesa. Hatinya perlahan melembut. Rasa kecewanya perlahan digantikan oleh rasa cinta seorang ayah untuk putrinya.

"Semakin besar, Ayas semakin mirip Yasa," ucap Mada tiba-tiba.

Tenggelam dalam pikirannya sendiri, Gesa hampir lupa dengan keberadaan Mada yang bertamu bersama istrinya. Pasangan suami-istri itu memang sengaja datang ke rumah Gesa. Selain memberikan hadiah untuk Ayas, keduanya juga datang untuk memastikan keadaan Gesa saat ini.

HARGA RAHIM YASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang